Presiden Didesak Minta Maaf pada Korban 65, Kiai Hasyim: Negara Tak Salah, Rezim Bisa Salah

Presiden Didesak Minta Maaf pada Korban 65, Kiai Hasyim: Negara Tak Salah, Rezim Bisa Salah Anggota PKI sedang menyiksa dan menawan Mayjen S Parman, Mayjen Suprapto, Brigjen Sutoyo dan Lettu Pierre Tendean di serambi rumah di dalam Monumen Lubang Buaya Jalan Raya Pondok Gede, Jakarta Timur, 4 Juli 2012. TEMPO/Subekti

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Simposium Peristiwa 1965-1966 terus menuai kontroversi. Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang Jawa Timur dan Depok Jawa Barat KHA Hasyim Muzadi secara tegas menolak acara tersebut. ”Saya tidak ikut, apalagi menyetujui,” kata Kiai Hasyim Muzadi dalam keterangan tertulisnya kepada bangsaonline, Selasa (19/4/2016).

Ia tak sepakat terhadap penyelenggara simposium yang mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas nama negara meminta maaf kepada para korban 65.

”Desakan tersebut pasti membebani presiden baik secara politik, keamanan maupun ekonomi, bahkan bisa terjadi kegoncangan,” kata Kiai Hasyim Muzadi yang anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).

Menurut dia, kalau mereka minta negara agar minta maaf kepada korban 65, tentu salah alamat. ”Negara tidak pernah salah apa-apa. Yang bisa salah adalah rezim pemerintahan dalam masa pemerintahannya. Mengapa kejadian zaman pemerintahan Pak Harto harus Pak Jokowi yg meminta maaf? Negara bersifat permanen sedangkan rezim bersifat temporer. Negara Indonesia sampai hari ini ada 7 rezim pemerintahan,” kata Kiai Hasyim.

Menurut dia, kalau masalah ini dikembalikan ke zaman Pak Harto juga sulit karena sekarang banyak yang wafat. Demikian juga para korban 65. ”Lalu siapa memita maaf dan kepada siapa,” katanya.

Ia menilai kurang adil karena tuntutan permintaan maaf hanya dilakukan melalui pendekatan HAM, padahal para korban 65 itu baik langsung atau tidak berkaitan dengan peristiwa G-30-S/.

”Kalau begitu kenapa tidak dilakukan secara seimbang antara HAM dan pemberontakan . Kalau seimbang baru diketahui pelanggaran HAM itu sebagai ekses,” katanya.

Menurut dia, HAM yang masuk di Indonesia sekarang secara konstitusional berdasarkan UUD 45 (pasca amandemen) dan tidak boleh melanggar Pancasila, melanggar agama, serta etika lokal.

”Namun dalam pelaksanaannya masih berdasarkan tahun 48 yang lahir di negara Eropa Barat yang sekuler dan bebas nilai sehingga sering membentur tata nilai keindonesiaan. Karena HAM itu belum dipancasilakan,” katanya.

Kiai Hasyim menilai bahwa desakan kepada Presiden untuk minta maaf belum tentu menguntungkan kelompok neo-komunis. ”Karena mayoritas bangsa terutama kaum muslimin dan umat beragama lain, kecuali kelompok agama yang suka kolaborasi dengan pihak atheis, akan berbalik mendesak neo-komunis di berbagai even demokrasi seperti pilkada, pilpres, pileg dan sebagainya. Padahal saat ini tokoh-tokoh neo-komunis telah bebas menjabat di mana-mana tanpa ada yang meneliti. Kalau terjadi konflik malah ada penelitian. Lalu siapa yang untung. Tentu kekuatan global yang akan nambah perpecahan di Indonesia,” katanya.

Lihat juga video 'Pastor Sindir Kiai Poligami, Ini Respon Cerdas dan Jenaka KH A Hasyim Muzadi':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO