MAKKAH, BANGSAONLINE.com - Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said, M.A., mengingatkan pemerintah agar tidak memaksakan murur kepada jemaah haji.
Bahkan, Wakil Rais Syuriah PCNU Surabaya itu minta agar kebijakan murur dievaluasi, karena mabit (bermalam) di Muzdalifah wajib bagi jemaah haji.
Baca Juga: Demi Ibadah ke Makkah, Ibu di Jombang Daftar Umroh Pakai Uang Koin
"Bagi jemaah yang ikut murur tanpa uzur syar’i, ya terkena DAM," kata Prof Imam Ghazali Said kepada BANGSAONLINE, Jumat (21/6/2024) malam.
DAM adalah denda atau tebusan yang harus dibayarkan karena melanggar salah satu rukun atau syarat haji. DAM yang dimaksud adalah menyembelih kambing.
Menurut Prof Kiai Imam Ghazali, murur artinya jemaah haji hanya melintas, alias tidak bermalam di Muzdaifah. Jadi, seusai wuquf di Arafah, jemaah haji diangkut naik bus menuju Muzdalifah. Tapi sampai di Muzdalifah, para jemaah haji tidak turun dari bus. Hanya busnya saja dipelankan lajunya.
Baca Juga: Keluarga Sambut Kepulangan Jamaah Haji Kabupaten Kediri
Nah, dari dalam bus itulah para jemaah haji berniat mabit atau bermalam. Tapi mereka tak turun, apalagi menginap. Mereka langsung menuju Mina.
Menurut Prof Kiai Imam Ghazali, murur diperbolehkan, tapi khusus bagi jemaah haji yang uzur syar’i.
Apa contoh uzur syar’i? “Sakit jantung yang jika terkena angin malam bisa berakibat fatal, terkena penyakit yang daya ingatnya menurun dan yang lain,” kata Prof Kiai Imam Ghazali memberi beberapa contoh uzur syar’i.
Baca Juga: Satu Jamaah Haji dari Situbondo Meninggal di Madinah
Prof Kiai Imam Ghazali secara tegas menyatakan bahwa mabit itu wajib bagi jemaah haji.
"Hadis tentang Siti Saudah yang minta izin kepada Nabi untuk berangkat menuju Mina lebih dahulu kurang relevan untuk menjadi dasar murur itu boleh. Sebab Siti Saudah itu sudah mabit bersama Nabi, tetapi mabitnya tidak lama seperti Nabi," tegas Prof Kiai Imam Ghazali yang tahun 2024 ini kembali membimbing jemaah haji KBIH Takhobbar Surabaya.
Lalu bagaimana hukum hajinya, jika jemaah haji murur tidak uzur syar’i dan juga tidak bayar DAM?
Baca Juga: Jemaah Haji Indonesia 2024 Banyak yang Kena Diare, Kemenag Minta Evaluasi Makanan di Arab Saudi
Sembari menegaskan kembali bahwa mabit (bermalam) di Muzdalifah adalah wajib haji, Prof Kiai Imam Ghazali mengatakan, jika jamaah haji meninggalkannya, maka hajinya tetap sah.
"Tapi jika ia tak mau membayar DAM, maka hajinya 'digantung' alias belum sempurna, sampai ia membayar DAM. Jika ia terus tak membayar DAM sampai meninggal, maka ia punya 'utang pada Allah' dan hajinya digantung. Sebaiknya ahli warisnya melunasi utangnya itu," kata pengasuh Pesantren Mahasiswa An-Nur Wonocolo Surabaya itu.
Lalu siapa yang bertanggung jawab jika jemaah haji ikut skema murur tapi tidak uzur syar'i dan tidak juga tak bayar DAM?
Baca Juga: Kenapa Malaikat Jibril Kirim Salam ke Sayyidah Khadijah, Tebersit saat Khofifah Ziarah ke Ma'la
"Infonya NU dan Muhammadiyah sudah mengeluarkan fatwa tentang Murur ini. Jika fatwa ini salah, maka tiga pihak bertanggung jawab, pemerintah, NU, dan Muhammadiyah," ujar Prof Kiai Imam Ghazali Said.
Seperti diberitakan, Pemerintah - dalam hal ini Kementerian Agama RI - menerapkan kebijakan murur bagi para jemaah haji. Tujuannya untuk menjaga keamanan dan keselamatan jemaah haji akibat kepadatan dan penumpukan jemaah haji di Muzdalifah saat puncak ibadah haji.
Bahkan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Coumas menyatakan bahwa salah satu kunci sukses pelaksanaan jemaah haji tahun ini adalah kebijakan smart card atau kartu nusuk dan skema murur.
Baca Juga: Alasan Pj Bupati Probolinggo Pulang Haji Lebih Awal
Lalu bagaimana dengan pendapat ulama yang mengatakan bahwa mabit di Muzdalifah itu hukumnya sunnah, bukan wajib? Silakan ikuti berita di BANGSAONLINE selanjutnya. (MMA)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News