Diskriminasi Busana Karyawati, Manajemen Borobudur dan Keraton Jombang Dikecam
Jumat, 23 Desember 2016 09:53 WIB
BERITA TERKAIT:
- Larang Karyawan Berjilbab, DPRD Jombang Desak Swalayan Borobudur dan Keraton Ditutup
- Hasil Hearing DPRD Jombang, Izin Operasional Swalayan Borobudur Terancam Dicabut
- Selain Paksa Berpakaian Minim, Borobudur Juga tak Gaji Karyawan Sesuai UMK Jombang
Aan yang juga Direktur LInK (Lingkar Indonesia untuk Keadilan) ini meminta kepada DPRD dan Bupati Jombang berlaku adil dan tidak menerapkan standart ganda dalam urusan pakaian. Di satu sisi, mengecam pelarangan pemakaian jilbab, namun di sisi lain memaksa perempuan berjilbab. Salah satunya bisa melihat situasi pegawai perempuan Islam di Pemkab, maupun kebijakan berpakaian di hampir semua sekolah negeri terhadap siswi muslim. Dalam konteks itu dinilai tidak adil. Pasalnya, dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, perempuan dijamin oleh konstitusi untuk mengenakan atau tidak mengenakan jilbab tanpa perlu takut didiskriminasi.
"Untuk itu, kami juga meminta aparat hukum dan tokoh agama untuk mewaspadai para pihak yang berkeinginan mempolitisasi masalah ini dengan isu SARA dan , yang berpotensi menimbulkan kerusuhan menjelang Natal dan Tahun Baru," pungkas Aan.
Seperti diketahui, kalangan anggota DPRD Jombang mendesak penutupan swalayan Borobudur dan Keraton. Itu karena dua swalayan tersebut melarang karyawatinya mengenakan jilbab serta mengharuskan memakai rok mini yang hanya diatas lutut. Tak hanya itu, manajemen juga menolak menemui kalangan DPRD yang hendak melakukan klarifikasi atas persoalan tersebut saat sidak (Inspeksi Mendadak), Kamis (22/12). Padahal, anggota legislatif sudah menerima pengaduan dari masyarakat dan karyawan yang keberatan atas kebijakan perusahaan tersebut. (rom/dur)