Pemikiran Gus Dur dalam Pandangan KH A Hasyim Muzadi Disampaikan di Monash University | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Pemikiran Gus Dur dalam Pandangan KH A Hasyim Muzadi Disampaikan di Monash University

Senin, 19 Desember 2016 00:38 WIB

KH Hasyim di Sydney Australia

Pertama, pemikiran keagamaan dan universalitasnya. Kedua, Strategi politis untuk mencapai jenjang presiden.

Untuk pemikiran sudah saya sampaikan di atas, dan untuk strategi menjadi presiden haruslah mempunyai dukungan dari kaum nasionalis indonesia. Secara global diperlukan kedekatan ke dunia katolik (Vatikan) dan beberapa tokoh yang dekat kekuatan Israel, misalnya, dengan masuk ke Yayasan Simon Peres dan sebagainya. Hal-hal yang strategis ini saya tidak ingin mencampuri terlalu dalam karena bisa mengganggu tujuan dan saya pun tidak pernah menjelaskannya kepada masyarakat nahdliyin.

telah berjasa besar kepada Nahdlatul Ulama, utamanya di bidang perluasan wawasan sehingga dalam 4 tahun menjabat sebagai wakil katib PBNU, mempersiapkan khittah 1926 yang kemudian berhasil digolkan di Muktamar Situbondo tahun 1984. Khittah 1926 berisi :

a. Penyambungan wawasan keagamaan dan wawasan kebangsaan. Hal ini diperlukan agar maqosidutasyri’ yang diperjuangkan NU dapat dimasukkan dalam mengisi negara melalui bahasa nasional.

b. Pemisahan NU dari partai politik (ketika itu PPP), agar posisi NU murni pada civil society tidak terkooptasi dengan pemikiran politis yang berpijak kepada untung rugi, kekuasaan dan politisasi. Sehingga NU dapat secara murni berbicara tentang kebatilan dan kebenaran serta kemaslahatan umat tanpa memandang golongan-golongan politik.

c. Penetapan Pancasila sebagai asas perjuangan negara dan akidah Ahlusunnah wal jama’ah (annahdliyah) sebagai landasan keagamaan.

d. Menggalang persaudaraan muslimin seluruh dunia utamanya yang berpaham Ahlussunnah wal jamaah.

e. Bergerak di bidang pengembangan sosial (Mabadi Khairo ummah) baik di bidang pendidikan, pesantren, ekonomi, budaya, serta politik kebangsaan bukan politik kepartaian.

7. Ide-ide strategis dari ini tidak gampang diterima oleh mainstream warga nahdliyin pada waktu itu yang masih mempertetangkan antara Islam dan Pancasila. Sekalipun sudah dijelaskan bahwa strategi itu sangat perlu untuk Nahdlatul Ulama, tetap saja para ulama meminta justifikasi legal formal di dalam quran dan hadits serta siroh nabawiah. Terjadilah perdebatan sengit antar ulama NU dalam Munas Alim Ulama setahun sebelum muktamar 1984.

Akhirnya adalah KH. Ahmad Siddiq yang menjembatani pemikiran strategis ini dengan pendekatan legal formal, utamanya dengan mengambil makna dari piagam Madinah.

Ternyata di piagam madinah tidak menyebut istilah Negara Islam tetapi kesepakatan (referendum penduduk Madinah). Yang terpenting dari isi piagam tersebut adalah pengisian bentuk negara dengan prinsip ajaran agama Islam. Misalnya, persaudaran di kalangan kaum muslimin, penegakan hukum secara adil, hubungan lintas agama, pemerataan ekonomi, memegang amanat dalam berpolitik, dan kepribadian Islam dalam kebudayaan.

Akhirnya disetujui konsep khittah itu tahun 1984. Sebagai penanggung jawab dunia dan ukhro terhadap semua keputusan muktamar ke 27 di Pondok Pesantren Sukorejo Situbondo adalah KH. As’ad Syamsul Arifin (yang sekarang ini telah menjadi pahlawan nasional). (*)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video