Krisis Tinggi, Bukan Hanya Rakyat Kecil yang Punya Persoalan, Pengusaha Besar juga Menjerit

Krisis Tinggi, Bukan Hanya Rakyat Kecil yang Punya Persoalan, Pengusaha Besar juga Menjerit Dahlan Iskan

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Tulisan Dahlan Iskan bukan hanya menginspirasi, tapi juga mengandung edukasi diri. Dalam tulisan di Disway hari ini, 23 Agustus 2021, wartawan terkemuka itu bercerita tentang krisis yang dialami para pengusaha.

Menurut Dahlan, krisis kali ini bukan hanya rakyat kecil yang menjerit, tapi juga para pengusaha. Tapi apa hubungannya dengan harga diri yang hancur?

Baca Juga: Komitmen Wujudkan Hilirisasi Dalam Negeri, Antam Borong 30 Ton Emas Batangan Freeport

Silakan baca tulisan Dahlan Iskan yang aslinya berjudul Krisis Tinggi itu. Di bawah ini BANGSAONLINE.com menurunkannya secara lengkap. Selamat membaca:

SEKARANG ini terjadi krisis . Belum pernah separah ini.

Maka tidak hanya rakyat kecil yang punya persoalan. Para pengusaha besar juga menjerit –dalam hati.

Baca Juga: Fungsi Kalkulator Forex Lanjutan: Melampaui Perhitungan Dasar

Ekspor mereka terancam setengah mati. Sewa meroket. Belum pernah kenaikannya setinggi sekarang ini. Bukan lagi puluhan persen. Ini ratusan persen. Bahkan ribuan.

Tahun lalu sewa 40 feet masih 2.500 dolar. Sekarang sudah menjadi 16.000 dolar. Saya tidak sanggup menjadikannya dalam persen. Hati saya terlalu miris.

Bukan saja sangat mahal. Juga langka. Sulit mendapat . Bahkan sulit mendapat kapal!

Baca Juga: Freeport Dukung Transformasi Era Society 5.0 di 36 Sekolah

Saya teringat Manado dan Gorontalo. Yang lagi semangat-semangatnya ekspor santan dan tepung kelapa. Saya juga ingat para petambak udang se-Indonesia. Juga nelayan. Dan semua pengusaha komoditas ekspor. Termasuk petani dengan orientasi ekspor.

“Ini tidak pernah terjadi dalam dunia shipping container,” ujar Charles Menaro, bos besar PT Pelayaran Meratus. “Tiba-tiba saja semester pertama 2021 jumlah cargo melonjak. Seluruh dunia,” ujar Charles.

Charles mewarisi perusahaan perkapalan Meratus dari ayahnya, Hen Menaro –seorang pembina bulu tangkis beken di masa lalu. Atau dikenal juga dengan nama The Pek Siong.

Baca Juga: Sukses PT. Nathin dan PT. Khinco Gelar Tour Eskludif Manufaktur Maklon Herbal dan Kosmetik

Saya banyak belajar dari almarhum. Saya sering diajak ke villanya di Tretes. Di situ ia bercerita: jangan sampai lagi.

“Bangkrut itu terhina sekali. Semua orang mengejek dan ikut menekan. Harga diri hancur,” katanya.

Maka ketika Meratus sudah bisa bangkit lagi Menaro terus berhemat. Pun ketika perusahaan sudah kembali menjadi yang terbesar. Ia tetap selalu naik pesawat kelas .

Baca Juga: Peran Pinjaman Kelompok Amartha untuk Perkembangan UMKM di Indonesia

“Kalau kelas dibilang tidak enak, jauh tidak enak ketika ,” katanya.

Orang seperti Menaro selalu menjadi pengingat agar hidup tidak harus bermewah-mewah.

Sampai sekarang saya masih berhubungan baik dengan anak-anaknya. Saya lihat, belakangan, Charles memang sudah berani naik kelas bisnis, tapi perusahaan itu memang kian besar saja.

Baca Juga: SIG Pamerkan Aplikasi Semen Hijau dan Solusi Beton Berkelanjutan di IKN

Semula saya tidak percaya bisa terjadi krisis . Tapi tidak hanya satu orang yang menemui saya. Beberapa pengusaha ekspor terus mengeluhkan hal yang sama. Saya pun menghubungi Charles. Ternyata Charles membenarkannya.

Krisis ini kelihatannya akan panjang. Mengatasi kekurangan kapal tidak bisa dalam hitungan bulan.

Baca Juga: Bosa Jasa: Solusi Urus Izin Usaha Mudah dari Rumah Saja

Terlalu banyak kapal yang dijadikan besi tua selama dua tahun terakhir. Pun kapal yang kondisinya masih sangat baik. Harga besi tua lagi tinggi-tingginya (Baca Disway 20 Mei 2021: Harga Pagar Baja).

Saya lantas teringat teman saya di Manado: Jeffry Jocom (baca: yokom). Ia baru semangat-semangatnya mengembangkan pabrik kelapa. Pasar ekspor tepung kelapa lagi baik-baiknya.

Dulu kita selalu nyinyir: mengapa tidak ada pabrik pengolahan kelapa di Sulut. Jeffry membangunnya. Lalu membangun lagi. Pabrik kelapanya kini bisa mengolah 1 juta butir kelapa sehari. Sulit ya membayangkan 1 juta kelapa diproses hanya dalam satu hari.

Baca Juga: Bentuk Satgas, Cara Mendag Atasi Barang Impor Ilegal

Itu termasuk pabrik lama yang ia beli dari pengusaha Sulsel, Baramuli. Juga termasuk pabrik baru yang ia bangun di Gorontalo.

Jeffry ekspor tepung kelapa ke Eropa. Untuk bahan makanan dan kosmetik. Belakangan ia bisa ekspor santan beku ke Tiongkok. Ekspornya naik terus. Di sana dijadikan minuman botol atau kaleng. Dicampur dengan air kelapa. “Mereka juga sudah minta contoh air kelapa dari Indonesia. Saya sudah kirimkan,” ujar Jeffry.

Selama ini santan dari Indonesia itu dicampur dengan air kelapa dari Vietnam –jaraknya lebih dekat. Tapi karena sudah bisa menerima santan dari Indonesia sekalian saja mereka akan impor air kelapa beku dari kita.

“Ayah Anda juga lahir di Manado?” tanya saya.

“Iya pak,” jawabnya.

“Anda generasi ke berapa yang lahir di Manado?” tanya saya.

“Saya pribumi Manado pak,” jawabnya.

Awalnya saya benar-benar menyangka Jeffry itu Tionghoa –melihat wajah dan kegigihannya.

Jefry hanya tamat SMA di Manado –SMA Katolik Don Bosco. Lalu merantau ke Surabaya.

Ayahnya seorang tukang, terutama tukang cat. Ikut orang. Tidak mampu menyekolahkan Jeffry ke universitas.

Di Surabaya, Jeffry bekerja jadi penunggu toko buku di jalan KH Mas Mansyur. Hanya sebentar. Lalu jadi pegawai ekspedisi. Selama 4 tahun.

Dari situlah Jeffry mengetahui seluk beluk ekspedisi. Lalu ia bikin usaha ekspedisi sendiri kecil-kecilan. Khusus untuk jurusan Surabaya-Manado.

Usaha Jeffry berkembang. Ia bisa beli kapal kecil. Lalu beli lagi, beli lagi. Berkembang terus. Ia pernah punya 15 kapal.

Di Surabaya, Jeffry bertemu wanita Tionghoa asal Makassar. Itulah istrinya. Yang memberinya anak kembar –wanita semua (Lihat foto). Anak-anak itu kini terjun di perusahaan sang ayah. Memegang keuangannya.

“Semua kapal sudah saya jual. Saya konsentrasi di pabrik kelapa,” ujar Jeffry.

Karena itu Jeffry sangat khawatir akan krisis ini.

“Tolong Pak, bagaimana keadaan ini bisa mendapatkan jalan keluar,” ujarnya. Ia pun memberikan tabel kenaikan sewa yang begitu cepat.

“Kapan persoalan ini akan selesai?” tanya saya kepada Charles Menaro.

“Tidak ada yang tahu,” jawabnya.

Menurut Charles, sekarang ini, beberapa perusahaan pelayaran memang lagi memesan kapal. Tapi kan baru jadi akhir 2022. Berarti krisis ini bisa sampai 2024.

Semula, saya kira, krisis ini hanya akibat ketidakseimbangan antara ekspor dan impor. Terlalu banyak ekspor. Impornya sedikit. Akibatnya lebih banyak yang pergi daripada yang datang.

Problem seperti itu pernah terjadi di Tiongkok. Dua tahun lalu. Khusus jurusan Tiongkok–Amerika Serikat.

Anda pun sudah tahu, Tiongkok terus meningkatkan ekspor ke Amerika. Tapi impornya menurun. Akibatnya -kosong lebih banyak numpuk di Amerika. Sampai-sampai Tiongkok mengangkut kosong itu kembali ke Tiongkok.

Yang terjadi sekarang ini ternyata bukan seperti itu. Lebih parah. Sudah bisa dibilang krisis. Tidak lagi hanya persoalan tapi juga kelangkaan kapal.

“Sudah sejak dua tahun lalu tidak ada orang membeli kapal baru,” ujar Charles.

Harga komoditas ekspor pun akhirnya ditekan. Kenaikan ongkos itu dibebankan pada muatan yang akan dimasukkan ke .

Menteri kesehatan memang masih sibuk dengan Covid-19. Kini giliran yang harusnya tidak kalah pusingnya. (Dahlan Iskan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'SNG Cargo: Warna Baru Industri Logistik di Indonesia':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO