
PACITAN, BANGSAONLINE.com - Ziarah kubur disertai dengan tabur bunga, merupakan tradisi yang selama ini masih terus dilestarikan bagi sebagian besar umat Islam di Kabupaten Pacitan. Tradisi ini biasanya dilakukan menjelang datangnya bulan Suci Ramadhan. Bahkan hampir di setiap desa, tradisi semacam itu dilaksanakan secara gotong-royong atau biasa disebut dengan gugur gunung. Warga secara bergantian mendatangi tempat pekuburan sanak-saudara atau orang tuanya sambil melakukan bersih-bersih.
Tradisi seperti itulah yang dimanfaatkan para penjual kembang tabur dadakan. Mereka sengaja menggelar dagangan di gapura-gapura pintu masuk pemakaman. Meski hanya setahun sekali, mereka memanfaatkan moment tersebut, dengan harapan meraup untung.
"Alhamdulillah Mas (wartawan), meski hanya berjualan kembang, tapi lumayan bisa buat kebutuhan keluarga," aku Aprianti, salah seorang penjual kembang tabur dadakan di gapura pemakaman Giri Sampoerna, Pacitan, Senin (15/5).
BACA JUGA:
Untuk berjualan kembang saat menjelang bulan puasa itu, ia mengaku sudah melakoninya sejak berpuluh tahun silam. Termasuk keluarga besarnya juga memanfaatkan hal yang sama. "Ini sudah tradisi turun-temurun. Keluarga kami banyak yang berjualan kembang di beberapa pemakaman lainnya," tutur Aprianti yang diikuti anggukan kepala dari Sumiati, ibu kandungnya.
Untuk satu bungkus kembang boreh, lanjut dia, para peziarah makam cukup merogoh kocek tak lebih dari Rp 2.000. Rata-rata setiap rombongan peziarah membeli antara 5 hingga 10 bungkus kembang. "Rata-rata satu harinya bisa laku sampai 50 bungkus," bebernya pada pewarta.
Meski terbilang murah, namun Apriati mengaku bisa mendapatkan keuntungan lumayan besar. Sebab hampir semua kembang tabur itu dipetik dari perkebunan miliknya. Hanya sebagian yang harus dikulak. Seperti bunga mawar misalnya. "Yang lainnya sudah ada di kebun rumah. Jadi tinggal metik saja," akunya.
Tradisi ziarah kubur itu biasanya akan terus berlangsung hingga H-1 Ramdhan nanti. (yun/rev)