Oleh: M. Mas’ud Adnan --- Secara tipologis ada tiga corak ulama dalam pemerintahan Jokowi-KH Ma’ruf Amin. Pertama, ulama yang oposisi total. Sikap politik ulama kelompok ini jelas. Semua apa yang dilakukan Jokowi salah. Tak ada satu pun yang benar.
Tak obyektif? Pasti. Karena mereka memang oposan. Selain itu saat pilpres mereka berangkat dari pilihan berbeda. Mereka pendukung Capres dan Cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Baca Juga: Dukung Swasembada Pangan, Menteri ATR/BPN: Butuh Tata Kelola Pertanahan yang Baik
Bahkan, meski Prabowo-Sandi kini bergabung dengan kabinet Jokowi, mereka tetap bertahan menolak Jokowi. Mereka justru menganggap Prabowo-Sandi pengkhianat. Padahal penetapan Prabowo-Sandi sebagai capres-cawapres didasarkan pada "ijtima'ulama" berjilid-jilid. Bahkan lengkap dengan 5 rekomendasinya.
Kini mereka konfrontatif dengan pemerintah. Mereka terus melancarkan kritik-kritik keras dan pedas. Mereka bahkan membangun opini bahwa pemerintahan Jokowi melakukan kriminalisasi ulama.
Kedua, kelompok pragmatis. Kelompok ini terdiri dari dua kubu. Yaitu kubu pendukung Jokowi saat pilpres. Tapi ada juga yang bukan pendukung Jokowi, namun bergabung dengan berbagai alasan, termasuk dalil keagamaan.
Baca Juga: Vinanda-Gus Qowim dapat Pesan Peningkatan Industri Pariwisata dari Jokowi
Orientasi kelompok ini jelas. Kepentingan! Mereka gegap gempita mendukung Jokowi lengkap dengan dalilnya saat menguntungkan mereka. Tapi mereka berteriak kritis ke publik saat tak menguntungkan kelompok mereka.
Kita tentu masih ingat ketika awal pengumuman kabinet. Mereka ribut ke publik dan mengeritik pemeritah Jokowi karena tak dapat jatah menteri dalam kabinet. Mereka mengklaim telah berkeringat mendukung Jokowi saat piplres, tapi giliran bagi-bagi jabatan mereka tak dapat jatah.
Mereka juga mengklaim banyak sekali ulama dari daerah yang mempertanyakan kenapa kelompok mereka tak dapat jatah menteri di kabinet. Maklum, dalam bargaining politiknya mereka tanpa tedeng aling-aling melegitimasi diri mereka dengan organisasi keagamaan. Tanpa organisasi.keagamaan sebagai tunggangan sayap mereka terasa patah. Tak punya pengaruh dan kekuatan.
Baca Juga: Warisan Buruk Jokowi Berpotensi Berlanjut, Greenpeace Lantang Ajak Masyarakat Awasi Prabowo-Gibran
Ketiga, kelompok idealis. Kelompok ini sangat langka. Bahkan hampir tak masuk akal. Tapi faktanya ada. Mereka kukuh pendirian dan konsisten terhadap idealisme yang diperjuangkan.
Berbeda dengan kelompok ulama kedua yang saat pilpres mendapat dana operasional dari tim Jokowi, ulama kelompok ketiga ini pakai dana pribadi, tanpa sepeser pun bantuan dari tim Jokowi. Padahal ulama ini sangat aktif kampanye untuk memenangkan Jokowi-Ma’ruf sampai keluar negeri, di samping di Jawa dan luar Jawa tentunya.
Yang menakjubkan, saat Jokowi menang dan dilantik sebagai presiden, ulama ini tetap menolak disumbang dana oleh Jokowi. Alasannya, bantuan dari Allah SWT jauh lebih besar ketimbang bantuan dari Jokowi yang hanya beberapa miliar.
Baca Juga: Di Banyuwangi, Khofifah Ucapkan Selamat untuk Prabowo dan Gibran
Kaena itu ulama ini selalu independen, merdeka dan obyektif. Ini tampak ketika kasus vaksin AstraZeneca yang proses pembuatannya ditengarai mengandung unsur babi dan ginjal bayi manusia. Ulama kelompok ini secara tegas menolak vaksin AstraZeneca tapi dengan cara yang baik.
Bahkan ulama kelompok ini juga minta pemerintah menyetop impor AstraZeneca. Atau paling tidak, AstraZeneca jangan dipakai untuk memvaksin umat Islam.
Jadi, ulama ini selalu obyektif dan jujur. Ketika pemerintah berjalan pada jalur dan koridor yang benar, mereka mendukung secara total. Tapi saat pemerintah dianggap bengkok, tak sesuai dengan prinsip kebenaran dan keadilan serta merugikan rakyat, ulama kelompok ini tanpa rikuh sedikitpun mengingatkan bahkan mengeritik pemerintah secara baik. Maklum, ulama kelompok ini tak pernah punya beban lantaran tak pernah mau menerima bantuan dan tak pernah berharap bantuan dari pemerintah. Wallahu a’lam bisshawab.
Baca Juga: Di Penghujung Jabatan Presiden Jokowi, Menteri ATR/BPN Gebuki Mafia Tanah
Penulis, alumnus Pesantren Tebuireng dan Pascasarjana Unair
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News