Dua Tahun Bali Lumpuh, Kini Dibuka, Belum Ada Pesawat Luar Negeri Mendarat | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Dua Tahun Bali Lumpuh, Kini Dibuka, Belum Ada Pesawat Luar Negeri Mendarat

Editor: MMA
Senin, 18 Oktober 2021 10:42 WIB

Dahlan Iskan

SURABAYA, BANGSAONLINE.com Ternyata hingga sekarang belum ada luar negeri yang mendarat di. Padahal secara resmi dibuka untuk sejak 14 Oktober 2021 lalu.

Kenapa? Simak tulisan wartawan terkemuka, Dahlan Iskan, di Disway atau di BANGSAONLINE.com hari ini, Senin 18 Oktober 2021. Khusus pembaca di BaBe, klik ‘lihat artikel asli’ di bagian akhir tulisan ini agar tak terpotong. Tulisan di BaBe banyak yang terpotong sehingga tak lengkap. Selamat membaca:

JAWABNYA: belum ada.

Pertanyaannya: apakah sudah ada dari luar negeri yang mendarat di?

Anda sudah tahu: secara resmi sudah dibuka untuk turis asing dari 19 negara. Sejak pekan lalu –tepatnya sejak 14 Oktober 2021.

Singapura, tumben, tidak termasuk yang 19. Demikian juga sumber utama : Australia.

Singapura sendiri sudah membuka bandara Changi –khusus untuk 8 negara. Tidak termasuk Indonesia.

Tiongkok, USA, dan Korea Selatan termasuk yang boleh masuk Singapura. Selebihnya dari Inggris dan Eropa.

Sejak dua hari lalu Singapura juga mengeluarkan peraturan baru: boleh ada penjemputan di bandara Changi. Baik dari keluarga maupun dari pelayanan profesional.

Harian The Strait Times memberitakan, satu keluarga hanya boleh dijemput satu orang. Sedang yang dimaksud pelayanan profesional adalah petugas dari hotel. Atau dari agen perjalanan. Syaratnya: mereka bisa menunjukkan siapa nama yang dijemput dan menggunakan apa.

Mereka juga harus menunggu dulu di dalam mobil di tempat parkir. Ketika sudah mendarat barulah mereka boleh menuju ke ruang penjemputan di pintu kedatangan. Untuk itu mereka harus memonitor pengumuman kedatangan di HP masing-masing.

Sejauh itu hanya terminal 1 dan 3 yang sudah dibuka. Sedang terminal 2 dan 4 masih tetap tutup.

Pelonggaran yang dilakukan Singapura itu sempat membuat website sistem pemesanan tiket macet. Terlalu banyak orang yang memesan tiket untuk ke luar negeri –ke delapan negara dimaksud.

Bahwa ternyata Singapura sendiri belum termasuk yang diizinkan masuk ke itulah hasil kajian tim evaluasi Indonesia. Kasus baru Covid di Singapura memang naik –meski angkanya tidak sampai ratusan.

Singapura memang mengikuti kebijakan Eropa: memberi pelonggaran pergerakan manusia. Toh yang sudah vaksinasi penuh (dua kali) sudah melebihi 80 persen. Dan angka baru penderita Covid itu tidak sampai membuat rumah sakit kewalahan.

Tentang Australia, Indonesia memang harus membicarakan lagi dengan pejabat negeri itu. Menteri Pariwisata Indonesia Sandiaga Uno mengatakan, masih akan bertemu Menteri Pariwisata Australia.

Sebenarnya kesempatan bertemu itu terbuka. Minggu lalu. Di Jakarta pula. Tapi Sandi Uno tidak tahu kalau yang ingin ia temui itu sebenarnya ada di Jakarta.

Kedatangan menteri Australia ke Jakarta hanya tercatat sebagai Menteri Perdagangan. Acaranya pun dengan Menteri Perdagangan Indonesia. Rupanya jarang yang tahu bahwa Menteri Perdagangan Australia itu juga sekaligus merangkap menteri pariwisata.

Mengapa belum ada luar negeri yang mendarat di?

Itu wajar saja. Tidak mungkin begitu dibuka langsung ada yang datang. Penerbangan internasional memerlukan persiapan yang panjang. Sampai pun harus melewati birokrasi slot penggunaan udara.

Tentu –dan Riau– diwajibkan menjalankan aturan karantina: 5 hari. Lamanya waktu karantina itulah yang masih jadi hambatan terbesar bagi para turis. Tapi Indonesia memang harus hati-hati. Apalagi peringatan kemungkinan datangnya Covid gelombang tiga di akhir tahun ini harus diperhatikan. Terutama oleh Riau –khususnya Batam dan Bintan. Kedatangan orang di pelabuhan laut bisa lebih rawan –jangan sampai pengawasannya lebih longgar.

Maka saya salut dengan pemilik ide ini: saatnya mengutamakan turis dari dalam negeri sendiri. Terutama bagi yang sudah vaksin dua kali dan yang hasil pemeriksaannya negatif.

Gubernur sendiri, Wayan Koster, tergugah untuk punya pikiran lain: harus mengurangi ketergantungannya ke turisme. Sektor itu telah membuat 50 persen ekonomi tergantung dari pariwisata. “Padahal praktiknya industri pariwisata itu lebih banyak menguntungkan investor luar,” ujar gubernur di suatu acara minggu lalu.

Tapi apa? “Bisa saja ekspor kerajinan,” katanya.

Anda sudah tahu: sektor pariwisata pernah menderita hebat setelah terjadi bom besar di sana. Tahun 2000 dan 2002. Tapi hanya tiga bulan. Setelah itu ramai lagi. Kali ini Covid-19 telah membuat pariwisata Bali lumpuh total hampir dua tahun.

Kita memang lagi bangga sekarang ini: sebagai negara berpenduduk 270 juta angka harian Covid-nya di bawah 1.000.

Rasa senang itu begitu meluap sehingga tidak terasa harga BBM naik. Anda beli bensin apa? (Dahlan Iskan)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video