Menelisik Modus Pungutan Sekolah di Gresik (1): Oknum Kasek Lakukan Pungli agar Balik 'Modal' | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Menelisik Modus Pungutan Sekolah di Gresik (1): Oknum Kasek Lakukan Pungli agar Balik 'Modal'

Wartawan: M. Syuhud Almanfaluty
Minggu, 25 September 2016 17:09 WIB

Para pelajar di Gresik sujud syukur usai dinyatakan lulus UN. foto: SYUHUD/ BANGSAONLINE

GRESIK, BANGSAONLINE.com - Sistem pendidikan di Kabupaten Gresik dinilai masih carut marut dan jauh dari harapan masyarakat.

Carut marutnya dunia pendidikan di kota santri dan kota wali ini disebabkan beberapa faktor. Di antaranya, masih mewabahnya pungutan, baik yang kerap disebut pungli (pungutan liar), atau nama sejenisnya.

Padahal, baik Bupati Sambari Halim Radianto maupun Kepala Dispendik Pemkab Gresik Mahin kerap menggembar-gemborkan larangan segala bentuk pungli atau tarikan biaya pendidikan dengan model apapun tanpa adanya kesepakatan dengan pihak wali murid.

Bahkan, Bupati sempat mengeluarkan SE (surat edaran) Nomor 420/958/437.12/2012, tentang larangan pungutan pendidikan, tertanggal 5 Juli tahun 2012. Namun, SE itu bak angin lalu. Buktinya, pungutan sekolah terus bermunculan.

DPRD Gresik, khusunya Komisi D (membidangi pendidikan), bahkan seolah-olah dibuat kucing-kucingan oleh oknum kepala sekolah yang tetap membuat kebijakan pungutan sekolah.

Begitu ada kasus pengutan terbongkar, Komisi D selaku lembaga yang memiliki otoritas pengawasan, langsung menyelidiki sekolah yang kepergok lakukan pungutan. Namun, hal itu nyatanya tak membuat sekolah jera. Buktinya, tarikan serupa terus bermunculan di sekolah lain. Bahkan, makin tumbuh subur bak jamur merang di musim hujan.

Konon, tarikan itu sengaja dilakuan oleh oknum kepala sekolah dan dijadikan tradisi lantaran sudah terjadi setiap tahunnya. Langkah tak terpuji itu terpaksa mereka lakukan untuk mengeruk pundi-pundi pendapatan.

Sebab, untuk mendapatkan kursi jabatan ataupun jabatan kepala sekolah tidak murah. Konon, untuk bisa mendapatkan jabatan kepala sekolah biayanya cukup mahal. Satu jabatan kepala sekolah SDN misalnya, bisa tembus antara Rp 30-50 juta. Meski harga itu terbilang mahal, tapi nyatanya laris manis. Terbukti jabatan kepala sekolah banyak diburu.

Juga ada, oknum kepala sekolah yang nekat tetap narik pungutan kepada siswa karena beban yang mereka tanggung sangat besar setiap bulannya. Mulai setor kepada oknum pejabat maupun membiayai kebutuhan sekolah yang tidak dianggarkan dalam RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah) di setiap tahun anggaran.

Misalnya, uang hasil pungutan itu merekan gunakan untuk membayar guru THL (tenaga harian lepas) untuk memenuhi kebutuhan pengajar.

Bupati Sambari dalam beberapa kesempatan mutasi pejabat atau saat mengumpulkan kepala sekolah menjelang digulirkannya PPDB (Pendaftaran Siswa Didik Baru), kerap menyatakan, bahwa baginya jual beli jabatan itu haram. "Bagi saya jual beli jabatan itu haram," kata Sambari serius.

"Coba bayangkan saja kalau jabatan kepala sekolah dijual hingga Rp 40-50 juta. Lalu eselon III seperti camat dijual Rp 300 juta, bahkan Rp 400 juta, saya yakin pada rebutan," terangnya.

Bahkan Bupati dalam menghadapi PPDB mengeluarkan sayembara. Yakni bagi pejabat yang bisa menangkap basah oknum yang melakukan tarikan saat PPDB dengan bukti kuat, maka akan diberikan reward berupa kenaikan pangkat. "Dan, bagi masyarakat umum akan diumrohkan," janjinya. (m. syuhud almanfaluty)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video