LAMONGAN, BANGSAONLINE.com - Tradisi jamuan atau makan bersama setiap tanggal 27, bulan Jumadilawal telah berlangsung di Desa Tlemang, Kecamatan Ngimbang, Kabupaten Lamongan.
Nyanggring, begitu warga Desa Tlemang menyebut jamuan tersebut. Jamuan makan ini menyajikan masakan berbahan dasar ayam yang dibuat sederhana, serta dengan bumbu seadanya yang berasal dari daerah setempat.
Baca Juga: Ultraman Turun Tangan Bantu Warga Terdampak Kekeringan di Lamongan
"Nyanggring ini untuk jamuan. Dulu ada seperti prajurit, mengundang teman-teman untuk jamuan makan, mengerahkan murid-muridnya untuk memasak Sanggring ini," kata Aris Pramono, Kepala Desa Tlemang, Jumat (24/1).
Menurut Aris, Nyanggring atau jamuan dengan masakan yang bernama Sanggring ini berbahan ayam hasil pemberian warga Tlemang. Setiap keluarga memberi ayam bersama dengan bumbu jangkep serta kayunya.
"Terserah yang ngasih, ayam jantan atau betina terserah. Kalau dulu harus berwarna hitam, kalau sekarang tidak,” jelasnya.
Baca Juga: Polres Lamongan Amankan 11 Tersangka Pengedar Narkoba, 2 di antaranya Pasutri asal Surabaya
Bahan Sanggring tersebut dimasak oleh 40 orang laki-laki. Dan dimasak dengan menggunakan tiga buah kenceng (wajan besar) peninggalan leluhur.
"Harus dimasak laki-laki, karena Nyanggring ini juga menjadi salah satu ritual penyucian, orang laki-laki kan nggak punya hadas," sebut Aris.
Waktu matang dan dibagikan tak cuma penduduk setempat, warga dari luar Desa Tlemang juga berduyun-duyun datang. Mereka ingin mencicipi Sanggring yang hanya boleh dibuat oleh kaum pria.
Baca Juga: Resmikan YES Corner Perpusda Lamongan, Bupati Yuhronur Sumbang Ratusan Buku Pribadinya
Sebab, masakan Sanggring yang berasal dari Sangkaning Wong Gering (obatnya orang sakit) ini menjadi santapan spesial satu tahun sekali bagi warga Tlemang dan sekitarnya. "Sanggring ini dipercaya bisa sebagai obat ini," bebernya.
Sedangkan Budayawan Lamongan Hidayat Eksan, yang membacakan sejarah singkat ritual Mendhak atau Nyanggring ini berhubungan dengan keberadaan tokoh sentral dalam sejarah Desa Tlemang, yakni Ki Buyut Terik.
Baca Juga: Bupati Yuhronur Berangkatkan Seratus Rit Air Bersih untuk Dua Kecamatan di Lamongan
"Nama Ki Buyut Terik itu sendiri merupakan gelar yang diberikan oleh masyarakat karena kesaktiannya menumbuhkan batang pohon yang sudah kering," ungkapnya.
Ki Buyut Terik pendiri Desa Tlemang bernama asli Raden Nurlali, lanjut Hidayat, adalah keluarga raja Mataram, sekitar tahun 1677 meninggalkan Kerajaan Mataram karena merasa kecewa dan tidak senang, karena ada campur tangan Kolonial Belanda terhadap Kerajaan Mataram.
"Dalam pengembaraannya, Ki Terik menuju ke Jawa Timur mengabdi dan berguru pada Sunan Giri di Gresik. Oleh Sunan Giri, beliau dipandang cakap. Setelah beberapa waktu menimba ilmu, maka Ki Terik (Raden Nurlali) diberi tugas untuk menyebarkan agama Islam di daerah Lamongan," lanjutnya.
Baca Juga: Sempat Tak Direstui Orang Tua, Wanita Asal Lamongan ini Menikahi Pria Korsel
Hidayat menuturkan, keberhasilan Ki Terik dalam menyebarkan agama Islam dan menumpas penjahat di daerah Lamongan, akhirnya Raden Nurlati diangkat menjadi pemimpin masyarakat Desa Tlemang. Untuk meresmikan pengangkatannya, secara formal diadakan upacara wisuda pada bulan Jumadilawal tanggal 27. Pada acara ini dihadiri oleh Sunan Giri dan para tamu sahabat-sahabat Raden Nurlali.
"Untuk menghormati para tamu yang hadir dalam wisudanya tersebut, maka Ki Terik mengerahkan warganya untuk menyajikan masakan sederhana dengan bumbu seadanya yang berasal dari daerah setempat, yang oleh masyarakat setempat disebut Sanggring," tuturnya.
"Kegiatan wisuda inilah oleh masyarakat setempat diberi nama selamatan Sanggring dan dilestarikan hingga sekarang karena dipercaya dapat menjadi obat segala penyakit. Adapun maksud dan tujuan dari masyarakat Desa Tlemang beserta para pemimpinnya, adalah agar selalu mendapat rahmat dan keselamatan dari Tuhan Yang Maha Esa," pungkasnya.
Baca Juga: Kepala Kemenag Lamongan Launching Aplikasi Audiobook Bimwin
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lamongan Ismunawan mengapresiasi warga Tlemang yang masih tetap menjaga tradisi warisan leluhur. "Desa Tlemang sudah uri uri budaya, itu kita apresiasi," katanya.
Sebab, kegiatan uri uri budaya ini tetap berlangsung di tengah masuknya budaya-budaya dari luar. "Dengan begini yang tua mengajarkan budaya ke yang muda. Jangan sampai semangat Ki Buyut Terik ini tidak menurun. Nilai luhur budaya harus kita pertahankan dan kita peringati terus," tegas Ismunawan. (qom/ian)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News