Merasa Tak Bersalah Soal AJB, Kades Bitono Ajukan Pra Peradilan

Merasa Tak Bersalah Soal AJB, Kades Bitono Ajukan Pra Peradilan

PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Tersangka pengkapan kasus OTT pungli yang dilakukan oleh pihak Kepolisian terhadap Bitono dalam perkara pengurusan akta jual beli (AJB) penjualan tanah mendapat perlawanan hukum. Tersangka melakukan perlawanan hukum dengan mempraperdilkan Kapolres Pasuruan

Senin kemarin (16/7), Bitono yang diwakili oleh kuasa hukumnya dalam melakukan gugatan atas kasus yang dialami melalui sidang pra peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Bangil Kabupaten Pasuruan yang dipimpin oleh Hakim Aswin Arif.

Sahlan, kuasa hukum tersangka di hadapan majelis sidang menegaskan bahwa status tersangka yang disandangkan oleh kepolisian kepada kliennya dinilai cacat hukum.

Ada tiga hal yang disorot Sahlan, dalam sidang pra peradilan tersebut. Pertama, tidak sesuai dengan UU tentang korupsi, karena Bitono), bukan pejabat negara. Kedua, karena permintaan 10% itu memang berdasar. Ada aturannya. 

"Jadi bukan pemerasan sesuai yang dibumingkan oleh polisi. Makanya, itu yang ingin kita uji. Ketiga, laporan masyarakat juga tidak benar. Ternyata, yang bikin LP sendiri adalah polisi," jelasnya.

Sahlan menguraikan, Laporan Polisi (LP) dan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik), yang digunakan untuk menjerat Bitono melalui operasi tangkap tangan (OTT) tidaklah sah. Pandangan Sahlan, pihaknya menemukan ketidaksingkronan dengan peraturan yang ada, terkait LP dan Sprindik. Oleh sebab itu, ia menginginkan kliennya dibebaskan.

Sedangkan untuk uang 10% yang diminta Bitono, yang kala itu menjabat sebagai Kepala Desa Lebaksari. Dari nilai transaksi jual beli tanah senilai Rp. 200 Juta itu. Sahlan memandang jika pemungutan itu benar adanya. Sebab, dari angka 10 % dari transaksi tersebut, atau Rp 20 juta. Rinciannya, 2,5% adalah pajak untuk penjual, pajak untuk pembeli 2,5%, serta pajak BPHTB sebanyak 10 %.

"Jadi keputusan yang diambil klien kami (Bitono), sangat berdasar," tegas Sahlan.

Terakhir, Sahlan mengungkapkan. Jikalau Pasal yang digunakan polisi untuk menjeratnya dalah pasal 12 huruf e Undang Undang Nomor 31 tahun 1999. Sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 tahun 2001, tentang perubahan atas Undang Undang No 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Mengenai hal tersebut, Sahlan berpendapat bahwa pasal tersebut tidak bisa digunakan untuk menjerat kliennya.

"Yang dimaksut oleh undang-undang sebagai pejabat negara, pegewai negeri, atau pemerintah dalam hal ini. Sesuai UU 1999 itu, menyatakan. Di situ adalah pejabat negara atau pegawai negeri. Sementara, ketika disingkronkan dengan UU ASN, yang dimaksud dengan pejabat itu, hanya setingkat wali kota saja. Jadi kalau kita merumuskan dalam delik yang dimaksud, Aparat Desa bukan sebagai pejabat negara atau pegawai negeri. Jadi bisa lepas dari jeratan UU tersebut," tandas Sahlan.

Terpisah, Kasat Reskrim Polres Pasuruan, AKP Budi Santoso, yang dikonfirmasi perihal pembelaan tersangka Bitono, dalam sidang pra peradilan tersebut. Mengungkapkan bahwa pihaknya siap menyajikan fakta-fakta hukum," Akan Kita hadapi besok. Kana melakukan pra peradilan adalah haknya dia (Bitono). Dia tanya, kita jawab dengan dalil kita. Yang jelas, kita sudah sesuai dengan prosedur, yang tertera di KUHP, Perkap, dan UU Kepolisian," pungkas AKP Budi Santoso.

Diwartakan sebelumnya, pada (21/5) Satreskrim Polres Pasuruan telah menangkap tangan (OTT) Kades Lebakrejo, Bitono. Atas kasus pungutan liar biaya pengurusan Akta Jual Beli (AJB) sebidang tanah dan bangunan seluas 850 M2. Dari total transaksi sebesar Rp. 200 Juta, Bitono meminta 10 % dari nilai ung tersebut untuk digunakan biaya mengurus AJB. Atas hal itulah ia ditangkap Tim Saber Pungli Polres Pasuruan. (bib/par/ian)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO