Sambut Idul Adha dengan Amalan 10 Hari Pertama Bulan Zulhijah. Foto: Ist
SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Umat islam memiliki peluang untuk berlomba-lomba memperbanyak amalan di bulan Zulhijah. Hal tersebut dikarenakan semua amal ibadah tertinggi dapat dilakukan pada saat yang bersamaan di bulan ini, yaitu haji, salat, puasa, dan lain sebagainya.
Dr. Sh. Haifaa Younis memaparkan di dalam postingan instagram pribadinya @drhaifaayounis "10 Good Deeds We can do During The Month of Dhul-Hijah", yaitu; Haji, berpuasa, dzikir, tobat kepada Allah, perbarui niat, perbanyak salat, baca Al-Qu'ran dengan refleksi dan kontemplasi, perbanyak amalan khususnya mengorbankan hewan, bersifat dermawan kepada kedua orang tua, serta memaafkan sesama manusia lainnya.
"Tidak ada hari-hari dimana amal saleh lebih dicintai Allah dibandingkan hari-hari ini (artinya sepuluh hari Dhul-Hijjah). Mereka berkata, "Tidak sekalipun memerangi Jihad di jalan Allah" Dia menjawab, tidak sekalipun Jihad di jalan Allah; kecuaali orang yang keluar (berjihad) dengan dirinya dan hartanya, dan ia tidak kembali dengan sesuatu pun dari itu." (HR Bukhari).
Amalan yang sudah jelas dilakukan pada bulan Zulhijah ialah menunaikan ibadah haji bagi yang mampu ke Baitullah. Selain haji, terdapat beberapa amalan khusus yang dapat dilakukan pada 10 hari pertama bulan Zulhijah, yaitu:
1. Puasa Sunnah
Puasa sunnah dapat dilaksanakan pada tanggal 1 hingga 9 Zulhijah. Tanggal 8 dan 9 Zulhijah disebut puasa Tarwiyah dan Arafah. Keutamaan puasa sunnah tersebut ialah satu hari berpuasa setara dengan satu tahun.
"Tidak ada hari-hari yang lebih Allah sukai untuk beribadah selain sepuluh hari pertama bulan Zulhijah, satu hari berpuasa di dalamnya setara dengan satu tahun berpuasa, satu malam mendirikan salat malam setara dengan salat pada malam Lailatul Qadar." (HR AT Tirmidzi).
Adapun keutamaan puasa Tarwiyah dan Arafah secara khusus adalah dapat menghapus dosa yang lalu.
"Puasa hari Tarwiyah dapat menghapus dosa setahun. Puasa hari Arafah dapat menghapus dosa dua tahun." (HR Abu Syekh Al-Ishfahani dan Ibnu Najar).
