Tanya-Jawab Islam: Bagaimana Hukum Suami Istri Saling Berjauhan? | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tanya-Jawab Islam: Bagaimana Hukum Suami Istri Saling Berjauhan?

Jumat, 08 April 2016 00:35 WIB

Dr. KH Imam Ghazali Said.

Ketiga, adanya wali dari calon istri. Syarat sah wali adalah (1) beragama Islam, bukan kafir atau murtad. (2) lelaki dan bukan perempuan. (3) tidak dalam tekanan atau paksaan. (4) tidak sedang melaksanakan ihram haji. (5) bukan orang yang fasik.

Keempat, adanya dua saksi. Adapun syarat sah saksi adalah; (1) minimal dua orang saksi. (2) kedua saksi tersebut beragama Islam, berakal, baligh dan berjenis kelamin pria. (3) dua saksi tersebut dapat mendengar, melihat dan menyaksikan prosesi akad pernikahan. (4) kedua saksi tersebut memahami kandungan akad yang sedang dilaksanakannya.

Kelima, prosesi ijab dan qobul. Dalam ijab qobul ini harus disampaikan dengan ucapan yang mengandung unsur pernikahan atau menikahkan dan tidak disampaikan dengan kata sindiran.

Kata ijab disampaikan oleh wali perempuan atau yang mewakilinya, dan kata qobul diucapkan oleh calon suami atau yang mewakilinya. (jadi boleh tidak menerima sendiri tapi dengan perwakilan). Dalam akad tersebut tidak diselingi dengan perkataan lain, syarat-syarat yang membatalkan pernikahan dan tidak memberi batas waktu tertentu (mutah).

Oleh karena itu, pernikahan yang dilakukan dengan adat manapun, selama rukun-rukun di atas terpenuhi, hukum pernikahan itu tetap sah. Adapun kondisi Ibu yang saling berjauhan sekarang ini tidak dianggap sebagai pisah ranjang. Sebab kata “pisah ranjang” dalam bahasa Indonesia itu identik dengan tidak bersatunya suami istri dalam satu rumah yang disebabkan adanya konflik keluarga.

Dalam bahasa arab juga demikian, seorang suami istri yang tidak seranjang identik dengan kata “Nusyuz” (purek atau marahan), anehnya di arab juga selalu diidentikkan hanya dengan istri, padahal suami juga dapat saja nusyuz. Padahal kondisi Ibu dengan suami saat berpisah ini bukan karena konflik, tapi karena tujuan mencari ilmu.

Peristiwa ini mirip dengan nikah misyar, yaitu pernikahan yang menangguhkan beberapa hak dan kewajiban suami istri untuk masa waktu tertentu atau selamanya karena disebabkan oleh beberapa kondisi. Dengan syarat bahwa kedua-dua harus ridha dan ikhlas dalam menjalaninya.

Seperti halnya ibu dan suami yang seharusnya saling memberikan nafkah batin tapi untuk sementara waktu ditangguhkan sampai pada waktu tertentu, maka model semacam ini boleh dilakukan dalam Islam. wallahu a’lam. 

 

 Tag:   tanya jawab

Berita Terkait

Bangsaonline Video