Sumamburat: Petualangan Koruptor | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Sumamburat: Petualangan Koruptor

Editor: Redaksi
Wartawan: ----
Rabu, 17 Oktober 2018 11:08 WIB

Suparto Wijoyo

Oleh: Suparto Wijoyo*

DARI Malang menuju Bekasi. Begitulah aksi KPK dalam melakukan gerakan senyap OTT yang melibatkan para bupati kedua daerah itu. Simbul para koruptor kian menjalar dari daerah ke daerah untuk merapatkan barisan sambung-menyambung menjadi satu kekuatan. Kali ini sangat kentara bahwa petualangan mereka menyertakan kosmologi baru yang melibatkan korporasi, persis dengan yang dulu pernah terhelat di DKI Jakarta yang melakonkan anggota DPRD, meski pihak pengembangnya terus melanggang tanpa mampu disergah oleh KPK. Konstalasi adu kuat antara yang anti rasuah dengan para koruptor tak membuat jengah para pereguk kuasa mengingat eks koruptor masih diberi “penghargaan” boleh melenggang ke parlemen atas restu MA.

Ketahuilah bahwa Mahkamah Agung telah merustui mantan koruptor berlaga dan ini mengusik geliat berdemokrasi yangmenjunjung tinggi moralitas, bukan sekadar legalitas. Reaksi publik saat itu tampak gusar dengan Putusan MA yang memperkenankan mantan koruptor menjadi caleg. Sebagaimana dilansir berbagai media bahwa harapan kini bertumpu kepada parpol. KPU berharap parpol memiliki komitmen moral dengan menarik calegnya yang pernah menjadi terpidana kasus korupsi. Ternyata kepala daerah yang kena OTT KPK dipastikan menyandang predikat “orang partai” peserta pemilu.Maka biarlah khalayak merespon dengan tanya yang menggelegak, yang menggambarkan betapa lukanya hati mereka.

MA membangun argumentasi yuridis yang diunggah menggiring negara hukum (rechtsstaat) selaksa negara undang-undang abad pertengahan (de staat in formele zin). Asal tidak dilarang berarti boleh. Sebuah nalar yang memasung makna negara hukum menjadi negara regulasi yang jauh dari nilai etik. Putusan MA mengerdilkan hukum sebatas deretan ayat-ayat positivistik yang tidak menjangkau esensi kaedah moral rakyat yang menganggap korupsi sebagai kejahatan luar biasa. MA mutlak memedomani basis moralitas yang mengajarkan kepatutan agar hukum memiliki “rasa”, bukan semata-mata “frasa”. Sikap menjaga integritas dianggit pilihan utama MA untuk menentukan legislator yang mampu mendengar lirihnya suara moral di tengah panggung pileg yang hiruk pikuk. MA merupakan puncak peradilan yang di tangannya harkat negara hukum dipertaruhkan.

Pasal 24 UUD 1945 memformulasi bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh MA dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, agama, militer, tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Pasal 24A UUD 1945 menentukan: MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.

1 2

 

 Tag:   Opini

Berita Terkait

Bangsaonline Video