Bagaimana Hukum Mengadopsi Anak? | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tanya-Jawab Islam: Bagaimana Hukum Mengadopsi Anak? Apa Konsekuensinya?

Editor: Revol
Jumat, 10 April 2015 14:59 WIB

Dr. KH Imam Ghazali Said

>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Dr. KH. Imam Ghazali Said. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<

Pertanyaan:

Asslamu’alaikum, Wr. Wb.

Ust. saya dengan istri sampai saat ini belum punya anak. Kemudian tahun 2004 saya merawat atau mengadopsi anak dari adik istri saya. Kemudian saya mengurus akte kelahiran melalui RT. Dalam dokumen tertulis anak tersebut sebagai anak kandung saya. Waktu sekolah untuk mengisi formulir orang tua atau wali, saya tulis nama saya, demi menjaga perasaannya. Proses itu ustad hanya untuk formalitas saja. Kemudian pada tahun lalu kami bertiga (saya, istri dan anak) daftar haji. Ketika di KEMENAG saya mau bilang ke petugas haji bahwa anak ini bukan anak kandung saya. Tapi akhirnya saya tidak jadi bilang karena ada pikiran ini hanya formalitas. Setelah saya baca formulir nomer porsi haji anak ini pakai nasab ke saya. Pak ustad, setelah agak besar anak ini tidak saya beri tahu bahwa dia terlahir dari si A dan si B (ayah dan ibunya). Adakah konsekuensi dunia dan akhirat sikap saya tersebut? Mohon penjelasan! Dalam hati, kami tidak ada niatan membohongi gusti Allah. Semua itu hanya formalitas.

Wassalamu’alaikum

Moh. Ali, Tuban.

Jawaban:

Problem yang Bapak hadapi itu dalam hukum Islam (fikih) disebut tabanni, yang dalam hukum positif disebut adopsi. Tabanni dalam istilah fuqaha adalah mengangkat sekaligus menisbatkan nasab seorang anak pada orang lain yang bukan ayah dan ibu kandungnya. Tabanni dalam kehidupan sehari-hari ada yang berjalan secara tradisional tanpa dukungan dokumen keluarga yang sah. Ada juga tabanni yang diikuti dengan ketentuan hukum positif dengan cara adopsi tersebut dilakukan melalui proses sidang di pengadilan. Baik Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri.

Tabanni atau adopsi seperti yang Bapak hadapi baik melalui proses dan cara yang pertama atau yang kedua dalam fikih secara tegas dinyatakan haram. Tentu itu punya konsekuensi dosa di dunia yang berakibat akan disiksa di neraka di akhirat nanti.

Hukum haram tersebut dilakukan karena Islam menghendaki proses kehidupan mulai lahir sampai meninggal harus bersih dari kebohongan. Sedang adopsi adalah salah satu bentuk kebohongan terbesar.

Adopsi seperti yang Bapak lakukan itu berjalan mulus pada masa Jahiliah. Kemudian Islam melarang keras cara hidup dengan tabanni tersebut. Rasulullah bersabda: “Kebohongan terbesar adalah mengakui anak yang bukan anaknya atau sebaliknya atau seseorang mengaku bermimpi padahal ia tidak bermimpi.” (Hr. Ibn Majah)

Dalam hadis lain berdasarkan laporan Saad Bin Malik Rasul bersabda: “Barang siapa mengakui ayah pada yang bukan ayahnya padahal dia tahu bahwa ayah yang diakui itu bukan ayah kandungnya, maka surga haram bagi dirinya. (Hr. Bukhari-Muslim).

Dalam konteks larangan keras Nabi ini Allah berfirman: “Ia tidak menjadikan anak angkat anda itu sebagai anak kandungmu. Pengakuan seperti itu keluar dari mulut-mulutmu sedang Allah berfiman yang benar dan Ia memberi petunjuk jalan. Panggillah mereka sesuai dengan ayah kandungnya, sikap seperti itu menurut Allah yang paling adil. Jika anda tidak mengetahui ayah-ayah kandung mereka maka mereka itu adalah saudaramu seagama sekaligus menjadi kekasihmu.” (Qs. al-Ahzab: 4-5).

Mohon dua hadis dan dua ayat di atas Bapak renungi secara mendalam. Perhatikan bahwa konsekuensi dosa itu tidak hanya menimpa Bapak, tetapi juga akan menimpa anak angkat Bapak itu.

Hukum haram adopsi dilatar belakangi ajaran silaturrahim yang sangat dianjurkan dalam kehidupan Islami. Nasab dan kekerabatan harus selalu diketahui dan disambung. Islam menganggap dosa besar bagi orang yang melakukan pemutusan silaturrahim. Adopsi adalah salah satu cara yang strategis dan formal bagi terlaksananya pemutusan silaturrahim. Ayah-Ibu angkat atau anak angkat akan diputus hubungan nasabnya dengan ayah-ibu kandungnya sendiri.

Konsekuensinya, mereka tidak akan mendapatkan warisan dari ayah dan ibu kandungnya. Sebaliknya mereka akan mendapatkan warisan dari ayah-ibu atau anak angkatnya, padahal di antara mereka tidak ada hubungan nasab.

Adopsi juga akan berakibat terlaksananya perbuatan yang halal menjadi haram atau sebaliknya yang haram menjadi halal. Misalnya, seharusnya anak angkat Bapak itu halal/boleh dikawinkan dengan anak kandung Bapak, tetapi karena ada formalitas anak tersebut sebagai anak Bapak, maka seakan-akan anak kandung Bapak itu haram dikawinkan dengan anak angkat Bapak.

Demikian juga misalnya istri anak angkat Bapak itu setelah dicerai itu boleh Bapak kawini, tetapi karena status mantan suaminya sebagai anak angkat Bapak yang secara formal tercatat sebagai anak kandung, maka Bapak seakan-akan haram untuk mengawini mantan istri anak Bapak tersebut; dan masih banyak contoh lain.

Saya bisa memahami secara psikologis keinginan Bapak untuk mempunyai anak. Cara terbaik untuk mengangkat anak adalah secara jujur. Dalam arti sejak awal Bapak-Ibu memberitahu kepada si anak bahwa dirinya hanya ikut merawat dan memberi motivasi untuk masa depan anak tersebut.

Mengingat sampai saat ini Bapak belum menyampaikan nasab yang sebenarnya, maka ke depan cepat atau lambat Bapak sampaikan posisi anak angkat itu sejujurnya. Ayah dan Ibu kandungnya harus diberitahu secara jujur, demikian juga si anak harus diberitahu posisi Ayah-Ibu kandungnya secara jujur. Ini agar konsekuensi dan akibat hukum seperti yang saya jelaskan di atas bisa terhindar dalam kehidupan Bapak dunia-akhirat.

Inti pengharaman adopsi itu karena berakibat putusnya hubungan nasab (putusnya silaturrahim) dan berakibat hal yang haram menjadi halal, dan yang halal menjadi haram. Kejujuran tidak boleh dikalahkan oleh perasaan kasihan. Perawatan dan biaya yang Bapak keluarkan untuk anak angkat tersebut harus dengan niat untuk membantu sesama umat manusia bagi kebaikan masa depan mereka. Tentu niat dan amal Bapak itu tidak akan sia-sia, Bapak akan mendapatkan pahala yang besar karena merawat anak secara jujur adalah bagian dari amal saleh yang sangat dianjurkan dalam Islam.

Perhatikan petikan firman Allah di atas, “Jika Anda tidak mengetahui ayah-ayah mereka, maka mereka itu adalah saudaramu seagama yang bisa menjadi kekasihmu.”

Semoga Bapak mafhum terhadap penjelasan saya ini. Wallahu a’lam.

 

 Tag:   tanya jawab

Berita Terkait

Bangsaonline Video