Tafsir Al-Isra 86-87: Refleksi Hijrah dan Impor Rektor | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Isra 86-87: Refleksi Hijrah dan Impor Rektor

Editor: Redaksi
Jumat, 24 April 2020 16:40 WIB

Ilustrasi. foto: Ubaya

Daripada hanya bisa menikmati produknya, hanya jadi bangsa konsumen, tentu akan lebih baik memiliki ilmunya dan menjadi bangsa produsen. Namanya: "alih teknologi" dan itu sudah kita amalkan.

Lihat di dunia akademik, para ilmuwan selalu bangga mengutip, merujuk pendapat ilmuwan asing dan itu umum. Malahan merasa kurang "elite" merujuk pendapat ilmuwan lokal. Dalam ilmu agama, semua imam mujtahid maupun ashab al-mujtahid adalah orang asing. Dalam dunia pendidikan, ekonomi, filsafat, dan lain-lain nambah nemen. Guru besar impor sudah tidak asing bagi kita.

Perkara impor-imporan ini, Gus Dur dulu pernah mengusulkan ada hakim impor. Ya demi lebih mempercepat tegaknya keadilan dan supremasi hukum di negeri ini. Tapi diprotes habis-habisan, dan Gus Dur mengalah. Lalu, hakim yang terkena OTT makin banyak. Padahal, negara-negara lain melakukan itu dan nyatanya bagus. Singapura sudah maklum, ya impor Hakim, ya impor Rektor. Bahkan Australia pernah menyewa Hakim impor hingga dua belas tahun.

Mohon dimengerti, bahwa ranking perguruan tinggi di negeri ini, baik negeri maupun swasta jauh dan sangat jauh terpental dari prestasi dunia. Semisal dalam QS World University Ranking, sekelas Universitas Indonesia (UI) Jakarta yang kita banggakan hanya masuk pada ranking ke-296, UGM Yogyakarta urutan ke-320, ITB Bandung ke-331, dan seterusnya (Kompas.com. 24 Juni 2019). Jangan tanya ranking perguruan tinggi agama Islam di negeri ini.

Sebagai orang beriman, kita mesti berpegang pada nasehat agama. Perlu sekali kita mencerna nasehat Nabi Muhammad SAW, bahwa: "orang beriman itu tidak boleh merasa kenyang dalam kebajikan...". Maka langkah inovasi dan ke depan harus lebih baik.

Orang yang sewot dan kegerahan terhadap gagasan Rektor Impor, pasti bukan atas dasar agama dan kemajuan umat. Rasanya lebih pada gengsi dan kepongahan. Dalihnya macam-macam: tidak percaya anak bangsa, menganggap anak bangsa tidak ada yang mampu, dan lain-lain. Lha kalau nyatanya tidak mampu dan nyatanya juga tidak maju, kenapa tidak? Terpengaruh pikiran asing? Lha kalau lebih baik, kenapa tidak?

Tidak ada yang salah dalam hal ini. Kita sudah terbiasa mengimpor dan tidak malu. Merekrut Rektor Asing demi mendongkrak perguruan tinggi kita masuk ranking 100 besar dan itu diyakini sebagai jalan terbaik, maka sungguh keniscayaan yang mesti dilakukan dan itu perintah agama. Pribadi beriman mesti berhijrah dari ketertinggalan menuju kemajuan. Niatilah upaya itu sebagai ibadah Li Allah Ta'ala, Tuhan pasti membantu.

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video