Tafsir Al-Kahfi 21: Anjing dan Monumen | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Kahfi 21: Anjing dan Monumen

Editor: Redaksi
Sabtu, 23 Mei 2020 23:04 WIB

Ilustrasi. foto: Hard Rock FM

Kontra banget dengan budaya negeri ini. Anjing justru binatang super najis atau mughalladhah. Seseorang menjadi sangat tersinggung dan marah besar bila diidentikkan dengan anjing. Rupanya ada efek dari doktrin fikih Syafi'iy yang me-najismughalladhah-kan anjing, hal mana tak kan terjadi demikian andai yang masuk di negeri fikih Maliky.

Anjing yang divonis sebagai najis mughalladhah itu tidak mengerti "najis itu apa". Juga tidak paham dirinya itu najis atau bukan. Andai bisa protes, maka anjing berkelas akan mengolok kita: Hai orang Islam, hai ustadz, kiai madzhab syafi'iy, mana lebih bersih, mana lebih harum di antara kita. Kami rajin ke salon, creambath, merapikan bulu, membersihkan telinga, dan memotong kuku. Sampoku mahal, sabunku bermerek, makananku bagus, dan seterusnya.

Al-Imam Ibn Araby, seorang sufi besar berteori emanasi (al-faidl), yakni memandang semua yang ada pada alam raya ini adalah pancaran Dzat Allah SWT yang memantul seperti reflektor. Sehingga, seorang sufi tidak lagi memandang sesuatu, kecuali yang terlihat hanya Allah SWT saja.

Sang imam bahkan pernah menggegerkan dunia teologis karena ucapannya yang kontroversi "wa ma al-kalb wa al-khinzir illa ilahuna". Tidaklah anjing dan babi itu, melainkan mereka adalah Tuhan kita.

Ya, karena sang imam sudah terbang ke zona ilahiah. Sehingga tidak ada dalam pandangan beliau, melainkan hanya Allah SWT belaka. Melihat anjing pun adalah Tuhan. Melihat babi pun juga melihat Tuhan. Yang dilihat bukan bodi anjing, melainkan cahaya Allah yang membungkus anjing itu. Lalu memantul ke penglihatan.

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video