SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) tanggapi lagu Halo-Halo Bandung yang diduga dijiplak Malaysia dan diubah menjadi "Hello Kuala Lumpur".
Min Usihen selaku Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham mengatakan, menghargai hak cipta dan menghormati karya orang lain seharusnya merupakan suatu prinsip dasar dalam menjaga keberlanjutan ekosistem kreatif, ekonomi dan budaya.
Baca Juga: Apakah Daun Pepaya Baik untuk Kesehatan Kulit? Simak Penjelasannya
Menurut Min, masyarakat di seluruh dunia seharusnya memahami esensi perlindungan hak cipta dan menghargai karya orang lain. Sebaiknya jika ingin menggunakan sebagian maupun secara keseluruhan suatu karya orang lain, seharusnya meminta izin terlebih dahulu kepada penciptanya sebagai bentuk menghargai hak moral pencipta karya.
Min menegaskan bahwa seseorang atau pihak lain yang mengambil musik ataupun mengubah lirik dari suatu karya tanpa meminta izin serta tidak mencantumkan nama penciptanya patut diduga melakukan pelanggaran hak cipta atas hak moral.
"Jika lagu tersebut diunggah ke platform digital, hal itu juga akan merugikan pencipta maupun pemegang haak cipta baik dari sudut pandang hak moral maupun hak ekonomi," jelasnya.
Baca Juga: Benarkah Ubi Jalar Bagus untuk Gula Darah Tubuh? Ini Penjelasannya
Min menjelaskan bahwa perlindungan hak cipta berlaku secara universal di seluruh negara yang telah meratifikasi Konvensi Bern, salah satunya Indonesia.
"Mengacu pada ketentuan Pasal 5 Konvensi Bern, maka Karya Cipta lagu Halo-Halo Bandung yang diciptakan Ismail Marzuki secara otomatis dilindungi di seluruh negara anggota Konvensi Bern yang sampai saat ini berjumlah 181 negara termasuk di Malaysia sebagai anggota konvensi Bern atas hak eksklusif yang dimiliki oleh Pencipta/Pemegang Hak Cipta atas lagu tersebut," ujar Min.
Jika pencipta sudah meninggal dunia, maka kuasanya akan turun ke ahli waris yang memiliki hak eksklusif untuk melarang atau mengizinkan pihak lain dalam melaksanakan hak cipta yang dimilikinya.
Baca Juga: Resep Kue Apem Kelapa Muda Gurih dan Lembut
Apabila terjadi dugaan pelanggaran, penegakan hak cipta sudah seharusnya diawali dengan pendekatan alternative dispute resolution (ADR) atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang didasari konsensus oleh para pihak. Hal itu dilakukan dengan bantuan pihak ketiga ataupun netral.
"DJKI sebagai focal point kekayaan intelektual Indonesia dapat mengambil peran menjadi pihak netral yang menjembatani penyelesaian sengketa tersebut," jelas Min.
(ans)
Baca Juga: 5 Manfaat Labu Kuning untuk Mengobati Penyakit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News