Penempatan Monumen Tugu Lontar di Perempatan Kebomas Salah Alamat

Penempatan Monumen Tugu Lontar di Perempatan Kebomas Salah Alamat Gilang Adiwidya (45), menunjukkan tugu lontar yang baru dibangun oleh PT. Smelting. foto: ist.

GRESIK, BANGSAONLINE.com - Gilang Adiwidya (45), Anggota Perkumpulan Kaum Giri/Makam Sunan Giri menilai keberadaan Monumen Tugu Lontar di perempatan Kebomas Gresik salah alamat. Alasannya, penempatan Tugu Lontar tersebut tak mencerminkan sejarah wilayah Kebomas, khususnya Giri.

"Seharusnya, yang dibangun Kerbau Emas yang dinaiki bocah (anak, Red) bercaping," ujar Gilang Adiwidya kepada BANGSAONLINE.com, Sabtu (4/1).

Baca Juga: Hadiri Haul Bungah, Plt Bupati Gresik Ingatkan Agar Tak Ada Perebutan Kekuasaan

Gilang menceritakan sejarah Kebomas, adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Gresik yang berdekatan dengan pusat pemerintahan Kota Gresik. Dikatakan Gilang, Desa Giri terkenal karena keberadaan Makam Sunan Giri, sedangkan Desa Sidomukti terkenal adanya Situs Cagar Budaya "Giri Kedaton" atau Tempat Pilihan Sunan Giri.

Menurut Gilang, nama 'Emas' di kata 'Kebomas' karena melihat masa kejayaan pengrajin emas di Desa Giri Kebomas. Di Giri, ada dua posisi pengrajin emas yaitu Juragan dan Porang. Juragan adalah pengrajin yang punya emas sendiri untuk dikerjakan sendiri sesuai pesanan.

"Sehingga, jika dilihat secara spiritual, maka bisa kita dapatkan ilmu karomah Kanjeng Sunan Giri pada masa memimpin Raja Giri ketika berhadapan dengan Raja Brawijaya," katanya.

Baca Juga: Banggar DPRD Gresik Pastikan Target PAD 2024 Senilai Rp1,597 Triliun Tak Tercapai

"Pada saat Sunan Giri berkeinginan untuk menaklukkan kerajaan Majapahit, namun Raja Majapahit bernama Raja Brawijaya menantang Sunan Giri untuk menunjukkan seberapa pantas kerajaan Giri Kedaton menaklukkan kerajaan besar seperti Kerajaan Majapahit. Kemudian, atas kuasa Allah SWT, di daerah sekitar Telaga Pegat terdapat seekor kerbau Bule (warna bulu keemasan) yang dijadikan oleh Kanjeng Sunan Giri menjadi Kerbau berwujud Emas," cerita Gilang.

Melihat hal itu, lanjut Gilang, Raja Brawijaya berpikir, satu ekor kerbau saja dapat disulap menjadi berkuintal-kuintal emas, sedangkan di sekitar Kerajaan Giri banyak sekali terdapat kerbau. Jika semua kerbau disulap menjadi emas, maka tidak akan dapat terhitung kekayaan Kerajaan Giri.

“Akhirnya Raja Brawijaya pun mengakui kebesaran Kerajaan Giri. Sejak saat itulah daerah di sekitar Telaga Pegat dijuluki sebagai daerah Kebomas. 'Kebo' yang berarti 'Kerbau' dan 'Mas' yang berarti 'emas'," ungkap Gilang.

Baca Juga: Di Ponpes Tanbihul Ghofilin, Plt Bupati Gresik Sosialisasikan Cegah Kekerasan Perempuan dan Anak

Karena itu, tambah Gilang, diresmikannya Tugu Lontar di perempatan Kebomas oleh Bupati Sambari Halim Radianto baru-baru ini, bisa merubah filosofi Kebomas. Ia sebagai masyarakat Giri mengaku prihatin.

"Mengapa? Karena tidak mewakili sejarah dan budaya, khususnya di Kebomas, alias salah penempatan. Tugu Lontar seharusnya ditempatkan di perempatan Sentolang, bukan di perempatan Kebomas, karena keberadaan pohonnya banyak di daerah sana," katanya.

"Seharusnya yang ditempatkan di perempatan Kebomas adalah Kebo Emas, seperti kata Mas Rukhin (47), seorang pandai besi di jalan Sunan Giri No .1 Kelurahan Kebomas Kecamatan Kebomas saat saya datangi," tambahnya.

Baca Juga: Pendukung Kotak Kosong di Gresik Soroti Rendahnya PAD 2024

Pada kesempatan ini, Gilang juga menyorot rencana bupati yang akan membangun Monumen Gardu Suling (Garling) di perempatan Gedung Nasional Indonesia (GNI), Jalan Pahlawan. Ia meminta agar pembangunan monumen itu dibatalkan.

"Sebab, lokasinya di depan pintu masuk gerbang utama kawasan Wisata Religius Makam Pusponegoro dan Makam Malik Ibrahim. Seharusnya, di sana dibuatkan Gapura Raksasa mewakili Kampung Gapura dengan ornamen Gapuro Poesponegoro Bupati Pertama Gresik," pungkasnya. (hud/ns)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO