Istri Tak Penuhi Kebutuhan Biologis, Saya Onani, Berdosakah Saya?

Istri Tak Penuhi Kebutuhan Biologis, Saya Onani, Berdosakah Saya? Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said

>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<

Pertanyaan:

Assalamualaikum wr.wb Kiai Said yang terhormat.

Saya mau menanyakan masalah hubungan biologis suami istri yang saya alami. Hubungan saya dengan istri memang agak renggang belakangan ini. Bahkan sudah satu tahun ini istri saya sudah tidak mau diajak berhubungan suami istri. Akhirnya saya melampiaskan kebutuhan biologis saya dengan melakukan onani. Dosakah yang saya lakukan itu?

Saya sendiri tidak punya keinginan menikah lagi karena ingat masa depan anak-anak. Terima kasih jawabannya.

Handoko - Surabaya

Jawaban:

Waalaikumsalam wr.wb, saudara Handoko.

Semoga problem rumah tangga yang ada alami bisa diatasi dengan baik. Bangun komunikasi dengan berbagai cara agar hubungan suami istri Anda segera pulih.

Soal onani berdosakah yang anda lakukan, akan saya jawab secara umum dan menyeluruh, karena hal ini banyak terjadi pada kalangan kaum pria maupun wanita.

Onani dalam kajian fiqih dikenal isitlah istimna‘ alias mengeluarkan sperma tanpa melalui senggama, baik dengan tangan, maupun dengan yang lain, baik dengan tangan sendiri maupun tangan yang lain, baik dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan, dengan tujuan memenuhi dorongan seksual.

Dalam bahasa sehari-hari kita dibedakan, pada laki-laki dikenal dengan istilah “onani”, sedangkan pada perempuan dikenal dengan istilah “masturbasi”, kendati keduanya lebih cenderung dilakukan oleh sendiri.

Mayoritas ulama fiqih membolehkan istimna‘, baik dengan tangan maupun dengan yang lain, bila dilakukan bersama pasangan yang sah, selama tidak ada perkara yang mencegah dari suami atau istri, seperti haid, nifas, puasa, i'tikaf, atau ibadah haji.

Sebab, pasangan adalah tempatnya bersenang-senang dan menyalurkan kebutuhan seksual yang dibenarkan syariat (Lihat: Kementerian Wakaf dan Urusan Keislaman, al-Mausu‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, [Kuwait: Daru al-Salasil], 1404 H, jilid 4, hal. 102).

Namun, istimna‘ yang dilakukan sendiri, baik laki-laki maupun perempuan, hukumnya masih diperdebatkan oleh para ulama. Ada yang mengharamkan secara mutlak. Ada pula yang mengharamkan dalam kondisi tertentu, dan membolehkan dalam kondisi yang lain. Namun, ada pula yang memakruhkan.

Adapun para ulama yang mengharamkan adalah ulama Maliki dan Syafi‘i. Ulama Syafi‘i beralasan bahwa Allah memerintah menjaga kemaluan kecuali di hadapan istri atau budak perempuan yang didapat dari hasil peperangan, sebagaimana ayat, Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa, (QS al-Mukminun [23]: 5-6).

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO