Tiga Tahun Hadratussyaikh Pantau Kiai Wahab dan Kiai Chalim sebelum Restui Dirikan NU

Tiga Tahun Hadratussyaikh Pantau Kiai Wahab dan Kiai Chalim sebelum Restui Dirikan NU Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA (pegang mik) pada para nara sumber lain: Prof Dr Agus Mulyana, dan Nur Kholis Ridwan. Tampak juga Syaikh Ibarahim dan Syaikh Shodiq. Foto: M Mas'ud Adnan/BANGSAONLINE

Mas Dul Halim sebelum NU berdiri

Ialah saya kasihan pada kiai

Abdul wahab yang ditendang sana sini

Mau bantu tak dapat jalan izin

Tiga tahun itulah saya memikirkan

Barulah sekarang terdapatnya jalan

Dari tulisan Kiai Abdul Chalim itu tergambar bahwa Hadratussyaikh selama tiga tahun memikirkan Kiai Wahab Hasbullah. Namun Hadratussyakih mengaku baru sekarang mendapat jalan keluar. Tentu selama tiga tahun itu Hadratussyaikh melakukan riyadaah atau upaya spiritual Hadratussyaikh untuk mendapat petunjuk dari Allah SWT. Sehingga Hadratussyaikh yang oleh pemerintah Indonesia ditetapkan sebagai pahlawan nasional itu merestui Kiai Wahab.

Begitu mendapat restu dari Hadratussyaikh, Kiai Abdul Wahab dan Kiai Abdul Chalim mengundang para kiai se-Jawa dan Madura. Menurut , ulama atau kiai yang diundang sebanyak 65 orang. “Yang membuat suratnya abah saya, Kiai Abdul Chalim. Tapi yang mengonsep Kiai Wahab,” tegas .

Namun ketika surat itu jadi, ada koreksi dari Kiai Abdul Chalim. Terutama terkait dengan kemerdekaan bangsa Indonensia. “Abah saya mengoreksi, apakah surat ini tidak perlu mencantumkan atau mengandung tujuan kemerdekaan nasional, Kiai,” kata KIai Abdul Chalim kepada Kiai Wahab seperti ditirukan .

Kiai Wahab menjawab. “Tentu itu tujuan utama umat Islam,” jawab Kiai Wahab.

Kiai Abdul Chalim kembali bertanya, “Apakah hanya itu usahanya untuk mencapai sebuah cita-cita kemerdekaan?.”

Kiai Wahab langsung mengeluarkan korek api dan menyalakan.

“Korek api ini kecil. Tapi bisa membakar rumah. Jadi walau kelihatannya sederhana, hanya kumpul-kumpul seperti ini, tapi punya kekuatan besar,” kata Kiai Wahab.

Kiai Abdul Chalim pun paham. “Dari pertanyaan (abah) ini saja sebenarnya cukup kalau abah saya diusulkan sebagai pahlawan. Tapi saya tak berharap diusulkan. Tapi kalau ada orang mau mengusulkan silakan. Saya juga senang,” kata .

Dalam catatan BANGSAONLINE, saat Khofifah Indar Parawansa menjadi Menteri Sosial (Mensos) pernah memberi masukan agar Kiai Abdul Chalim diusulkan sebagai pahlawan. Tapi, kata Khofifah, harus melalui proses dan prosedur sesuai ketentuan kementerian sosial.

Menurut , para ulama yang berkumpul di Kertopaten Surabaya itu kemudian sepakat membentuk Komite Hijaz. “Komite Hijaz itu cetusan dari Kiai Wahab,” kata .

Kiai Abdul Wahab Hasbullah memang sangat cerdas. Bahkan, kata , Hadratussyaikh memberi kunyah atau julukan kepada Kiai Wahab sebagai penggerak pemikiran dan ahli pidato.

Kiai Wahab juga pendekar. Sama juga dengan Kiai Abdul Chalim. “Dua-duanya sama pintar pencak silat. Tapi abah saya melarang saya belajar pencak,” kata .

Tugas Komite Hijaz itu menghadap Raja Abdul Aziz yang telah mengalahkan Raja Syarif Husen. Tapi ketika akan dibuat surat ada kiai yang bertanya soal kop suratnya. Apakah pakai kop surat Komite atau nama lain. Menurut dia, kalau pakai nomenklatur Komite pasti tidak akan diterima oleh Raja Abdul Aziz. Karena hanya panitia yang dianggap bukan lembaga atau organisasi penting.

Maka Kiai Mas Alwi bin Abdul Aziz mengusulkan nama jami’iyah itu Nahdlatul Ulama. Nahdlah dinisbatkan pada Nahdhatul Wathan, sedang ulama dinisbatkan pada 65 ulama yang berkumpul.

Nah, saat itulah NU berdiri. “Ketika NU berdiri penjajah Belanda gentar,” kata kiai miliarder tapi dermawan yang kini menjadi judul buku yang laris dibedah di berbagai provisi dan kabupaten seluruh Indonesia itu.

Jadi NU berdiri saat 65 ulama itu berkumpul, sebelum mengirim utusan Komite Hijaz. “Saat itu yang menjadi ketua panitia adalah Hasan Gipo,” kata . Hasan Gipo inilah yang kemudian disepakati sebagai ketua umum PBNU pertama.

Menurut , Rais Akbarnya adalah Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari, pendiri dan pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang. Sedang wakilnya adalah KH Dahlan Kebondalem.

Kiai Wahab menjabat Katib Awal (sekarang Katib Aam Syuriah PBNU) dan Kiai Abdul Chalim Katib Tsani (kini Wakil Katib Syuriah PBNU).

“Tapi semua kebijakan dan yang menangani organisasi NU itu Kiai Hasyim Asy’ari. Hasan Gipo hanya sebagai ketua panitia saja,” kata . Artinya, supremasi atau otoritas tertinggi NU berada di tangan Syuriah, bukan Tanfidziyah seperti sekarang.

Jabatan Rais Akbar kemudian ditiadakan setelah Kiai Hasyim Asy’ari wafat karena para kiai NU menyadari sudah tak ada lagi ulama sekaliber Kiai Hasyim Asy’ari. Baik ilmu, kharisma, maupun kezuhudan, keikhlasan dan pengaruhnya. Para ulama NU sepakat mengganti nomenklatur Rais Akbar dengan istilah Rais Aam.

Menurut , ada tiga tujuan para ulama mendirikan NU sekaligus membentuk Komite Hijaz. Pertama, untuk membendung gerakan dan kebijakan Raja Abdul Aziz yang menghancurkan situs-situs Islam, termasuk makam Nabi Muhammad SAW. Termasuk monopoli satu madzhab dan melarang empat madzhab (Imam Syafii, Imam Malik, Abu Hanifah dan Ibnu Hanbal) yang tak sealiran.

Kedua, untuk kemerdekaan bangsa Indonesia.

Ketiga, untuk mendirikan organisasi Islam Ahlussunnah Wal-Jamaah.

Menurut , peran NU sangat besar terhadap Indonesia. “Tanpa Nahdlatul Ulama sulit Indonesia merdeka,” kata .

Karena itu berharap agar para pengurus dan anggota Pergunu meneladani spirit dan akhlak Kiai Abdul Wahab dan Kiai Abdul Chalim yang sangat tawadlu dan tunduk pada guru yang dianggap bijaksana. “Bukan hanya kepada saya tapi kepada semua kiai di Pergunu,” kata .

Sikap tawadlu dan tunduk itu kini penting karena, menurut , situasi dan kondisi sekarang sama dengan situasi era kemerdekaan. Menurut cita-cita luhur kemerdekaan hingga sekarang belum tercapai. “Ekonomi masih dikuasai orang asing dan kita tak punya partai,” katanya. 

Banyak tokoh dan pakar yang menjadi nara sumber dalam halaqoh yang dihadiri Syaikh Ibrahim dari Mesir dan Syaikh Siddiq dari Sudan itu. Antara lain: Dr Muhammad Al-Barra (Gus Bara), Wakil Bupati Mojokerto yang disertasinya membahas tentang KIai Abdul Chalim yang tak lain adalah kakeknya.

Lalu Prof Dr Agus Mulyana, sejarawan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, dan juga Nur Kholik Ridwan, penulis buku yang tokoh Pergunu. 

Hadir dalam acara itu Sekjen Pergunu, Dr Aris , Wakil Ketua Umum Pergunu Ahmad Zuhri dan pengurus lain. (MMA)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Sedekah dan Zakat Rp 8 M, Kiai Asep Tak Punya Uang, Jika Tak Gemar Bersedekah':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO