Rakyat Kesal, Luhut dan Erick Jadi Bulan-bulanan: Umumkan Keuntungan PCR Secara Terbuka

Rakyat Kesal, Luhut dan Erick Jadi Bulan-bulanan: Umumkan Keuntungan PCR Secara Terbuka Dahlan Iskan

SURABAYA, BANGSAONLINE.com Rakyat geram. Soal harga PCR. Mereka menghujat Menko Luhut B Panjaitan, Menteri BUMN dan kakaknya. Indonesia pun heboh. Bagaimana cara menghentikan kehebohan itu? Simak tulisan wartawan kondang, Dahlan Iskan, di Disway dan HARIAN BANGSA berjudul PCR Mulia, Sabtu, 6 November 2021. Di bawah ini BANGSAONLINE.com menurunkan secara lengkap. Khusus pembaca di BaBe, klik "lihat artikel asli" di bagian akhir tulisan ini. Tulisan di BaBe banyak terpotong sehingga tak lengkap. Selamat membaca:

HEBOH harga PCR mencapai lapisan yang paling bawah. Juga merambah ke kelompok selama ini mati-matian membela pemerintah. Tulisan yang paling keras, paling kasar, paling rinci, dan paling lucu beredar di medsos. Luas peredarannya seluas daun kelor –yang dijejer-jejer se-Indonesia. Anda sudah tahu semuanya. Tanpa harus saya ulangi. 

Baca Juga: Aneh, Baca Syahadat 9 Kali Sehari Semalam, Dahlan Iskan Masih Dituding Murtad

Sampai kapan heboh itu mengguncang Indonesia? Dalam teori komunikasi lama –sebelum zaman medsos– seheboh apa pun suatu peristiwa, ia akan surut dalam 40 hari. Itu yang heboh terbesar. Yang heboh kecil, paling hanya berumur 7 hari. Banyak orang yang jadi sasaran media sampai heboh pilih bersabar setidaknya selama 40 hari. 

Itu memang bukan teori serius –karena saya sendiri yang menemukan. Dulu. Berdasar pengamatan semata: kok semua peristiwa besar akhirnya hilang hebohnya setelah 40 hari. 

Juga agak berbau klenik: kenapa orang mati diselamati 40 harinya. 

Baca Juga: Jokowi Resmikan Smelter Grade Alumina, Erick Thohir Paparkan Dampak soal Impor Alumnium

Umur kehebohan itu mungkin lebih pendek lagi di zaman medsos ini. Dulu, peristiwa hari ini, hebohnya baru besok pagi. Yakni ketika koran memuatnya. Lalu kian heboh besoknya lagi. Ketika koran mulai dipinjam-pinjamkan. Kian heboh lagi ketika pembaca koran menceritakan berita itu ke yang tidak berlangganan. 

Kini sudah begitu beda. Kejadian hari ini, langsung heboh hari ini juga. Hebohnya juga tidak bertahap. Langsung heboh seheboh-hebohnya. Seperti soal harga PCR itu. 

Menko Luhut, Menteri BUMN dan kakaknya, bos grup Indika, jadi bulan-bulanan di medsos. Kalau pun mereka berniat membantu negara dan masyarakat siapa yang memuji niat baik itu? 

Baca Juga: Pj Gubernur Jatim Bangga kepada Timnas yang Juarai Piala ASEAN U-19 Boys’ Championship 2024

Sampai heboh hari ke-7 ini belum ada yang berani memuji mereka. Mungkin akan merasa kalah arus dengan hujatan. Atau merasa takut: akan ikut dihujat. 

Menko Luhut Panjahitan tidak memilih sabar –sampai heboh itu reda. Bos Adaro, Boy Thohir, memilih tidak mengeluarkan komentar apa pun. 

Menteri BUMN ikut sikap kakaknya. Tapi juru bicara menteri mencoba memberikan pembelaan. Misalnya, kata sang juru bicara, porsi PCR yang dilakukan konsorsium Adaro-Luhut dkk itu hanya 2,7 persen dari total PCR di Indonesia. 

Baca Juga: Pemilu Dungu, Pengusaha Wait and See, Ekonomi Tak Menentu

Baik klarifikasi dari juru bicara Menko Luhut maupun dari juru bicara seperti seperti lalu. Bahkan angin itu berbalik arah dalam bentuk badai. Salah satunya yang ditulis Agustinus Edy Kristianto. Yang viral menyertai badai balik itu. Judulnya: 

EFFECT PENGUASA PENGUSAHA "PENGPENG EFFECT". 

Saya mencari nomor kontak Agustinus tapi belum berhasil. Saya ingin tahu siapa ia. Kok punya bahan tulisan begitu rincinya. Saya kalah telak dengan penulis itu. 

Baca Juga: Tiongkok Banjir Mobil Listrik

Begitu banyak juga yang menulis dari aspek hukum dan kekuasaan. Misalnya soal apakah kehebohan ini akan sampai ke meja hukum. Atau ke meja DPR –impeachment.

Saya tidak melihat dua-duanya. Hukum, Anda sudah tahu. Yang tidak salah bisa diproses sampai dedel duel. Yang salah bisa saja tidak tersentuh. Suka-suka yang berkuasa. 

Soal politik, apalagi. Anda jauh lebih tahu dari saya. 

Baca Juga: Luhut Usir Pengeritik Pemerintah dari Indonesia, Waketum MUI: Luhut yang Harus Diusir

Maka saya melihatnya dari sisi komunikasi saja. Niat baik untuk membantu negara dan masyarakat telah terbukti tidak diakui. Kalah dengan temuan seperti yang diungkapkan Agustinus. 

Padahal yang terjun dari Adaro adalah bukan PT Adaro, melainkan Yayasan Adaro. Demikian juga yang dari PT Indika, yang tampil Yayasan Indika. Dua yayasan itulah yang memegang saham terbesar di usaha PCR tersebut. Sedang yang dari Menko Luhut yang tampil memang PT, tapi sangat minoritas. Itu pun sudah diniatkan tidak untuk bisnis. 

Tapi semua itu hilang dari logika masyarakat. Pokoknya harga PCR selama ini jahat sekali –yang dilakukan di tengah penderitaan masyarakat.

Baca Juga: Luhut Sebut China Mau Bangun Pabrik Sendok Garpu di RI, Pengamat: Jangan-Jangan Golok dan Arit juga

Lantas apa yang bisa dipakai alat komunikasi dengan masyarakat yang sudah begitu kesal? 

Saya tidak melihat lain kecuali ini: umumkan ke masyarakat berapa keuntungan usaha PCR itu. Terbuka. Rinci. Apa adanya. Lalu sumbangan semua keuntungan itu ke masyarakat miskin. Semua. Toh niatnya kan juga untuk membantu masyarakat. 

Itu memang belum bisa seperti hujan sehari untuk menghapus panas setahun. Juga tidak ada hubungan di aspek hukum. 

Baca Juga: Hati Rakyat Sulit Dibeli, Partai Penguasa Gagal Menang

Tapi niat mulia sudah diwujudkan lewat cara mulia. Soal hasilnya: terserah yang berkuasa. (Dahlan Iskan)

Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway. Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Artikel Berjudul Capres Andika 

Mirza Mirwan 

Ketika Presiden Wahid mengangkat Laksamana Widodo Adi Sutjipto dulu, sebenarnya berlatarbelakang kekesalannya karena melihat selama orde baru jabatan panglima selalu jatuh ke AD. Sementara di Amerika, sejak 1949, jabatan panglima (Chairman of Joint Staff Armed Forces) bisa dijabat dari AD, AL, AU dan Korp Marinir. Tidak bergiliran, memang. Sejak 1949 hingga 2021 angkatan bersenjata sudah ganti 20 kali: AD (10), AL (4), AU (4) dan Korp Marinir (2). Panglima yg sekarang Jendral Mark A. Milley dari AD, tetapi pendahulunya dari Korp Marinir, Joseph Dunford. 

Mirza Mirwan 

Pak DI benar ketika menulis bahwa Jokowi tak melanggar aturan dengan tidak mengusulkan KSAL Yudo Margono. Dalam pasal 12 ayat 4 UU no. 34/2004 disebutkan bahwa " jabatan panglima DAPAT dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yg sedang atau pernah menjabat sebagai kepala staf angkatan." DAPAT tidak berarti HARUS. 

Komentator Spesialis 

Pantas saja nama nama seperti : Mirza, Pryadi, Alay, Fandi, Liam, Mbah Mars, Donwori nggak masuk radar pilpres. 

Roler 

kan sdh disepakati kl jadi panglima namanya hrs ganti jadi Andiko Perkoso. 

WIRA 

Abah, mengapa sejak reformasi Panglima TNI selalu dijabat oleh Jenderal dengan nama berakhiran huruf "O" ? Tapi kalau seharusnya sekarang ini giliran Jenderal dengan nama berakhiran huruf "A", berarti memang ada pertimbangan khusus. Itu yang hanya Presiden Jokowi sendiri yang tahu. 

Disjoke 

Joni kini lebih aktif, Mulai malam selesai subuh, Bagus Kakek suka, Wkwkw 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Dianggap Hasil Tes Tidak Layak, Seorang Pria Marah ke Petugas Bandara Kualanamu, Deli Serdang':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO