Impor BBM Kita Satu Tahun Rp 300 Triliun, Baterai Bakal Jadi Penentu, Nasib PLN?

Impor BBM Kita Satu Tahun Rp 300 Triliun, Baterai Bakal Jadi Penentu, Nasib PLN? Dahlan Iskan

SURABAYA, BANGSAONLINE.com Gila! Impor BBM kita satu tahun diperkirakan akan mencapai 500 triliun. Itu disampaikan Dr Zainal Arifin, Vice Presiden bidang engineering dan technology.

Nah, Dahlan Iskan, wartawan visioner, kali ini membahas tentang prospek yang akan menjadi penentu energi ke depan.

Baca Juga: Aneh, Baca Syahadat 9 Kali Sehari Semalam, Dahlan Iskan Masih Dituding Murtad

Tapi benarkah ibu-ibu yang akan menghentikan impor BBM? Silakan simak tulisan wartawan kondang itu di Disway, HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com, Jumat 21 Mei 2021. Selamat membaca:

SEPULUH tahun itu tidak lama –kalau kita saja sudah lupa siapa menteri energi 10 tahun lalu. Tapi ternyata sudah melakukan kajian untuk 10 tahun ke depan. Hasilnya: 10 tahun lagi rumah-rumah penduduk sudah fisibel untuk memiliki listrik independen sendiri.

Itu pula yang mulai terjadi di California. "Sampai-sampai pembangkit listrik besar milik GE di sana harus ditutup," ujar Dr Zainal Arifin, Vice Presiden bidang engineering dan technology. "Padahal pembangkit itu baru berumur 5 tahun," ujar Zainal di forum seminar Zoom oleh Himpunan Ahli Pembangkit Listrik (Hakit) kemarin. "GE sampai rugi USD 1 miliar. Itu gara-gara pembangkit yang mestinya bisa dipakai 25 tahun hanya dipakai 5 tahun," tambah Zainal.

Baca Juga: PLN Nusantara Power Kenalkan Masyarakat Tuban Program Satria Padu

Padahal, kata Zainal, pembangkit yang ditutup itu berbahan bakar gas. Di Amerika harga gas itu murah. Itu saja sekarang sudah kalah murah dengan tenaga surya.

Zainal Arifin lulusan teknik mesin ITS. Lalu mengambil S2 di St Louis, Missouri, Amerika Serikat. Saat saya menjadi dirut , Zainal masih di St Louis. Pulang ke Indonesia ia mengambil S3 strategic management di Universitas Indonesia.

Ia orang Kraksaan, Probolinggo. Ayahnya orang dari pondok Nurul Jadid, dekat Paiton, Kraksaan. Nama Zainal diambil dari nama kiai pendiri Nurul Jadid.

Baca Juga: Proyek PLN Tak Punya Amdal dan Menabrak Tata Ruang, Aktivis: Hentikan Sebelum Perizinan Tuntas

Di Indonesia, menurut penelitian Zainal, harga listrik dari solar cell sebenarnya hanya Rp 1.100/kWh. "Itu sudah lebih murah dari tarif listrik yang Rp 1.400/kWh," ujar Zainal.

Hanya saja tenaga surya itu hanya bisa dipakai siang hari. Padahal rumah tangga perlu juga listrik di malam hari. Intinya adalah . Untuk menyimpan tenaga matahari di siang hari. Agar bisa dipakai malam hari.

Sekarang harga itu masih mahal. Tapi akan terus turun. Pada saatnya nanti semua rumah tangga akan mampu membeli itu. Itulah saatnya rumah tangga tidak perlu lagi aliran listrik dari .

Baca Juga: Pemilu Dungu, Pengusaha Wait and See, Ekonomi Tak Menentu

Syukurlah sudah memikirkan masa depannya sejauh itu. Tinggal kapan murah itu akan terjadi. Lalu bagaimana nasib setelah 10 tahun yang akan datang.

Baterai memang akan menjadi penentu energi. Sebentar lagi.

Itulah yang sudah diantisipasi oleh pemerintah. Dengan mendirikan Industri Baterai Corporation (IBC). Yang pemegang sahamnya 4 BUMN: Pertamina, , Antam, dan Mind d/h Inalum.

Baca Juga: Sumenep Gunakan Energi Bersih Lewat REC

Di seminar kemarin, saya mengusulkan agar pemegang sahamnya salah satu saja: atau Pertamina. Saya membayangkan betapa sulitnya direksi IBC itu nanti. Punya bos empat orang. Sulit dalam pengertian panjangnya proses minta persetujuan. Bisa-bisa energi terbesar direksi habis untuk mengurus birokrasinya.

Padahal industri harus dinamis. Teknologi terus berubah. Pemilihan teknologinya harus sangat peka. Jangan sampai ketika sebuah pemikiran diproses untuk menjadi keputusan waktunya begitu panjang –saking panjangnya keputusan itu tidak relevan lagi dengan keadaan.

Dr. Agus Tjahjana W, komisaris utama IBC tampil sebagai salah satu pembicara. Dari uraiannya kita bisa tahu betapa rumit merealisasikan industri ini –meski kita ini negara lumbung nikel.

Baca Juga: Semarak PLN Mobile Color Run 2024, Pj Gubernur Jatim Berlari Bareng Ribuan Peserta

"Kami harus mencari lima atau enam partner investasi," ujar Dr Agus. Saya kenal lama dengan Dr Agus. Beliau menjadi dirjen di Kemenperin ketika saya di Jakarta. Dr Agus inilah yang berjasa besar menegosiasikan PT Inalum –berhasil pindah status dari perusahaan Jepang menjadi 100 persen BUMN.

Agar bahan tambang nikel itu menjadi katoda- harus melalui lima proses pengolahan. Tiap proses memerlukan satu pabrik yang terpisah. Tidak bisa dilakukan dalam satu line produksi.

"Mereka, calon partner itu, selalu menanyakan emangnya berapa besar pasar di Indonesia," ujar Agus.

Baca Juga: Mati Listrik di Sumatera Sudah Hampir Teratasi

Maka sebaiknya, dua pasar besar harus didorong: mobil listrik dan powerbank untuk rumah tangga.

Itu sudah sepenuhnya menyangkut kebijakan energi nasional. Tidak boleh hanya dilihat dari capaian green energi. Harus dilihat juga dari kebijakan ekonomi nasional. "Impor BBM kita itu satu tahun mencapai Rp 300 triliun," ujar Zainal. "Kalau tidak ada perubahan kebijakan bisa-bisa impor BBM kita mencapai 2 persen PDB," ujar Zainal. Bahkan impor BBM akan bisa mencapai Rp 500 triliun.

Kelak ibu-ibu rumah tangga yang bisa menghentikan impor BBM itu. Yakni kalau kendaraannya sudah listrik, energi rumahnya sudah dari powerbank dan kompor di dapurnya sudah bukan gas atau elpiji lagi. (*) 

Baca Juga: Penuhi Permintaan Gas, JTB Bojonegoro Produksi Full Capacity 192 Juta Kaki Kubik per Hari

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO