Oleh: M. Mas’ud Adnan---Peristiwa 10 November 1945 adalah tonggak sejarah sangat penting bagi bangsa | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Resolusi Jihad dalam Pertempuran 10 Nopember

Editor: MMA
Selasa, 10 November 2020 09:44 WIB

M. Mas'ud Adnan. foto: bangsaonline.com

(KHM Yusuf Hasyim. foto: Dok. Pesantren )

Fatwa Hadratussyaikh sebenarnya ditulis 17 September 1945. Namun, kemudian dijadikan keputusan NU pada 22 November yang diperkuat lagi pada muktamar ke-16 di Purwekorto, 26-29 Maret 1946.

Dalam pidatonya di hadapan peserta muktamar, Hadratussyaikh menyatakan, syariat Islam tidak akan bisa dilaksanakan di negeri yang terjajah. “... tidak akan tercapai kemuliaan Islam dan kebangkitan syariatnya di dalam negeri-negeri jajahan,” tegas Hadratussyaikh

Mengapa Bung Karno meminta fatwa kepada Hadratussyaikh? Agaknya, ada beberapa alasan. Pertama, Hadratussyaikh ulama kharismatis yang menjadi pusat kiai se-Jawa dan Madura sehingga fatwanya sangat efektif untuk rakyat. Fakta sejarah kemudian terbukti, Hadratussyaikh inilah yang bisa mempersatukan umat Islam dan para pimpinan Islam.

Kedua, adalah pusat pergerakan NU, sedangkan Hadratussyaikh adalah Rais Akbar NU. NU didirikan pada 31 Januari 1926 di . Kota inilah yang menjadi pusat pergerakan awal NU sebelum kemudian pindah ke Jakarta.

Ketiga, organisasi Islam NU pimpinan Hadratussyaikh sangat nasionalis. Sebelum RI merdeka, para pemuda di berbagai daerah mendirikan organisasi bersifat kedaerahan, seperti Jong Cilebes, Pemuda Betawi, Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatera, dan sebagainya. Tapi, kiai-kiai NU justru mendirikan organisasi pemuda bersifat nasionalis.

Pada 1924, para pemuda pesantren mendirikan Syubbanul Wathon (Pemuda Tanah Air). Organisasi pemuda itu kemudian menjadi Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO) yang salah satu tokohnya adalah pemuda gagah, Muhammad Yusuf (KH M. Yusuf Hasyim, akrab dipanggil Pak Ud). Kiai Yusuf Hasyim adalah putra bungsu Hadratussyaikh yang dalam struktur TNI sempat berpangkat Letnan Satu (Lettu).

Saat itu, posisi ketua ormas belum menjadi rebutan seperti sekarang. Sebab, ketua ormas, terutama pemuda, harus punya jiwa ikhlas dan berani mati. Jadi, taruhannya nyawa. Kiai Yusuf Hasyim pernah mengungkapkan anekdot kepada penulis dan teman-teman. Menurut pengasuh Pesantren periode keenam itu, saat resolusi jihad memang dilematis. Kalau maju mati, kalau mundur haram.

“Agar tak kena hukum haram, ada yang memilih mundur dengan cara berjalan miring,” kata Kiai Yusuf Hasyim sembari tertawa.

Demikianlah, sejarah mencatat peran dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan sangat besar. Tapi, -seperti kritik Martin Van Bruinessen- NU tak pernah mendapat tempat memadai dalam berbagai kajian pada tingkat lokal dan regional mengenai perjuangan kemerdekaan. Wallahua'lam bisshawab.

Tulisan ini pernah dimuat Jawa Pos, Nopember 2009

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video