Tafsir Al-Isra 81: Sikap Bijak Islam Terhadap Rumah Ibadah Agama Lain | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Isra 81: Sikap Bijak Islam Terhadap Rumah Ibadah Agama Lain

Editor: Redaksi
Senin, 10 Februari 2020 11:55 WIB

Ilustrasi

Jika umat Islam yang menguasai, maka bangunan itu bisa dimanfaatkan untuk kegiatan agama atau kemanusian, pendidikan, balai palatihan, pengajian, bahkan sah dipakai untuk shalat berjamaah. Tidak sama dengan patung. Patung tetap patung, dan tetap eksis jika dipakai untuk sesembahan. Pada kondisi tertentu, patung Yesus bisa dihancurkan, tapi tidak gerejanya.

Kedua, perawatan gereja, penjagaan, keamanan, dan pelestariannya adalah tanggung jawab umat kristiani, bukan umat Islam. Pemerintah berkewajiban membantu dan melindungi. Ketika sesama manusia hidup berdampingan dalam damai, maka hak kemanusiaan melekat pada setiap individu, tanpa membedakan agamanya apa.

Jika nonmuslim dizalimi secara kemanusiaan, maka muslim wajib membantu. Jika mereka meminta tolong kepada kita, maka kita wajib memberi pertolongan. Terhadap anjing yang kehausan saja, kita diperintahkan memberi minum. Seperti kita diperbolehkan meminta tolong kepada mereka, saat kita sangat membutuhkan, "al-isti'anah bi al-kuffar".

Kadang sebagian umat islam negeri ini bertindak over, terlalu berlebihan terhadap mereka, menjaga mereka saat melaksanakan peribadatan yang mestinya itu kewajiban pemerintah dan kewajiban mereka sendiri. Dan itu masuk akal dan wajar. Rumah-rumah sendiri, dijaga-jaga sendiri.

Ingat, dalam Islam, saat di sebuah tempat ternyata tidak aman bila kosong dan ditinggal pergi penghuninya, maka orang-orang tertentu diizinkan tidak datang ke masjid untuk shalat jum'ah. Harus ada di antara kita yang menjaga keamanan dan cukup shalat dhuhur saja. Pahalanya dihitung sama dengan mereka yang shalat jum'ah di masjid.

Jika muslim menjaga gereja atau rumah ibadah nonmuslim lainnya, maka - secara agama - timbul dua persoalan: Apakah itu bentuk kemansuiaan murni yang diperintahkan atau bentuk bantuan, bentuk dukungan terhadap kemusyrikan, atau kekufuran yang dilarang?

Kaedah fiqih memandu kita, bahwa sisi larangan yang lebih wajib diperhatikan, sehingga keimanan kita lebih bersih dari indikasi keburukan (dar' al-mafasid). Tidak ikut mendukung kemusyrikan lebih bagus, lebih terhormat di sisi Allah SWT. Allah a'lam.

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video