Kontrasepsi bagi Remaja Mendukung Kebebasan Seks

Kontrasepsi bagi Remaja Mendukung Kebebasan Seks Zamal Nasution Foto: istimewa

Perekonomian Indonesia dirasa tidak mampu mengurusi jumlah penduduk yang mencapai 282 juta di tahun ini. Berbeda dengan China yang kini merasa bahwa jumlah penduduk 1.4 milyar masih kurang banyak untuk menopang perekonomian.

Jumlah penduduk terlalu banyak seperti melemparkan tanggung jawab negara atas kewajiban mengelola perekonomian. Sejak 79 tahun Indonesia merdeka, penyebaran penduduk masih terkonsentrasi di pulau Jawa (56%) dan sirkulasi perekonomian terpusat di pulau Jawa (57%). Pemerintah menganggap masyarakat tidak cukup kompeten mengelola jumlah anak dan urusan perkawinan, sehingga perlu dikendalikan dengan kontrasepsi pada .

Penyebab utama pergaulan tersebut yakni permasalahan keluarga. Tekanan ekonomi mempengaruhi kualitas relasi orang tua dan anak. Penyebab utama perkawinan anak karena kemiskinan dan beban ekonomi dalam keluarga.

Budaya Lokal Perkawinan Anak

Agama dan budaya merupakan landasan bagi komunitas di Madura, Indramayu, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sumatera Barat. Di Madura, menikahkan anak merupakan budaya. Sistem terbentuk dengan figur kyai sebagai sentral ajaran Islam.

Penyiapan keluarga bagi perkawinan anak dimulai dengan pendidikan agama sebelum pendidikan formal. Sistem ini menjamin anak perempuan selalu dalam tanggung jawab suami dan keluarganya.

Perkawinan merupakan hak asasi, tidak terkecuali bagi usia anak. Merencanakan perkawinan pada usia anak bukan mengarahkan anak segera menikah. Mendidik anak merupakan merencanakan jika anak memilih menikah lebih awal.

Pendidikan tersebut hak reproduksi, hak kewarganegaraan, termasuk hak ekonomi. Pendidikan ekonomi keluarga penting untuk kemandirian perempuan.

Anak menjadi lebih cepat dewasa karena budaya dan pendidikan agama di keluarga. Pada tipe keluarga tersebut, usia bukan indikator penghalang kedewasaan. Alasan menikah juga sama, tidak seragam pada tiap pasangan.

Kegagalan perkawinan pada orang dewasa jangan menjadi stigma pada perkawinan usia anak. Menurut data, terdapat sedikitnya 75% perkawinan anak tidak melalui jalur formal.

Penyebabnya bisa jadi biaya dan waktu pengurusan lama. Proses dalam putusan pengadilan yang mayoritas disetujui karena sudah hamil jangan membuat anggapan bahwa mendapatkan dispensasi dimudahkan setelah hamil. Perkawinan anak karena sudah hamil berpotensi menjadi generasi tidak terencana.

Dosen S2 Pengembangan Sumberdaya Manusia - UNAIR

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO