Mengerikan! Inilah Kondisi Gus Dur saat Cak Imin Ambil Alih PKB | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Mengerikan! Inilah Kondisi Gus Dur saat Cak Imin Ambil Alih PKB

Editor: tim
Jumat, 16 April 2021 15:58 WIB

KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Foto: ist

Mei 2009, Bapak berkunjung ke Jogja. Bapak bilang, “Lis, kamu punya uang yang bisa Bapak pinjam?” Berapa dan untuk apa, tanya saya. “Ya untuk pegangan saja, 5 juta cukup. Bapak nggak punya uang sama sekali.” Bapak saya adalah orang yang mandiri, kalau sampai minta uang kepada saya, berarti sudah berat sekali bagi Bapak.

Saya telepon Yenny sambil menangis. Kok bisa, Bapak sampai tak punya uang, bahkan sesedikit itu. Kok bisa, mereka-mereka yang khianat kepada Bapak hidup bergelimang kemewahan sedangkan Bapak tak punya uang di kantongnya.

Bahkan menulis paragraf di atas ini pun, saya tak mampu menahan air mata. Menyakitkan sungguh, walau juga semakin membuat saya sadar betapa Bapak jauh dari godaan harta dan kekuasaan.

Pertengahan 2009 itu kondisi Bapak memburuk. Banyak orang menjenguk Beliau di RS, dan lazimnya orang Indonesia, menitipkan belarasa urunan biaya perawatan. Bapak mengumpulkan amplop-amplop ini di dalam laci kantor di PBNU. Lebaran 2009, saya tanya ke Bapak apakah Beliau akan memberikan THR khusus ke staf Ciganjur. Jawabannya tidak dan agar saya yang memastikan mereka mendapatkan THR-nya.

“Bapak sedang mengumpulkan uang untuk Muktamar , nak. Imin sudah nggak bisa dibiarkan terus-terusan begini.” Demikian kata Beliau saat itu. Beberapa kali Bapak bercerita soal bagaimana harus diperbaiki dan tidak boleh dipegang oleh Cak Imin.

Saat itulah definitif saya memahami bahwa Bapak masih berupaya keras untuk memperjuangkan dari cengkeraman orang-orang yang tak amanah, walau secara de facto Beliau sudah tidak berdaya. Ada beberapa orang Cak Imin yang masih diterima saat menjenguk, tetapi tidak dengan kelompok terdekat Imin.

Setelah Bapak wafat pun, ada seorang teman Bapak (sekarang seorang tokoh nasional) yang mengatakan ke saya bahwa ia sedang diminta mencari donasi untuk persiapan Muktamar di tahun 2010. Ia menyerahkan uang yang sudah berhasil dikumpulkannya kepada Ibu. Memang, niat untuk Muktamar sangat kuat, sebagai respons terhadap keputusan MA tentang legalitas yang jatuh ke tangan Cak Imin.

Semua pengalaman inilah yang membuat saya ngenes dengan ‘tawaran narasi’ dari entah siapa di kubu Cak Imin. Menyatakan bahwa konflik antara Cak Imin dengan adalah rekayasa, bagi saya sama saja dengan menghina Bapak dengan amat sangat.

Seorang , sekuat apapun seajaib apapun, tak akan mampu merekayasa kondisi fisiknya. Menyatakan bahwa konflik ini adalah rekayasa , adalah sama dengan menyatakan bahwa gila. Itu berarti menyatakan bahwa Bapak merekayasa konflik untuk strategi politik, lalu terkena sendiri dampak fisik dari permainannya, sehingga bahkan harus tinggal di Rumah Sakit.

Seorang tak mungkin mempermainkan mekanisme hukum sampai di Mahkamah Agung untuk mendapatkan kejelasan hukum mengenai partainya, hanya demi rekayasa. adalah pejuang demokrasi, yang setia dengan prinsip keadilan dan pembebasan.

Mereka yang percaya bahwa Bapak merekayasa konflik sampai memanfaatkan proses demokrasi hukum, sama saja percaya bahwa Gus Dur bukan pejuang demokrasi sejati. Ia dianggap sama dengan mereka-mereka yang memanfaatkan hukum untuk kepentingan kekuasaan. Bagi saya, ini adalah penghinaan besar bagi perjuangan dan karakter .

Rekayasa macam mana yang membuat rombongan Cak Imin melakukan sujud syukur di Mahkamah Agung setelah pengumuman keputusan MA itu? Menyelenggarakan tumpengan di kantornya? Sedemikian pentingnya bagi Gus Dur bersama Cak Imin membohongi rakyat dengan melakukan hal-hal itu, agar rakyat percaya ini konflik betulan padahal rekayasa ?.

Sekali lagi, itu sama saja dengan menyatakan Gus Dur bukan pemimpin rakyat.

Bagi saya, Bapak bukan itu semua. Dalam hal konflik dengan Cak Imin, acuan saya hanya apa yang saya lihat dan saya dengar dari Bapak langsung. Bukan apa kata dan analisis orang. Apalagi orang-orang yang punya track-record dan karakter yang tak bisa saya percayai.

Hanya karena ingin mendapatkan dukungan dari pecinta , tega sekali orang-orang ini menyebarkan narasi yang justru menghina karakter , tega sekali menjual nama sedemikian rupa hanya untuk kepentingan kekuasaan sesaat yang tentu saja tak bisa dibawa mati.

Padahal, sejatinya mudah mendapatkan dukungan pecinta . Kalau memang mengaku sebagai penerus , jalani saja apa yang selama ini diteladankan : integritas terhadap nilai-nilai dasar Gus Dur, demi umat. Tunjukkan bahwa mereka berjuang berlandaskan prinsip Ketauhidan, Kemanusiaan, Keadilan, Kesetaraan, Pembebasan, Persaudaraan.

Tunjukkan bahwa mereka punya karakter Sederhana, Sikap Ksatria, dan bertumpu pada Kearifan Tradisi. Tunjukkan saja bahwa mereka memang tidak terlibat korupsi, bertindak demi rakyat. Tunjukkan saja pembelaan kepada semua kaum minoritas yang akhir-akhir ini makin muram nasibnya di Indonesia. Itu cukup untuk mengambil hati rakyat.

Tak perlu klaim ini-itu, apalagi klaim yang justru menghina Bapak saya. Sebagai seorang anak, saya sungguh-sungguh kecewa pada mereka, yang tega melakukannya dan tega untuk percaya bahwa masih banyak rakyat yang masih bodoh dan bisa dibohongi. Sesuatu yang jauh dari apa yang diajarkan Bapak saya sepanjang hidupnya.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video