>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Dr. KH. Imam Ghazali Said. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<
Pertanyaan:
Baca Juga: Saat Kecil Saya Hina Allah dengan Kata Tak Pantas, Sekarang Saya Merasa Ketakutan
Kiai yang terhormat, di antara saudari saya ada yang sudah kawin. Di tengah keduanya menjalani hidup baru, mereka diterpa “goncangan” yang berakibat keduanya pisah untuk sementara tetapi tidak sampai muncul kata talak atau cerai. Dalam kondisi seperti itu, ibu saya melarang saudari perempuan saya itu untuk menemui suaminya. Apakah sikap ibu saya tersebut bisa dibenarkan menurut hukum Islam? Mohon penjelasan, karena ini masalah riil yang sedang kami hadapi.
Ana, Pamekasan
Jawaban:
Baca Juga: Suami Abaikan Saya di Ranjang, Ingin Fokus Ibadah, Bolehkah Saya Pisahan?
Kiranya sudah seharusnya kita termasuk keluarga Ibu menyadari bahwa keluarga dalam arti suami-istri adalah unit terkecil dalam kehidupan masyarakat yang selanjutnya menjadi komunitas-komunitas yang menjelma menjadi rakyat di suatu negara. Jika kehidupan unit terkecil dalam bentuk keluarga itu hidup harmonis, niscaya kehidupan rakyat dalam suatu negara tersebut akan juga harmonis dan berbahagia.
Islam mengajarkan manusia untuk menyambung silaturrahim, sebaliknya Islam sangat mengutuk manusia yang melakukan atau menganjurkan pemutusan silaturrahim.
Harus diingat bahwa unit terkecil dalam masyarakat itu adalah keluarga dalam arti minimal suami-istri. Dan dari suami-istri inilah terbentuk keluarga dalam arti mereka akan mempunyai anak, mereka juga mempunyai ipar, mertua dan lain-lain sebagai konsekuensi dari komunitas keluarga.
Baca Juga: Istri Sudah Saya Talak 3, Saya Ingin Menikahi Lagi, Apa Bisa?
Allah berfirman: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang tunggal, dan dari “diri” ini Allah menciptakan pasangannya (istri/suami); dan dari keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (Qs. al-Nisa [4]: 1)
Perhatikan dan renungkan firman Allah di atas, tentu Ibu akan menyadari bahwa suami-istri dalam suatu masyarakat menjadi unit keluarga yang nantinya akan menjadi induk terjalinnya hubungan silaturrahim atau terputusnya silaturrahim.
Ini berarti baik suami maupun istri akan menjadi panutan bagi anak-anak yang dihasilkannya. Jika suami dan istri tidak mampu menjaga dan menyadari bahwa mereka berdua adalah induk keluarga, maka suami-istri ini akan menjadi awal terjadinya pemutusan silaturrahim yang sangat dilarang oleh agama.
Baca Juga: Sejak Bayi Saya Ditinggal Ayah, Mau Nikah Saya Bingung
Nabi bersabda: “Orang yang memutus silaturrahim tidak akan masuk surga.” (Hr. Abu Dawud: 1488). Bahkan dalam hadis lain dosa memutuskan silaturrahim itu setara dengan pembunuhan.
Rasul bersabda: “Barang siapa yang tidak berteguran dengan saudaranya (seagama) selama setahun maka (dosanya) seperti ia telah membunuhnya. (Hr. Abu Daud)
Oleh karena itu, sang ibu mestinya menyadari bahwa sikapnya yang melarang putrinya untuk menemui suaminya adalah tindakan yang dapat dikategorikan sebagai penghalang terjadinya silaturrahim dalam hubungan suami-istri. Jika pemahaman demikian yang terjadi, maka tindakan sang ibu itu adalah haram dan termasuk dosa besar.
Baca Juga: Saya Sudah Tidak Ada Hasrat Lagi dengan Suami, Harus Bagaimana?
Para ayah atau ibu dalam suatu keluarga seharusnya menyadari bahwa ketika mereka rela untuk mengawinkan putrinya dengan pria bagaimanapun proses terjadinya, maka sejak terjadi akad dalam hukum Islam, tanggung jawab putri mereka itu sudah pindah ke tangan suami. Dan tidak sepantasnya orang tua (ayah/ibu) intervensi terhadap keluarga yang baru terbentuk itu. Biarkan mereka menyelesaikan persoalannya sendiri sebisa mungkin, kecuali dalam kondisi yang sangat terpaksa.
Jika hubungan suami-istri menghadapi gelombang kehidupan yang nyaris membahayakan dengan indikasi keduanya “pisah sementara” seperti pertanyaan Ibu di atas, maka Islam memberi jalan keluar agar masing-masing pihak, baik dari keluarga istri maupun dari kelarga suami untuk saling berusaha agar pasangan suami-istri tersebut bisa utuh kembali. Tindakan keluarga ini masuk dalam kategori perjuangan menyambungkan silaturrahim yang sangat dianjurkan oleh Islam dan akan berbuah pahala yang sangat besar.
Allah berfirman: “…jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam (juru runding) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi kekuatan untuk melakukan kebaikan (taufik) kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha pakar.”
Baca Juga: Ketidakpuasan di Ranjang, Bisa Mendorong Istri Mencari Kepuasan Ilegal
Berdasarkan penjelasan dua ayat Alquran dan beberapa hadis di atas, maka sangat jelas tindakan sang ibu yang melarang putrinya untuk ishlah dengan suaminya itu adalah termasuk dosa besar dan secara fikih diberi label hukum haram.
Semoga kita terhindar dari perbuatan yang dilarang oleh Allah tanpa kita menyadarainya. Ini yang bisa saya jelaskan semoga kita mendapatkan kekuatan untuk mengikuti ajaran-ajaran Allah dan RasulNya. Wallahu a’lam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News