Tafsir Al-Isra' 79: Tahajjud, Shalat Mengukir Karir | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Isra' 79: Tahajjud, Shalat Mengukir Karir

Editor: Redaksi
Sabtu, 18 Januari 2020 12:20 WIB

Ilustrasi

Argumen kedua adalah, bahwa dalam Hadits isra' wa mi'raj telah ditentukan, bahwa shalat fardlu bagi umat Muhammad adalah lima kali, "al-shalawat al-khams" yang mesti dikerjakan dalam sehari semalam. Tidak boleh ada shalat wajib tambahan lebih dari itu. Jika ada, maka itu namanya mengada-ada dalam syariat agama. Dan tentu dilarang.

Kedua, shalat tahajjud bagi umat islam berhukum sunnah, sedangkan khusus bagi nabi Muhammad SAW berhum fardlu atau wajib. Hal itu berdasar pernyataan beliau sendiri, bahwa: "ada tiga perkara yang berhukum wajib bagi pribadi saya, tetapi berhukum sunnah bagi ummatku, yaitu: qiyam al-lail (tahajjud), shalat witr, dan siwak".

Rupanya, para ulama lebih condong ke pendapat kedua. Hal demikian diperkuat oleh fakta sehari-hari ibadah Nabi, di mana beliau sama sekali tidak pernah sengaja meninggalkan bangun malam untuk shalat tahajjud. Ibu A'isyah RA menyatakan demikian. Saking seriusnya shalat malam, hingga kaki beliau terlihat sedikit membengkak. Muwadhabah, istiqamah, atau keselaluan Nabi menjaga tahajjud ini dipahami sebagai kewajiban khusus bagi beliau.

Tetapi kelompok pertama tetap menyangkal. Bahwa Nabi juga pernah tidak shalat tahajjud, yaitu ketika dalam ekspedisi peperangan dan bermalam di padang pasir. Nabi dan para sahabat bangun kesiangan dan shalat shubuh dikerjakan secara qadla' dan berjama'ah.

Dengan bangun kesiangan, jelas menunjukkan bahwa malam itu nabi terlelap tidur dan tidak bertahajjud. Tapi yang diqadla' hanya shalat shubuhnya saja. Tidak ada keterangan, bahwa nabi juga mengqadla' shalat malam yang ditinggalkan. Data ini menunjukkan bahwa shalat tahajjud berhukum sunnah bagi nabi.

Begini saja, bahwa hadis yang dipakai dalil pihak kedua di atas, baiknya dipahami sebagai hadis soal kesungguhan Nabi SAW mengamalkan tiga hal tersebut, hingga seperti kesungguhan nabi mengerjakan barang wajib. Dan itu dibuktikan sendiri oleh beliau.

Perkara sesekali Nabi SAW diduga pernah tidak tahajjud, hal itu bukan karena kesengajaan, melainkan karena kehendak Tuhan yang ingin memberi pelajaran kepada umat, tentang bagaimana aturan mengqadla' shalat. Sebab di sisi lain, Nabi SAW juga pernah mengqadla' shalat sunnah rawatib yang ditinggalkan karena sesuatu hal.

Meskipun saat di padang pasir tidak ada riwayat bahwa nabi SAW juga mengqadla' shalat tahajjud, tetapi itu tidak berarti menafikan secara total. Sungguh kita tidak tahu, apakah nabi juga mengqadla'nya di rumah secara diam-diam dan rahasia, seperti ketika nabi mengerjakan shalat tahajjud itu juga - biasanya - di dalam rumah dan secara rahasia. 

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video