Nono berharap, pembangunan Pelabuhan Terintegrasi ini dapat menyejahterahkan rakyat Maluku baik melalui penyerapan tenaga kerja secara langsung maupun lapangan kerja yang tercipta dari dampak aktivitas bisnis.
Dengan adanya sistem lumbung ikan nasional terintegrasi ini juga diharapkan naiknya harga ikan di produsen (nelayan) dan turunnya harga ikan di konsumen (khususnya pulau Jawa) sebagai pasar terbesar dalam negeri.
Menurut dia, begitu banyak masyarakat yang bergantung pada sektor perikanan, maka pembangunan pelabuhan perikanan terintegrasi harus mengakomodir kepentingan nelayan tradisional dan skala kecil.
Oleh karena itu, DPD RI mendorong sinergi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan Kementerian dan Lembaga lainnya. Di antaranya Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perhubungan untuk melakukan optimalisasi sistem logistik ikan di Maluku.
Menurut dia, itu bisa dimulai dari desa-desa pesisir ke pelabuhan-pelabuhan perikanan dan masuk ke pelabuhan perikanan terintegrasi di Ambon. “Sehingga dari Ambon bisa ekspor ke luar negeri atau menuju ke konsumen dalam negeri serta tentunya untuk konsumsi di Maluku,” jelas mantan Kabasarnas ini.
Saat ini, Provinsi Maluku telah memiliki sejumlah infrastruktur transportasi seperti: 12 bandara dengan 8 rute perintis, dan 7 rute komersial. Pada angkutan penyeberangan, terdapat total 31 pelabuhan penyeberangan yang beroperasi di Provinsi Maluku dengan 66 lintas penyeberangan (4 lintas komersial, 62 lintas perintis) yang dilayani 25 unit kapal (8 unit komersial, 17 unit perintis). Pada angkutan laut, terdapat 3 trayek tol laut yang melayani di Provinsi Maluku dengan 9 pelabuhan singgah, yaitu Kisar, Moa, Larat, Tepa, Namrole, Namlea, Saumlaki, Dobo, dan Elat.
Melalui berbagai pembangunan yang dilakukan pemerintah, diharapkan dapat menurunkan kesenjangan intrawilayah Kepulauan Maluku serta mendorong Maluku sebagai lumbung ikan nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News