Catatan Nasab Domain Private, Bukan Konsumsi Publik

Catatan Nasab Domain Private, Bukan Konsumsi Publik Mukhlas Syarkun.

Oleh: Mukhlas Syarkun

Al-Quran telah menjelaskan kemuliaan manusia bukan ditentukan oleh asal usul biologis. Oleh karena itu, tidak ada manusia yang memiliki keagungan dan kemuliaan atas dasar biologis atau garis keturunan, sebab manusia memiliki derajat yang sama (walaqod karromna bani Adama) dan kemudian diperjelas dengan sabda nabi, “Allah tidak melihat sisi lahiriya” (harta, tahta dan asal usul), tetapi yang dilihat Allah adalah kebersihan hati.

Baca Juga: Pro-Kontra Tesis Kiai Imaduddin Soal Nasab Ba'Alawi

Kisah putra Nabi Nuh Kan’an, yang kemudian tenggelam bersama kaum yang durhaka, meskipun Nabi Nuh berusaha untuk menyelamatkannya namun gagal. Hal ini menjadi pengajaran, bahwa asal usul keturunan tidak membuat seseorang selamat dari keburukan yang dibuat. Penegasan SAW, “Seandainya putriku Fatimah mencuri, maka aku akan memtong sendiri.” menunjukkan semua manusia sama dimata hukum.

Semua itu menjadi dasar dalam Islam, dan karenanya tidak ada keistimewaan atas dasar biologis, tetapi kemuliaan seseorang dalam prespektif Islam ditentukanan oleh keimanan, ketakwaan dan ilmu yang kemudian diperjelas oleh nabi sebagai pewarisnya, tentu ulama yang memenui kriteria “Takut kepada Allah”.

Dengan demikian, sekali lagi menjadi jelas bahwa soal nasab bukan sesuatu yang dibanggakan. Oleh karena itu, bagi mereka yang memiliki tersambung sampai (nabi, walisongo, raja-raja), maka hal itu adalah catatan yang bersifat privasi (internal) untuk konsumsi dilingkungan keluarga saja, bukan untuk konsumsi pablik dan semua pihak harus menghormati atas hak privat tersebut.

Baca Juga: Bagaimana Hukum Mintakan Ampun Dosa dan Nyekar Makam Orang Tua Non-Muslim?

Namun, jika dan atau gelar kehormatan yang berbasis nasab di sampaikan di ruang publik, maka hal itu menjadi ranah publik dan dapat berdampak buruk (mafsadah dan madharat) baik dari segi ajaran Islam, maupun dari segi perundang-undangan khususnya UU ITE.

Risiko Dipidana

Dalam dimensi syariah dan dalam konteks negara hukum seperti NKRI ini, maka bagi mereka yang mengumumkan nasab ke publik terdapat mafsadah dan kemadharotan :

Baca Juga: Dialog Tuhan Satu dan Tuhan Banyak, Tafsir Al-Quran Aktual HARIAN BANGSA

Pertama, mafsada dalam dimensi ruhani (tasawuf), ia berpotensi menjadi amalan riya', sementara riya' adalah bagian dari perbuatan yang tercela (mudzmumah) sifat riya’ juga yang membawa ke neraka wail (surah Al-Ma’un)

Kedua, fenomena yang terjadi selama ini, keunggulan nasab (seperti nasab wali, raja-raja) memotivasi seseorang berbangga diri dan tinggi hati. Sementara berbangga diri dan tinggi hati adalah sifat iblis, yang ketika itu menolak perintah Allah sujud kepada Nabi Adam disebabkan merasa asal-usul (nasabnya) lebih mulia (berkualitas) karena secara biologis dari api, dibanding Nabi Adam asal-usulnya dari tanah liat (min thini lazib).

Ketiga, dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara yang telah diatur oleh tata aturan hukum positif, khususnya UU ITE .

Baca Juga: Mengenal Jam'iyah Ruqyah Aswaja, Dakwah Lewat Pengobatan ala Nabi Muhammad

Oleh sebab itu, bagi mereka yang memiliki , jika diumumkan di depan publik harus dihindari, sebab akan berimplikasi dapat dipidana jika tidak mampu menghadirkan pembuktian otentik yang ditetapkan oleh pengadilan. Jika tidak ada bukti otentik, masuk ke kategori menyebar berita bohong dan dapat dipidana.

Oleh karena itu, sebaiknya dijadikan sebagai prasasti pribadi dan tidak diumumkan di ruang publik mengikuti kaidah sad Al-Dzari’ah (upaya prefentif) dan juga kaidah 'dar-ul Mafasid Muqaddamun' menghindari hal yang buruk terjadi sangat diutamakan.

Mengumumkan ke publik, juga menimbulkan perselisihan (seperti sekarang ini), maka sebaiknya dihindari 'Khuruju ‘anil ikhtilaf Mustahabbun' keluar dari zona problem atau pertentangan sangat dianjurkan.

Baca Juga: Bolehkah Berdoa Buruk ketika Terdzalimi? Ini Penjelasan Kiai Abd Salam Nawawi

Karena itu, mari kita semua berlomba -lomba memberi kontribusi positif (fastabuqul khairat), bukan berlomba-lomba membangga-banggakan nasab karena itu primitif dan warisan Jahili yang sudah dihapus oleh nabi. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Pandemi, Ketua TP PKK Kabupaten Mojokerto Ajak Anggotanya Peduli Sesama':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO