Sumamburat: Saatnya Bertahannuts

Sumamburat: Saatnya Bertahannuts Suparto Wijoyo

Oleh: Suparto Wijoyo *

PEGUNUNGAN itu bernama Jabal Nur yang berjarak sekitar 2 mil dari Makkah. Di tepian puncaknya “bertahta” Gua Hira yang panjangnya berukuran 1,8 meter dan lebar 0,8 meter. Gua ini fisiknya tampak sempit dan sulit dijangkau, tetapi memiliki “keluasan yang mukjizat telah disematkan” hingga menjadi wahana dan saksi atas risalah kenabian Baginda Rasulullah Muhammad SAW. 

Gua Hira memanggungkan daya jangkau yang sangat Rabbani. Semesta dikreasi oleh-Nya dan Allah SWT menuangkan sabda “rahmatan lil ‘alamin” justru bermula dari Gua Hira ini. Gua yang Nabi Muhammad SAW menemukan cara “menenangkan batin” dengan beruzla, berkhalwat, bertapa, menyendirikan diri, bertahannuts untuk menangkap pesan Rabb-nya dalam hening, dalam sunyi, dalam sepi.

Tahannuts adalah areal kontemplasi me-nyuwung-kan jasad memetik sukma yang mampu mengatasi ketidakterjangkauan raga meski amat lekat dalam jiwa. Kanjeng Nabi Muhammad SAW menempuh jalan hening itu pada saat situasi publiknya berada pada puncak kejahiliaan. Masyarakat jahiliyah yang membuncah tentu saja bukan gerombolan orang bodoh dalam artian literatif tetapi “keterhijaban” batin khalayaknya, sehingga “gelap-gulita” ruhaninya tanpa mampu menemukan cahaya Tuhannya. 

Penyembahan berhala dan pemberhalaan materi adalah wujud paling kelam tingkat kebiadaban yang tidak mengenal peradaban nalar sehat. Manusia-manusia itu seperti kerumunan tanpa adab yang jauh dari nilai-nilai hakikiyah penciptaan insani.

Pembunuhan dan penguburan bayi-bayi perempuan serta merendahkan derajat wanita merupakan “cawan kedunguan” yang melebihi batas-batas kehayatan. Kultur yang mentradisi ini hanya mampu “disemat” kaum yang berperadaban barbar tanpa petunjuk walau betapa majunya perekonomian dan perdagangan. Makkah sangat kaya dengan devisa dari hasil lintasan para kafila dagang dan ramainya ekspor-impor pada lingkup transaksi internasional. 

Pengusaha dan konglomerasi bertengger menjulangkan Makkah sebagai pusat perdagangan kawasan regionalnya tanpa mampu ditandingi yang lainnya. Keberadaan Ka’bah (Baitullah) maupun Sumur Zam-zam yang sejak semula merupakan tetenger supremasi teologis, justru digunakan sebagai arena “festival patung” sekaligus “kawasan ekonomi khusus” Bangsawan Quraisy yang jahil. Sampai tataran “era jahiliyah” ini niscaya “kejahiliaan itu” membutuhkan “pencerah zaman”.

Kondisi ini sangat perih dirasakan dalam kerangka misi penciptaan manusia yang telah lama mendapatkan bimbingan hidup melalui kehadiran para nabi dan rasul. Moralitas dan akhlak menurut ukuran “nalar iman yang sehat” telah runtuh serta manusia berada pada derajat yang dzalim. Kekelaman adab ini harus diatasi agar manusia memiliki peradaban. 

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO