SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Kota Surabaya sangat bersejarah bagi warga Nahdlatul Ulama (NU). Karena di kota pahlawan inilah para kiai pesantren memulai dan mendirikan organisasi keagamaan terbesar di tanah air itu. Bahkan peristiwa pertempuran 10 Nopember Surabaya yang tiap tahun diperingati sebagai hari pahlawan nasional tak lepas dari peran besar para kiai dan santri yang merupakan “generasi utama” NU.
Sayangnya, sejarah besar NU itu tak berbanding lurus dengan kondisi Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Surabaya. Kondisi PCNU Surabaya terus bergejolak.
Baca Juga: Rais Aam PBNU Ngunduh Mantu dengan Pemangku Pendidikan Elit dan Tim Ahli Senior di BNPT
Konsekuensinya, jejak historis NU yang sangat elegan dan monumental itu, mau tak mau, ternoda oleh kisruh kepengurusan NU Kota Surabaya yang tak kunjung usai.
Pada Jumat (21/4/2023) Umarsyah dilantik sebagai ketua PCNU Kota Surabaya. Ia dilantik bersama beberapa koleganya sebagai PCNU Kota Surabaya pada masa khidmat 2013 hingga 2024.
"Beberapa dekade ini kelihatannya belum atau tidak tampak. Kami berharap Surabaya ini terus berjuang, makanya sekjen dan semuanya ini hadir di sini (pelantikan PCNU)," kata Rais Aam Syuriah PBNU KH Miftachul Akhyar.kepada wartawan di Kantor PCNU Surabaya, Jumat (21/4/2023).
Baca Juga: Khofifah dan Eri Cahyadi Kompak Hadiri Ta’dzim Maulid Nabi Muhammad SAW di GBT
Pelantikan itu dihadiri Kapolrestabes Surabaya Kombespol Pasma Royce, Ketua Fatayat NU Surabaya Camelia Habiba dan Saifullah Yusuf (Gus Ipul), Sekjen PBNU yang juga Wali Kota Pasuruan.
Tapi Dr Muhibbin Zuhri, Ketua PCNU Surabaya yang lama dan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi tak tampak dalam acara pelantikan di Kantor PCNU Surabaya, Bubutan, Surabaya tersebut. Padahal Eri Cahyadi sempat disebut dalam sambutan acara tersebut.
Gus Ipul menegaskan bahwa PCNU Kota Surabaya memiliki pekerjaan rumah (PR). Salah satunya konsolidasi hingga tingkat ranting.
Baca Juga: Resepsi Hari Santri Nasional 2024, PCNU Tuban Sukses Gelar Haul Masyayikh dan PCNU Award 2024
Selain itu, tegas Gus Ipul, pengurus PCNU baru juga memiliki tugas memperluas kejayaan NU di kota Surabaya.
"Maka dari itu hari ini Rais Aam langsung turun melantik dan kemudian memberikan pesan-pesan khusus kepada pengurus melalui penunjukan selama satu tahun ini," tutur Gus Ipul dikutip Antara.
Seperti diberitakan, sebelumnya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menunjuk Umarsyah sebagai Ketua Karteker PCNU Surabaya.
Baca Juga: Mas Iin dan Eri Cahyadi Siap Sinergi Bangun Sidoarjo dan Surabaya
Umarsyah menggantikan Ahmad Muhibbin Zuhri. Masa tugas karteker PCNU Surabaya itu berlaku mulai 3 Oktober hingga 3 Desember 2022 atau hingga terlaksananya Konfercab PCNU Surabaya.
Namun ternyata pelantikan PCNU Kota Surabaya oleh PBNU itu belum mengakhiri masalah. KH Abdussalam Shohib Bisri (Gus Salam) mencium aroma ketidakberesan dalam SK PCNU Kota Surabaya yang dilantik Rais Aam Kiai Miftachul Ahyar itu.
Bahkan Gus Salam yang kini Wakil Ketua PWNU Jawa Timur itu menyebut SK itu bernuanda Syubhat. Pernyataan Gus Salam itu disampaikan lewat tulisan cukup detail dan panjang yang diberi judul NUANSA ‘SYUBHAT’ DALAM SK PCNU KOTA SURABAYA. Tulisan itu kini beredar di media sosial.
Baca Juga: Hari Santri Nasional 2024, PCNU Gelar Drama Kolosal Resolusi Jihad di Tugu Pahlawan Surabaya
BANGSAONLINE mengontak Gus Salam untuk mengonfrimasi apa benar tulisan itu memang tulisan Gus Salam. Sekaligus minta izin untuk memuatnya di BANGSAONLINE.
Cucu KH Bisri Syansuri, Rais Aam Syruah PBNU periode 1971- 1980 itu membenarkan.
“Nggih, Leres Cak. Monggo,” jawab Gus Salam kepada BANGSAONLINE, Ahad (23/4/2023).
Baca Juga: Gus Ipul Tetap Jabat Mensos di Kabinet Merah Putih
Di bawah ini BANGSAONLINE.com memuat tulisan tersebut.
NUANSA ‘SYUBHAT’ DALAM SK PCNU KOTA SURABAYA.
Oleh : KH Abdussalam Shohib Bisri
Baca Juga: Peringati Hari Santri 2024, PCNU Surabaya Adakan Lomba dan Pengobatan Gratis di Tugu Pahlawan
(Wakil Ketua PWNU Jawa Timur, Pengasuh PP. Mambaul Maarif Denanyar Jombang)
Tidak Lazim. Dua kata ini tepat untuk menggambarkan ketidak-laziman PBNU dari tata cara berorganisasi dalam Kepengurusan PCNU Kota Surabaya, saat ini.
30 Ramadhan 1444 H, bertepatan dengan 21 April 2023 M telah diselenggarakan pelantikan dan pengukuhan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Surabaya. Pelantikan PCNU itu dilaksanakan di kantor PCNU Kota Surabaya, Jl. Bubutan VI/2 Surabaya, dan dikukuhkan oleh Rais Aam PBNU, berdasar Surat Keputusan PBNU Nomor : 203/PB.01/A.II.01.45/99/04/2023, tertanggal 13 April 2023 tentang Penunjukan dan Pengesahan Kepengurusan Definitif Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Surabaya Masa Khidmat 2023-2024.
Baca Juga: Eri-Armuji Patut Waspada! Peluang Dipecundangi Kotak Kosong Kian Menguat, ARCI Beberkan Alasannya
Pengurus yang dilantik bukanlah hasil dari Konferensi Cabang PCNU Kota Surabaya, suatu mekanisme yang semestinya dan seharusnya dilakukan sebagai organisasi yang sehat untuk memastikan sah-tidaknya kepengurusan (deifinitif), terlebih NU adalah organisasi para Ulama dan warisan jam’iyyah yang terus dipantau oleh para Muassis (para pendiri), yakni Auliya; Syaikhoca M. Cholil Bangkalan, Hadratussyeikh KH M. Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Bishri Syansuri, KH As’ad Syamsul Arifin, dan auliya lainnya.
Doktrin Hadratussyeikh KH M. Hasyim Asy’ari jelas –pemahaman yang diperoleh dari Guru beliau- dalam mukadimah Qonun Asasi bahwa sikap terbaik dan terpuji adalah sikap yang dilandasi oleh kebijaksanaan (hikmah), bukan atas dasar kekuasaan atau semata pengetahuan berorganisasi. “وَآتَاهُ اللهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ .وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا; wa atahu Allah al-mulka wa al-hikmata wa ‘allahu mimma yasya’, wa man yu’ta al-hikmata faqod uwtia khoiron kastiron”, bahwa sikap bijaksana akan mendatangkan banyak kebaikan; terjaganya akal sehat, terlindunginya ilmu ulama; pilihan utama keputusan dengan mekanisme yang teruji dan terbaik.
Penunjukan Pengurus Cabang yang kemudian disahkan sendiri oleh PBNU menunjukkan sikap/keputusan yang tidak dari teladan ilmu Muassis, tapi lebih menunjukkan kekuasaan, walaupun sikap itu bisa dirasionalkan dalam konteks berorganisasi. Dan PCNU Kota Surabaya masih dalam tugas Karteker (pejabat sementara) yang hingga akhir tugasnya, walaupun telah diperpanjang, tetap berkewajiban menyelenggarakan Konferensi Cabang (Konfercab) agar terbentuk Kepengurusan Definitif.
Pejabat Karteker PCNU tetap wajib melaksanakan Konfercab, bukan justru menetapkan Karteker sebagai Pengurus Definitif PCNU. Peraturan Perkumpulan (PERKUM) Bab V Ketentuan Karteker, pasal 33, ayat (2) huruf (d) jelas dan tegas bahwa “dalam hal masa kerja karteker PCNU telah berakhir atau tidak diperpanjang atau surat keputusan perpanjangan telah habis, karteker PCNU wajib menyelenggarakan Konferensi Cabang”.
SK PBNU, nomor : 203/PB.01/A.II.01.45/99/04/2023, tertanggal 13 April 2023 tentang Penunjukan dan Pengesahan Kepengurusan Definitif Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Surabaya Masa Khidmat 2023-2024, telah mengabaikan PERKUM diatas. Dan dalam SK tersebut, konsideran ‘mengingat’, tidak mencantumkan PERKUM sebagai dasar hukum memutuskan.
Dasar hukum yang digunakan, pilihan pasal dalam AD-ART lebih untuk melegitimasi dan menguatkan kekuasaan PBNU untuk memutuskan, padahal obyek putusan terkait dengan NU didaerah yang memiliki karakter dan kearifan kuat dalam berjam’iyyah. Untuk menguatkannya langsung merujuk pada Peraturan PBNU nomor 02/XII/2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Karteker Kepengurusan Nahdlatul Ulama. PERKUM yang mengatur Ketentuan Karteker diabaikan.
Dengan demikian, tata urutan dasar hukum organisasi yang dirujuk untuk memutuskan, tidak lazim, bahkan dilanggar sendiri. Hal demikian bisa meruntuhkan kepercayaan awam dalam berjam’iyyah, termasuk kepercayaan Nahdliyyin terhadap kepemimpinan Ulama. Padahal, kewajiban ulama untuk membimbim awam menuju keutamaan ilmu dan kemuliaan, suatu kemashlahatan lahir dan batin.
Karenanya Hadratussyeikh KH M. Hasyim Asy’ari memaklumatkan 3 (tiga) butir fatwa yang salah satunya; “mengingatkan kewajiban masing-masing ulama untuk memperhatikan ketentuan bahwa memperbaiki dan menunjukkan orang awam, mengeluarkan mereka dari gelapnya kesesatan menuju nur petunjukan serta mengentaskan mereka dari jurang kebodohan dan kehinaan menuju puncak mulianya ilmu dan keutamaan, semua itu merupakan beban tanggung jawab di pundak Ulama NU. “فإن العُلَمَاءَ أُمَنَاءُ الله على عِبَادِه; fa inna al-ulama umanaau Allah ‘ala ‘ibadihi” bahwa sesungguhnya Ulama adalah kepercayaan Allah (untuk membimbing umat manusia) di muka bumi”.
“ومِنْ ثَمَّ فَالوَاجِبُ على عُلَمَائِنا ان يضَاعِفُوا جُهُودَهُمْ وان لايُدَخِّرُوا شيئا من وُسعِهم ..., wa min tsamma fa al-wajibu ‘ala ulamaina an yudlo’ifuu juhudahum wa an la yudakhiruu syaian mn wus’ihim ...” bahwa kewajiban bagi ulama NU untuk melipatgandakan kesungguhan dan tidak menyimpan potensi mereka untuk istiqomah khidmat ‘izzul Islam wal muslimin (عِزُّ الإسلام والمسلمين) dibawah nauangan jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Dan kewajiban itu dilaksanakan dengan saling sanding menyanding, kukuh mengukuhkan, dan ganti menggantikan dengan keyakinan bahwa pertolongan Allah SWT diberikan kepada jama’ah.
Untuk itu, dalam kondisi tidak stabil pun, pelaksanaan Konfercab sangatlah penting dilakukan sebagai mekanisme Nahdliyyin ditingkat cabang untuk mengimplementasikan dan mengembangkan kebijaksanaanya dalam menentukan Kepengurusan Cabang yang definitif, efektif, dan sesuai dengan kebutuhan serta karakter masing-masing daerah. Mereka pasti bertujuan mendapatkan kepengurusan yang berkualitas agar dapat meningkatkan kualitas layanan jam’iyyah kepada Nahdliyyin, demi mashlahat hidup berjam’iyyah, beragama dan bermasyarakat bangsa.
Model penunjukan kepengurusan oleh struktur diatasnya yang terus dilakukan dan disahkan, bilapun ada kebaikannya, namun kebaikan itu tidak meresap dan menyatu dengan Nahdliyyin. Dan itu bisa berakibat pada penurunan kualitas dan kepercayaan terhadap jam’iyyah Nahdlatul Ulama di masa depan.
Maka, akhiri seteru atas nama aturan dan kewenangan. Dan, tetap konsisten pada kebijaksanaan tanpa mendegradasi tata cara berorganisasi. “وَلاَ تَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ وَاصْبِرُوْا إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِيْنَ. ( الأنفال/46 ), walaa tanaza’uw wa tadzhaba riehukum wa-shbiruw inna Allaha ma’a ash-shobirin (Q.S. Al-Anfal, 46)”; “Dan janganlah kamu saling bertengkar, nanti kami jadi gentar dan hilang kekuatanmu dan tabahlah kamu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang tabah”.
Jangan sampai ada PCNU atau PWNU saat ini dan seterusnya, bernuansa ‘Syubhat’ secara organisasi yang kepengurusannya disahkan dan dikukuhkan atas kehendak PBNU dengan dalih ‘diperbolehkan dan memiliki kewenangan’. Padahal; “إنّ الحلال بيّن وإنّ الحرام بيّن وبينهما أمور مشتبهات لا يعلمهنّ كثير من الناس فمن ِنّقى الشبهات فقد استبرأ لدينه وعرضه ...(رواه البخاري ومسلم); inna al-halal bayyinun wa inna al-haram bayyinun wa bainahuma umuurun musytabihaatun la ya’lamuhunna kastirun min an-nas, ....(alhadits), denga penegasan bahwa barangsiapa yang menghindari atau menjaga diri dari ‘syubhat’, akan terjaga kesucian dan kehormatannya. Wassalam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News