Tafsir Al-Isra 108-109: Menangis saat Shalat | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Isra 108-109: Menangis saat Shalat

Editor: Redaksi
Jumat, 01 Mei 2020 20:28 WIB

Ilustrasi.

Sedangkan ayat 109 mengunggah lembutnya nurani orang beriman, reflektif, dan peka ketika bersentuhan dengan ayat-ayat ketuhanan. Bak senar gitar yang tersentuh sedikit langsung berdering. Begitulah orang beriman, ketika suasana sujud dan khusyu', mudah sekali mereka menangis meneteskan air mata. "wa yakhirrun li adzqan yabkun wa yaziduhum khusyu'a".

Ayat ini mengarahkan, bahwa orang berilmu itu harusnya sensitif ketika mendengar ayat al-qur'an dibaca. Hatinya langsung tersentuh dan trenyuh, lalu menteskan air mata kekhusyu'an. Itu benar, karena dia mengerti artinya dan memahami betapa agung ayat suci itu.

Al-Darimy meriwayatkan dari al-imam al-Taimy, "barang siapa dianugerahi Allah SWT ilmu, lalu mendengar ayat suci dilantunkan, tapi dia tidak tergetar hatinya, tidak punya menangis meneteskan air mata, maka sejatinya dia tidak pantas disebut sebagai ahli ilmu. Al-Taimy - lalu - membaca ayat kaji ini (109).

Kemudian, bolehkah menangis ketika shalat, seperti saat membaca ayat-ayat adzab, ayat akhirat, ayat pertanggungjawaban, dan lain-lain?

Madzhab Maliki, termasuk penulis tafsir al-Jami' li ahkam al-qur'an (al-qurtubi) menggunakan ayat ini sebagai dalil bolehnya menangis saat shalat. Tidak batal dan shalat tetap sah. Ibn al-Mubarak meriwayatkan, seorang sahabat mendekati Nabi Muhammad SAW yang sedang shalat. Di dekat beliau ada sejenis sapu tangan basah karena tetes air mata. Hadis ini dikuatkan riwayat Abu Dawud yang isinya senada dengan itu.

Jika nangisnya merintih-rintih, apa masih boleh? Al-Imam Malik ibn Anas membolehkan dan shalat tetap sah. Tapi itu bagi yang sakit, sedangkan bagi orang sehat, maka makruh hukumnya.

al-Imamal-Syafi'iy berbeda dengan gurunya. Bila tangisan, rintihan itu mengeluarkan suara yang bisa dipahami, seperti "aduh, kapok ...", maka membatalkan shalat. Kalau nama Allah yang terucap atau tasbih, tentu tidak apa-apa. Sementara Abu Hanifah melihat sisi lain. Bila suara itu terucap karena Allah, karena kekhusyu'an, maka tidak membatalkan shalat. Tapi kalau karena sakit, misalnya, maka membatalkan.

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.  

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video