BANGSAONLINE.com – Keberadaan satelit di angkasa raya, untuk penunjang berbagai teknologi, kini dibidik untuk dihancurkan pihak berseteru. China dan Rusia, telah lebih dulu meluncurkan satelit pembunuh di angkasa raya. Satelit pembunuh inilah yang diarahkan untuk menghancurkan satetit-satelit vital milik berbagai negara.
Inteligen di Tokyo mendapat data, bahwa satelit pembunuh milik China dan Rusia telah mendekati orbit satelit Jepang yang befungsi vital untuk lalu lintas data intelijen Jepang. Maka ketegangan Tokyo dengan Beijing dan Moskow meningkat tajam.
Baca Juga: Destinasi Wisata Terpopuler di Jepang: Panduan Lengkap untuk Liburan Anda
"Satelit pembunuh" China dan Rusia terdeteksi mendekati satelit Jepang, menurut sumber pemerintah di Tokyo, meningkatkan kekhawatiran bahwa Beijing dan Moskow mempraktikkan cara untuk menonaktifkan atau menghancurkan sistem yang sangat penting bagi pengumpulan data intelijen dan kemampuan pertahanan Jepang.
Mengutip seorang pejabat tinggi pemerintah di Tokyo, surat kabar Yomiuri melaporkan, Washington khawatir ketika satelit Rusia Cosmos 2542 berulang kali mendekati satelit pengintaian AS awal tahun ini.
Dipercaya bahwa pesawat ruang angkasa Rusia cukup dekat untuk memperoleh rincian fotografi dari satelit AS, sementara itu ditakutkan, ada serangan penghancuran atau membunuh satelit, hanya dengan menggunakan proyekti kecil, tapi langsung mengarah ke komponen vital.
Baca Juga: Perjanjian Internasional Akhiri Pencemaran Plastik Gagal, Negosiasi Akan Dilanjut Tahun Depan
China juga dipahami telah membuat kemajuan signifikan dalam persenjataan luar angkasa, termasuk "satelit pembunuh", rudal atau laser anti-satelit yang diluncurkan di bumi atau darti satelti.
Menghancurkan atau merusak akses Amerika Serikat ke informasi real-time tentang aktivitas musuh akan secara efektif berarti perang angkasa telah dimulai. "China dan Rusia juga melakukan manuver serupa di satelit mereka ke satelit Jepang," kata pejabat Jepang itu kepada Yomiuri.
Cina meluncurkan bagian terakhir sistem Satelit Navigasi BeiDou ke orbit Tiongkok meluncurkan bagian terakhir sistem Satelit Navigasi BeiDou ke orbit
Baca Juga: Mengapa Jupiter Punya Cincin, Sedangkan Bumi Tidak? Ini Penjelasannya
Informasi detil diharapkan datang dari AS, karena Tokyo saat ini tidak memiliki kemampuan untuk memantau kegiatan Beijing atau Moskow di luar angkasa.
Lance Gatling, seorang analis kedirgantaraan yang berbasis di Tokyo, mengatakan "tidak terhindarkan" bahwa kekuatan lain akan mencari cara untuk mengeksploitasi setiap peluang potensial untuk mendapatkan keuntungan militer atau ekonomi. "Setiap negara mempunyai satelit doi ruang angkasa. Jika perang terjadi, entah apa jadinya negara itu, jika peralatan mereka dinonaktifkan," katanya.
“Jika satelit yang dioperasikan adalah satelit pembunuh, dapat bermanuver di dekat satelit AS atau Jepang, tidak ada yang menghentikan mereka.”
Baca Juga: Kesemek Glowing asal Kota Batu, Mulai Diminati Masyarakat Indonesia Hingga Mancanegara
"Gangguan utama adalah untuk mendapatkan kendali atas satelit, seperti dengan menjepitnya, sehingga tidak dapat melakukan fungsinya, atau untuk menghancurkannya," katanya. "Atau, itu bisa cukup dekat untuk menembakkan proyektil kecil ke elektroniknya dan membiarkannya mati."
Ini alasan kenapa Jepang pada bulan Mei lalu mendirikan Skuadron Operasi Antariksa, yang saat ini kecil dan di bawah sayap Angkatan Udara, tetapi diperkirakan akan tumbuh dalam skala dan kepentingan di tahun-tahun mendatang.
Skuadron ini akan mengoperasikan kemampuan Space Situational Awareness Jepang, awalnya dalam bentuk sistem radar canggih yang dirancang untuk memantau "satelit pembunuh". Fasilitas ini sedang dibangun di Prefektur Yamaguchi, di ujung barat daya Jepang, dan dijadwalkan akan beroperasi pada 2023. Unit ini juga akan meluncurkan dan mengoperasikan satelit pemantauan di sekitar 2026.
Baca Juga: BRIN Sebut Teknologi Ruang Angkasa Bisa Tingkatkan Perekonomian dan Pertahanan Indonesia
Unit ini berkoordinasi dengan Angkatan Udara AS, yang ingin mengembangkan kemampuan pertahanan ruang multinasional untuk melawan Cina dan Rusia. Jepang dianggap sebagai anggota kunci aliansi itu karena militer AS tidak memiliki instalasi pengawasan darat di wilayah tersebut.
Garren Mulloy, seorang profesor hubungan internasional di Universitas Daito Bunka dan otoritas tentang masalah pertahanan regional, menunjukkan bahwa satelit dari berbagai negara kadang-kadang saling berdekatan, tetapi, "Jauh lebih mengkhawatirkan untuk melihat pola perilaku, dari satelit berulang kali didekati, oleh satelit Tiongkok atau Rusia. ”
"Saya akan berpikir bahwa China dan Rusia jauh lebih mungkin untuk menargetkan satelit AS, tetapi jika Tokyo dan Washington akan bekerja sama lebih dekat, itu akan menjelaskannya," katanya. "Untuk Jepang dan AS, jika mereka dapat menemukan cara berkomunikasi dan bekerja sama lebih baik di luar angkasa, maka itu akan menjadi situasi yang saling menguntungkan bagi mereka berdua."
Baca Juga: Ratusan Wisudawan Universitas Harvard Walk Out, Protes 13 Mahasiswa Tak Lulus karena Bela Palestina
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News