
Menurunya, tanggal 25 November adalah satu-satunya tanggal yang tepat untuk diperingati sebagai Hari Keris Nasional. Tanggal itu merujuk pada pengakuan UNESCO terhadap keris Indonesia sebagai Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan pada tahun 2005.
“Banyak tokoh yang berjuang membawa keris ke dunia internasional bahkan telah wafat, dan mengabaikan pengakuan UNESCO sama dengan menghapus sejarah mereka,” tambah Nurjianto.
Selain alasan historis, lanjut dia, tanggal 25 November juga didukung oleh data akademik. Kajian kolaboratif tahun 2018 antara Puslitjakdikbud Kemendikbud RI dan Litbang Senapati Nusantara mencatat bahwa 90,1% responden masyarakat budaya mendukung 25 November sebagai Hari Keris Nasional.
Masih menurut Nurjianto, penolakan ini bukan tanpa dasar. Dalam kajian akademik kolaboratif tahun 2018 antara Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan (Puslitjakdikbud) Kemendikbud RI dan Litbang Senapati Nusantara, tercatat 90,1% responden menyatakan bahwa 25 November adalah tanggal yang paling tepat untuk dijadikan Hari Keris Nasional. Hanya 8,3% yang menyebut tanggal alternatif seperti 4 November.
"66,8% responden menyebut Hari Keris diperlukan untuk pelestarian budaya. Kajian ini melibatkan ahli budaya, akademisi, komunitas, dan publik dari berbagai daerah. Kami tidak menolak Hari Keris, tapi kami menolak pemalsuan sejarah. Keris bukan alat selebrasi organisasi. Keris adalah pusaka bangsa, yang ditetapkan dunia bukan ditentukan oleh ulang tahun kongres,”tegas Nurjianto.
Ditambahkan Nurjianto, Senapati Nusantara mengajak seluruh masyarakat untuk terus mengawal perjuangan ini hingga pemerintah menetapkan 25 November sebagai Hari Keris Nasional yang sah, bermartabat, dan sejalan dengan pengakuan dunia.
Sebagaimana diketahui, Menteri Kebudayaan RI yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Serikat Nasional Keris Indonesia (SNKI), Dr. Fadli Zon, secara sepihak mencanangkan 19 April sebagai Hari Keris Nasional dalam sebuah acara resmi di Universitas Brawijaya, Malang, pada 19 April 2025. (uji/van)