SURABAYA, BANGSAONLINE.com - APBD Kabupaten Bojonegero bisa mencapai Rp 7,5 triliun. Tapi sayang, Bupati Bojonegoro Anna Muawanah dengan Wakil Bupati Budi Irawanto kini sedang terlibat pertengkaran hebat. Celakanya, pertengkaran mereka tersiar di publik. Bahkan kini putri Wabup Budi Irawanto ikut melaporkan Bupati Anna Muawanah ke polisi.
Loh? Simak tulisan wartawan kondang, Dahlan Iskan, di Disway hari ini, Minggu, 26 September 2021. Di bawah ini BANGSAONLINE.com menurunkan secara lengkap. Khusus para pembaca yang mengikuti lewat aggregator – terutama BaBe - silakan klik lihat artikel asli agar bisa membaca tuntas, tak terpotong. Salam Redaksi BANGSAONLINE.com.
Baca Juga: Aneh, Baca Syahadat 9 Kali Sehari Semalam, Dahlan Iskan Masih Dituding Murtad
BUDI Irawanto mungkin membayangkan bisa seperti pamannya: Setyo Hartono, Wakil Bupati Bojonegoro sebelum dirinya.
Adik bapaknya itu bisa menjadi wakil bupati selama 10 tahun. Tanpa ada gesekan apa pun dengan Bupati Suyoto. Mereka berpasangan rukun sejak Bojonegoro masih menjadi 10 kabupaten termiskin di Jatim.
Setyo Hartono memang bukan dari partai: Letkol TNI AD, purnawirawan. Suyoto sipil. Kini Hartono menjadi Dirut Perusda Bojonegoro.
Baca Juga: EMCL Sukses Lakukan Pengapalan ke 1.000 Minyak Mentah Blok Cepu untuk Indonesia
Saya pun menghubungi Suyoto: mengapa bisa rukun sampai 10 tahun. Ternyata Suyoto mengaku selalu melibatkan wakilnya itu.
“Semua surat masuk saya disposisikan ke dua orang, Wabup dan Sekda,” ujar Suyoto. Waktu itu Suyoto dari PAN. Sekarang ia salah satu ketua DPP Nasdem.
Kalau ada acara yang tidak bisa ia hadiri, Suyoto selalu disposisi ke wakilnya: untuk mewakili atau mewakilkan. Maksudnya: kalau wabup sendiri repot bisa mewakilkan ke pejabat yang lain –atas perintah wabup.
Baca Juga: Pemilu Dungu, Pengusaha Wait and See, Ekonomi Tak Menentu
Wawan tidak menyangka ketika giliran dirinya yang jadi wabup tidak menemukan yang dialami pamannya.
Wawan tidak bisa lagi saya hubungi, kemarin. Demikian juga bupati Dr Anna Mu’awanah. Dia tidak menjawab telepon saya. Tapi umumnya masyarakat Bojonegoro sudah tahu: pertengkaran bupati dan wakilnya itu sulit didamaikan. Terutama juga akibat kemarahan putri Wawan. Yang juga membuat pengaduan sendiri ke polisi. Terpisah dari pengaduan Wawan. Dalam postingan bupati di WA Group itu, nama sang putri memang dibawa-bawa. Itu dia anggap sang bupati telah mencemarkan nama baiknyi.
Pasangan Bupati/Wakil Bupati Bojonegoro ini sebenarnya memang bernasib baik. Begitu mulai menjabat, produksi minyak blok Cepu mencapai puncaknya.
Baca Juga: Dua Srikadi Bacabup Bojonegoro Hadir Bersamaan di Acara Muslimat, Netizen: Adem
Hebatnya lagi Peraturan Menteri ESDM menguntungkan Bojonegoro. Yakni peraturan tentang bagi hasil minyak untuk daerah.
Menurut peraturan itu, daerah yang mendapat bagi hasil adalah daerah yang ketempatan sumur minyak.
Di blok Cepu itu, sumur minyaknya ada di satu kecamatan di Bojonegoro. Yakni kecamatan paling dekat dengan Cepu. Akibatnya, Kabupaten Blora tidak dapat bagian sama sekali. Padahal lapangan minyak blok Cepu itu ada di bawah tanah Bojonegoro dan Blora. Sumurnya saja yang di Bojonegoro. Cepu adalah satu kecamatan di Kabupaten Blora.
Baca Juga: Tiongkok Banjir Mobil Listrik
Bupati Blora kini lagi berjuang agar peraturan menteri tersebut diubah. APBD Bojonegoro bisa sebesar Rp 7,5 triliun terutama karena bagi hasil itu.
Blok minyak Cepu memang sangat menguntungkan. Sumur minyaknya tidak dalam. Tekanan minyaknya masih kuat. Kandungan air di dalam minyaknya juga sangat kecil.
Menurut seorang praktisi perminyakan, biaya untuk mengambil minyak di blok Cepu itu hanya sekitar USD 2/barel. Sedang biaya di blok Rokan, Riau, misalnya, sudah sekitar USD 20.
Baca Juga: Hati Rakyat Sulit Dibeli, Partai Penguasa Gagal Menang
Sumur minyak di blok Cepu memang masih perawan. Sedang di Rokan sudah janda tiga kali.
Dengan harga minyak sekitar USD 70/barel sekarang ini, keuntungan minyak dari blok Cepu memang luar biasa. Ibaratnya, Bupati Anna dan Wabup Wawan benar-benar bisa mandi minyak.
Belum lagi dari saham daerah. UU Migas memang mewajibkan daerah memiliki saham 10 persen di blok setempat. Untuk blok Cepu, Bojonegoro mendapat 5 persen, Blora 5 persen.
Baca Juga: Anak Muda Israel Full Stress
Tentu, dua kabupaten itu tidak punya uang untuk setoran modal 5 persen tersebut.
Bojonegoro memilih mengajak swasta untuk sama-sama memegang saham 5 persen itu. Setoran modalnya dibayar oleh swasta. Bojonegoro mendapat bagian keuntungan 25 persen. Partner swastanya 75 persen.
Waktu Suyoto terpilih menjadi bupati 12 tahun lalu ia minta perjanjian awalnya diubah. Ia melihat Bojonegoro harus bisa mendapat hasil lebih baik.
Baca Juga: Api Besar Menyala di Lapangan Gas JTB Bojonegoro, Warga Sekitar Kaget dan Khawatir
Suyoto tahu, banyak pihak mempersoalkan isi perjanjian yang dibuat bupati sebelumnya. Untuk itu Suyoto melihatkan KJPP –agar ada pihak ketiga yang memberikan penilaian fair-tidaknya perjanjian yang diperbarui itu.
KJPP adalah Kantor Jasa Penilai Publik. Itu mirip akuntan publik di bidang penilai. KJPP adalah swasta, tapi harus punya izin dari kementerian keuangan.
Suyoto menyarankan para pejabat yang menetapkan tarip atau membuat perjanjian sebaiknya melibatkan KJPP. Agar selamat. Agar tidak tersangkut masalah hukum.
“Awalnya saya ingin membentuk tim ahli. Agar tim ahlilah yang menilai,” ujarnya.
Ternyata posisi hukum tim ahli itu lemah. “Tim ahli bisa dibubarkan oleh pejabat yang menggantikan kita,” ujar Suyoto. “Posisi hukum KJPP sangat kuat,” tambahnya.
Salah satu perbaikan perjanjian yang dilakukan Suyoto adalah: selama belum menghasilkan partner harus membayar Pemda USD 50.000/tahun.
Blora memilih tidak berpartner. Blora memilih mencari pinjaman ke pemilik uang. Dibayar dari hasil minyak. Setelah lunas, 5 persen itu sepenuhnya milik Blora.
Tiga tahun lagi sudah akan bisa diketahui pola mana yang lebih menguntungkan daerah.
Yang jelas, di Blora, hubungan bupati dan wakilnya rukun-rukun saja. Entah kelak, kalau perjuangan mendapat bagi hasil itu bisa sukses. (Dahlan Iskan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News