Tafsir Al-Isra 110: Wiridan dengan Suara Keras, Bid'ah? | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Isra 110: Wiridan dengan Suara Keras, Bid'ah?

Editor: Redaksi
Jumat, 01 Mei 2020 21:57 WIB

Ilustrasi dzikir bersama. foto: Republika

Dia menjawab: "Ya, aku sedang membisik Tuhan".

Dialah Umar ibn al-Khattab, pribadi perkasa, keras, dan tegas tanpa kenal kompromi. Sikapnya ini ternyata nular ke gaya ibdahnya. Umar suka banget beribadah dengan suara keras. Ditanya: "Kok suara tuan keras sekali kala beribadah?"

Umar menjawab: "Ya, memangnya kenapa? Saya ini sedang mengusir setan dan membangkitkan semangat".

Dua gaya bersuara itu berlangsung sesuai selera dan bebas-bebas saja. Begitu ayat kaji ini turun (110), ada anjuran khusus, agar Abu Bakar sedikit mengeraskan suaranya dan Umar menurunkan volumenya. Wa ibtaghi bain dzalik sabila. Rasanya tak bijak menggunakan dalil ayat ini untuk mem"BID'AH-BID'AH"kan wiridan bersama dengan suara keras. Sebab diam tanpa suara kala munajah bersama juga disayangkan.

Sekali lagi, ini ayat etika dan arahan kondisional. Meski begitu, sudah ada tasyri' yang mengikat, panduan baku, kapan suara dikeraskan dan kapan suara dalam bacaan ibadah dilirihkan. Semisal shalat maktubah di siang hari, dhuhur dan ashar, maka bacaannya lirih (sirriyyah). Tapi shalat Jum'ah tidak, malah dikeraskan. Kok begitu? Ya, itulah agama, titik.

Sedangkan shalat Maktubah malam hari, Maghrib, Isya', dan Subuh, bacaan dikeraskan (jahriyyah). Tapi kalau shalat sunnah, seperti witir dan tahajjud sendirian, dilirihkan. Tapi shalat tarawih berjama'ah, sunnah dikeraskan. Tuhan suka-suka memilih model dialog bersama hamba-Nya.

Kata pamungkas diutarakan Ibn Abbas: "inti ajaran ayat ini adalah ibadah itu ikhlas, hanya karena Allah SWT semata. Silakan keras dan terbuka, tapi jangan jatuh ke riya'. Dan jangan memburu lirih, sepi, lalu ibadah ditinggalkan".

Al-Hasan al-Basry menimpali: "Janganlah kalian membaik-baikkan shalat ketika shalat jahriyah, tapi buruk sekali saat shalat sirriyah".

Betul sekali nasehat syekh ini. Nyatanya, kalau kita sedang menjadi imam shalat jamaah, biasanya dibaik-baikkan, tertib, dan pelan. Shalat para makmum juga ikut baik. Tapi kalau kita shalat sendirian, biasanya cenderung agak cepat atau tidak sebaik saat shalat jamaah. Itulah hikmah shalat berjama'ah.

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video