Usai Diperiksa KPK, Kasubdit MA Bungkam, Praktisi: Jual Beli Perkara Masih Marak

Usai Diperiksa KPK, Kasubdit MA Bungkam, Praktisi: Jual Beli Perkara Masih Marak BUNGKAM: Tersangka dugaan suap Kasubdit Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus MA Andri Tristianto Sutrisna meninggalkan Gedung KPK usai jalani pemeriksaan, Minggu (14/2). foto: antara

Listen to this article

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Penangkapan Kasubdit Kasasi dan PK Mahkamah Agung (MA), Andri Tristianto Sutrisna (ATS) dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuktikan masih maraknya jual beli perkara. Karena itu, Komisi Yudisial diminta mengawasi putusan hakim. Ini disampaikan oleh praktisi hukum, Abdul Fikar Hadjar.

Menurut Abdul, sudah menjadi rahasia umum kalau dalam dalam dunia peradilan selalu diintervensi dengan uang dan politik. Maka dari itu Komisi Yudisial (KY) harus rajin dalam memeriksa putusan.

Menurutnya, putusan penting untuk diperiksa sebab jika dilihat dari putusan, akan dapat diketahui hal-hal sebenarnya yang terjadi.

"Orang main atau enggak-nya dari putusan. Selama ini diperiksa cara bertindaknya. Semuanya orang berteriak. Satu tututannya apa, pertimbangan dan putusannya apa. Indikatornya melalui itu," ungkap Abdul di kantor ICW Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (14/2) dikutip dari okezone.com.

Dia mencontohkan, kasus hakim Sarpin yang mengabulkan gugatan praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2015 saat KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi.

"Semestinya temuan bisa, sejauh mana mereka mengefektifkan persoalan. Lembaga pengawasan kalau terjadi (kasus) baru bertindak. Makanya saya bilang KY itu harus rajin memeriksa putusan," kata Abdul

Hal tersebut dikarenakan, adanya jual beli perkara disebabkan karena di Indonesia belum memiliki budaya untuk dapat menerima kekalahan. Oleh karena itu, Abdul mengatakan sebaiknya KY dapat menyadap semua hakim.

"Sistem pengawasan kalau bilang cukup ya cukup. Ada soal aturannya dan infrastrukturnya. Kita belum ada budaya hukum untuk menerima kekalahan. Karena itu pekerjaan itu yang terus menerus. Saya setuju, mestinya kewenangan penyadapan KY menyadap semua Hakim," tambah Abdul.

Selain putusan, Abdul menilai kalau masalah administrasi juga perlu diperhatikan oleh KY. "Kalau menurut saya administrasi peradilan pun harus diawasi oleh KY tapi UU diubah lagi," bebernya.

Sementara Peneliti Center of Strategic and International Studies (CSIS) J Kristiadi, mengatakan bahwa masih banyak mafia hukum masih bercokol di sistem peradilan Indonesia. Hal ini terbukti dengan ditangkapnya Andri Tristianto Sutrisna (ATS) Kasubdit kasasi dan PK Mahkamah Agung pada Jumat (13/2) malam.

Kristiadi mengatakan penangkapan Andi hanya sebagian kecil gambaran mafia hukum di Mahkamah Agung. Dia menggambarkan kasus tertangkapnya pejabat MA seperti puncak gunung es. "Problemnya adalah kita sudah lama dengar ungkapan mafia hukum dan ini menurut saya seperti gunung es," kata Kristiadi di kantor ICW Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (14/2) dikutip dari merdeka.com.

Selama ini, Kristiadi menilai Mahkamah Agung masih belum cukup transparan kepada publik soal penanganan perkara. Dia juga mengatakan informasi yang dipublikasikan melalui website tidak cukup dan tidak menyentuh transparansi suatu perkara.

"Yang benar harus transparan. Pembukaan website enggak cukup, misalnya seperti apa yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta kalau seperti itu jadi kan orang yang melakukan atau ingin melakukan suatu kasus jadi takut kan," tuturnya.

Dia menambahkan agar keterbukaan tidak dilakukan setengah-setengah. Kurangnya keterbukaan kepada publik hanya akan mengundang orang-orang untuk melakukan suatu perkara yang melanggar hukum.

Di sisi lain Kasubdit Pranata Perdata MA Andri Tristianto Sutrisna selesai menjalani pemeriksaan pertama oleh penyidik. Tersangka dugaan suap itu tampak keluar gedung KPK dengan mengenakan rompi tahanan berwarna orange. Andri keluar seorang diri tanpa dua tersangka lain, pada Minggu (14/2) sekitar pukul 00.15 WIB.

Dia tampak tak diborgol namun didampingi seorang petugas. Ditanya wartawan, Andri tak menjawab sepatah kata pun. Ia langsung masuk ke dalam mobil yang membawanya ke tahanan.

Sedangkan tersangka lainnya, Ichsan Suwaidi, selesai menjalani pemeriksaan pertama dan terlihat keluar dengan rompi tahanan KPK berwarna oranye. Pria berkacamata yang berprofesi sebagai pengusaha itu keluar gedung KPK pada Minggu (14/2) sekitar pukul 01.15 WIB.

Ichsan menyusul Andri Tristianto Sutrisna yang telah keluar terlebih dahulu. Baik Ichsan maupun Andri sama-sama kompak bungkam saat ditanya wartawan terkait kasus yang menjerat mereka.

Plh Kepala Biro Humas KPK Yayuk Andrianti mengatakan ketiga tersangka yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK ini ditahan usai menjalani pemeriksaan sejak Jumat 12 Februari 2016 dini hari hingga Sabtu 13 Februari 2016. Mereka ditahan di rumah tahanan (rutan) yang berbeda.

“ATS (Andi Tristianto Sutrisna) ditahan di rutan Polres Jakarta Timur, IS (Ichsan Suaidi) ditahan di rutan Polres Jakarta Selatan dan ALE (Awang Lazuardi Embat) ditahan di rutan Polres Jakarta Pusat,” kata Yayuk kepada Okezone, Minggu (14/2/2016).

KPK sebelumnya menangkap ketiga tersangka ini di tiga lokasi yang berbeda. Bahkan dari hasil OTT itu diamankan uang Rp 400 juta di rumah ALE. Awang dan Ichsan selaku pemberi suap diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Sementara itu, Andri selaku pihak yang diduga penerima suap disangka Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (mer/okz/dtc/sta)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO