SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Nasib negara Afghanistan semakin tak menentu di bawah Taliban. “Sudah seminggu Taliban memegang kekuasaan. Tapi belum juga bisa menyusun pemerintahan. Saya sangat khawatir jalur komando pusat-daerah putus. Daerah dan kelompok pun bergerak sendiri-sendiri,” tulis Dahlan Iskan di Disway pagi ini, Ahad (22/8/2021).
Menurut wartawan terkemuka itu, krisis Afghanistan bersumber pada kemiskinan. “Kondisi ekonomi yang begitu buruk itulah yang dibicarakan oleh delegasi resmi Taliban saat berkunjung ke Tiongkok. Yakni satu minggu sebelum Taliban menguasai sepenuhnya Afghanistan,” tulis Dahlan Iskan lagi.
Baca Juga: Dituding Murtad, Dahlan Iskan Jawab dengan Shalat
Ini tentu menarik. Taliban yang selama ini dianggap kelompok Islam radikal dan ekstrem ternyata berpelukan mesra dengan Tiongkok yang komunis.
Loh, berarti idelologi itu hanya isapan jempol belaka? Yang pasti, Afghanistan di bawah Taliban bisa kita katakan: lepas dari mulut singa (Amerika) kini masuk ke dalam mulut buaya (Tiongkok).
Tulisan Dahlan Iskan berjudul PALU PAKU di Disway ini memang menggelitik dan inspiratif. Namun agar tak salah paham baiklah kita baca tulisan wartawan handal itu secara lengkap. Di bawah ini BANGSAONLINE.com menurunkan secara utuh. Selamat membaca:
Baca Juga: Aneh, Baca Syahadat 9 Kali Sehari Semalam, Dahlan Iskan Masih Dituding Murtad
"ORANG yang memiliki palu akan menganggap orang lain hanya seperti paku".
Itulah Amerika. Yang merasa paling kuat sedunia. Yang bisa menghancurkan siapa saja dengan mudah. Lewat kehebatan senjatanya.
Baca Juga: Pemilu Dungu, Pengusaha Wait and See, Ekonomi Tak Menentu
Palu itu pula yang membuat Iraq, Libya, Syria, dan kini Afghanistan hanya ibarat paku. Hal yang sama dilakukan si pemegang palu di Amerika Tengah.
Yang mengucapkan semua itu bukan saya. Tapi seorang ahli dari Amerika sendiri: Prof Jeffrey Sachs. Ia ahli pengentasan kemiskinan dari Columbia University, New York. Ia mengucapkan semua itu tiga hari lalu. Yakni tiga hari setelah Afghanistan jatuh sepenuhnya ke tangan Taliban.
Setelah ini Amerika digambarkan tidak akan peduli lagi pada Afghanistan. Seperti juga tidak peduli lagi pada Iraq, Libya, maupun Syria –setelah mereka hancur.
Baca Juga: Tiongkok Banjir Mobil Listrik
Jeffrey, si penulis buku best seller dunia "The End of Poverty", menggambarkan betapa Afghanistan semakin miskin setelah 20 tahun dalam penaklukan Amerika.
Kemiskinan itulah yang membuat mengapa begitu mudah Taliban kembali menguasai Afghanistan. Terutama setelah diberi tahu secara resmi oleh Amerika sendiri bahwa Amerika segera menarik seluruh tentaranya.
Baca Juga: Hati Rakyat Sulit Dibeli, Partai Penguasa Gagal Menang
Tanggal penarikannya pun sudah dipastikan: 11 September 2021. Yang menetapkan jadwal itu Presiden Donald Trump. Yang oleh Presiden Joe Biden dimajukan menjadi 31 Agustus 2021.
Tapi mengapa tentara Afghanistan –yang sudah 20 tahun dilatih dan diberi senjata sangat modern oleh Amerika– begitu mudah menyerah? Tanpa perlawanan sama sekali seperti itu? Pun satu tembakan saja tidak?
Ternyata kian dekat ke tanggal penarikan tentara Amerika itu keadaan memang kian tidak menentu. Termasuk perekonomiannya. Media di Pakistan bahkan mengungkapkan sudah dua bulan gaji pegawai pemerintah belum dibayarkan. Termasuk gaji tentara. Maka mereka pun ibarat sepeda motor yang kehabisan bensin.
Baca Juga: Anak Muda Israel Full Stress
Kondisi ekonomi yang begitu buruk itulah yang dibicarakan oleh delegasi resmi Taliban saat berkunjung ke Tiongkok. Yakni satu minggu sebelum Taliban menguasai sepenuhnya Afghanistan.
Sikap Tiongkok pun kian jelas. Saat negara-negara lain kini menekan Afghanistan, Tiongkok mengeluarkan pernyataan yang berbeda. "Seharusnya semua negara sekarang membantu Afghanistan. Bukan menekan," ujar jurubicara Kemenlu Tiongkok dua hari lalu.
Komentar Prof Jeffrey Sachs tadi pun dianggap pro Tiongkok. Komentar tadi diucapkan saat Prof Jeffrey diwawancarai CGTN TV. Itulah jaringan TV kabel berbahasa Inggris milik Tiongkok. Oleh Amerika, CGTN dianggap bagian dari corong propaganda komunis Tiongkok.
Baca Juga: Temui Pengusaha di Vietnam, Jokowi Ajak untuk Berinvestasi di IKN
CGTN TV diizinkan punya jaringan di Amerika. Yakni sebagai imbal diizinkannya Bloomberg punya jaringan di Tiongkok. Ternyata CGTN juga sudah punya channel di Afghanistan. Namanya Oqaab Channel 31.
Kemiskinan itulah –bercampur dengan sikap beragama yang puritan– yang membahayakan. Apalagi kalau tidak ada harapan lagi dari mana dapat biaya untuk APBN mereka. Afghanistan dikelilingi negara miskin. Tidak punya laut. Dari mana Afghanistan bisa mendapat daya untuk keluar dari kemiskinan.
Baca Juga: Doni Monardo Bekerja Habis-habisan
Pada 2015, Prof Jeffrey pernah meramalkan bahwa dunia akan bisa menghapuskan kemiskinan ekstrem di tahun 2025.
Kelihatannya ramalan itu meleset. Kecuali di Tiongkok.
Prof Jeffrey pernah merumuskan konsep pengentasan kemiskinan lewat bantuan pembangunan yang terencana. "Begitu negara miskin itu bisa mencapai anak tangga terbawa, mereka akan bisa naik tangga sendiri," katanya.
Memang, katanya, begitu banyak hambatan untuk mengentas kemiskinan. Termasuk di dalamnya budaya korupsi.
Prof Sachs adalah ahli yang ikut merumuskan program PBB yang terkenal di seluruh dunia, termasuk di Indonesia: MDGs –Millennium Development Goals.
Menurut Jeffrey negara maju sebenarnya mampu mengentas kemiskinan ekstrem di seluruh dunia. Yakni dengan hanya menyisihkan 0,7 persen kekayaan mereka.
Tapi negara kaya adalah para pemilik palu. Dengan sikap kebatinan mereka itu tadi: negara lain hanyalah seulir paku.
Sudah seminggu Taliban memegang kekuasaan. Tapi belum juga bisa menyusun pemerintahan. Saya sangat khawatir jalur komando pusat-daerah putus. Daerah dan kelompok pun bergerak sendiri-sendiri.
Sampai 31 Agustus mungkin masih tetap aman. Amerika masih terus bisa melakukan koordinasi dengan para pimpinan Taliban.
Koordinasi Amerika-Taliban itu diperlukan sampai seluruh pasukan dan warga Amerika meninggalkan Afghanistan.
Negara seperti Qatar dan Uni Emirat Arab sudah menyediakan diri sebagai tempat transit. Mereka diterbangkan dulu selama 2 jam ke tempat transit tersebut.
Sampai semua keluar dari Afghanistan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News