
PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Pengasuh Ponpes Raudlatul Hasanah, K.H. Ahmad Fauzi, angkat bicara terkait fatwa haram terhadap penggunaan sound horeg yang baru-baru ini dikeluarkan melalui forum Bahtsul Masail dalam rangka Satu Muharram 1447 H di Pondok Pesantren Besuk, Kejayan, Kabupaten Pasuruan. Ia menyarankan agar fatwa tersebut sebaiknya ditinjau ulang.
"Lebih baik fatwa sound horeg itu dikaji ulang," ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu (2/7/2025).
Menurut dia, umat Muslim Indonesia secara umum sudah memahami batas-batas antara hal yang haram, bermudarat, atau masuk kategori maksiat. Namun demikian, ia menilai selama praktik sound horeg masih dapat dikendalikan dan dikondisikan, maka pendekatannya tidak perlu terlalu ekstrem.
"Sebab di wilayah Pasuruan ini masih banyak moral sosial di tengah masyarakat yang lebih parah dari sound horeg tersebut," tuturnya.
Kiai Fauzi juga menyoroti praktik-praktik seperti prostitusi di Tretes, Pasarbaru Ngopak, dan Karanganyar, serta karaoke di Gempol 9 dan tempat karaoke berkonsep ruangan (room) lainnya, yang menurutnya justru lebih merusak moral masyarakat.
"Dikatakan itu haram saya setuju, tapi lebih setuju lagi kalau itu tidak difatwakan. Atau karaoke, orkes, prostitusi, pengajian umum pendakwahnya perempuan, itu yang mestinya dikeluarkan haram," cetusnya.
Ia menjelaskan, fenomena sound horeg tidak hanya ada di Pasuruan, tetapi juga telah menjadi bagian dari tradisi dan kultur di wilayah lain seperti Malang, Sidoarjo, Mojokerto, bahkan di berbagai daerah di Indonesia.
"Kalau itu diharamkan, gimana dengan kondisi tradisi di Indonesia yang sudah berbagai macam kultur?" ucapnya.
Sementara itu, dalam Forum Satu Muharram 1447 H yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren Besuk, fatwa haram terhadap sound horeg dikeluarkan secara tegas, tanpa mempertimbangkan apakah suara tersebut mengganggu atau tidak.
Pengasuh Ponpes Besuk, K.H. Muhibbul Aman Aly, menekankan bahwa keputusan tersebut lebih didasari pada dampak sosial dan konteks penggunaan istilah “sound horeg” itu sendiri.
"Kami putuskan perumusan dengan tidak hanya mempertimbangkan aspek dampak suara, tapi juga mempertimbangkan mulazimnya disebut dengan sound horeg bukan sound system," jelasnya, sebagaimana dikutip dari beberapa media sosial.
K.H. Fauzi berharap agar fatwa tersebut tidak bertentangan dengan tradisi yang sudah berkembang di masyarakat. Ia juga mengingatkan pentingnya menjunjung nilai-nilai kebangsaan.
"Dasar negara kita itu Pancasila, UUD 1945, dan menjunjung tinggi nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika. Janganlah kita selaku warga NKRI mengabaikan hal itu," pungkasnya. (afa/mar)