Diskriminasi Busana Karyawati, Manajemen Borobudur dan Keraton Jombang Dikecam
Jumat, 23 Desember 2016 09:53 WIB
JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Manajemen Borobudur dan Keraton yang diduga melarang karyawatinya mengenakan jilbab dan mengharuskan memakai rok mini menuai kecaman dari kalangan aktivis. Salah satunya dari Jaringan GuwDurian Jombang yang menilai kebijakan dua swalayan itu bersifat diskriminatif terhadap karyawati yang dipaksa membuka sebagian anggota tubuhnya.
Padahal seharusnya manajemen Borobudur yang ada di Jl Gus Dur dan Keraton di Jl A Yani Jombang tersebut menghormati hak para karyawan perempuan untuk menutup aurat.
BACA JUGA:
Selain Paksa Berpakaian Minim, Borobudur Juga tak Gaji Karyawan Sesuai UMK Jombang
Hasil Hearing DPRD Jombang, Izin Operasional Swalayan Borobudur Terancam Dicabut
Larang Karyawan Berjilbab, DPRD Jombang Desak Swalayan Borobudur dan Keraton Ditutup
"Bahwa pada prinsipnya, setiap orang mempunyai hak kemerdekaan dalam berbusana. Setiap individu tidak boleh dipaksa untuk memakai atau tidak memakai busana tertentu. Pemaksaan yang berujung adanya diskriminasi jelas melanggar prinsip dasar hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia," kata Aan Anshori, Koordinator Jaringan GusDurian Jombang kepada BANGSAONLINE.com.
Lebih lanjut Aan menuntut manajemen Borobudur dan Keraton untuk tidak melakukan diskriminasi terkait pakaian kerja. Di samping itu, ia mendorong semua pihak untuk mengedepankan dialog bermartabat dalam penyelesaian kasus ini.
"Kami mengecam kebijakan menejemen swalayan Borobudur yang melarang karyawatinya memakai jilbab saat bekerja," tegas aktivis berkacamata ini.