Pesantren dan Lembaga Pendidikan Formal, Mencari Solusi Punishment | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Pesantren dan Lembaga Pendidikan Formal, Mencari Solusi Punishment

Editor: Redaksi
Minggu, 08 Desember 2019 01:32 WIB

ILUSTRASI: Para santri sebuah pondok pesantren sedang beraktivitas.

Pada dasarnya Islam sendiri tidak membenarkan kekerasan fisik dalam pendidikan. Meskipun hukuman tersebut diberikan kepada santri yang melanggar peraturan dan santri menyetujuinya, namun dalam pelaksanaannya perlu ditinjau kembali. Dalam pelakasanaan hukuman ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti alasan mengapa santri melakukan pelanggaran, pemberian pengertian kepada santri mengenai hukuman, pelaksanaan hukuman tidak dalam keadaan emosi/marah, dan lain sebagainya1.

Kiai sebagai sosok figur otoritas di pondok yang mempunyai kewenangan penuh terhadap pesantren tidak serta merta melegalkan hukuman fisik terhadap kesalahan santri, akan tetapi hal yang perlu dilakukan adalah pendekatan untuk eksplorasi mengenai pikiran, perasaan, dan sikap santri. Dalam proses ini, santri dapat mengungkapkan semua alasannya mengapa ia melakukan pelanggaran tersebut dan kiai/ustadz sebagai pendengar. Setelah itu kiai/ustadz dapat mengevaluasi untuk menentukan tindakan yang tepat. Jika memang santri harus diberikan hukuman, maka hukuman yang diberikan adalah hukuman yang bersifat mendidik, namun tetap membuat santri menjadi jera. Pemberian hukuman sebaiknya harus obyektif, bukan subyektif (kompasiana.com 17/6/15)1.

Pemberian hukuman bagi santri yang melanggar tata tertib bias dilakukan dengan cara positif, seperti yang dilakukan salah satu pesantren di Yogyakarta. Pondok ini tidak memberikan hukuman fisik kepada santri yang melanggar, melainkan hukuman yang mendidik. Misalnya, menulis seperempat juz Alquran atau seperempat hadis kitab sesuai dengan kelasnya, jika santri telat mengikuti sholat jamaah. Kemudian membersihkan pondok, jika santri tidak mengikuti sholat jamaah, menulis kitab hadist jika santri berhubungan dengan lawan jenis melalui media maya, dan pemanggilan orang tua jika santri terbukti nyata berhubungan dengan lawan jenis dalam tindakan nyata, dan lain sebagainya.

Di pondok ini, sudah ada perjanjian antara orang tua dengan pihak pesantren, sebelum anak masuk pesantren. Yakni, orang tua menyanggupi segala peraturan yang ada di pondok pesantren dengan kerelaan dan tanggung jawab atas apa yang dilakukan.

Hal inilah yang membedakan pondok pesantren dengan lembaga pendidikan formal pada umumnya. Di pesantren, pada umumnya, orang tua merelakan atau menitipkan anaknya secara penuh untuk dididik oleh perangkat-perangkat pesantren. Meski, tanpa perjanjian hitam di atas putih. Biasanya, orang tua yang memondokkan putra-putrinya, rela buah hatinya dihukum apabila memang melakukan kesalahan. Hampir tidak ditemukan kasus yang mana orang tua melaporkan guru atau ustadnya di pesantren, karena anaknya dihukum akibat melakukan kesalahan.

Hal ini berbanding terbalik dengan yang terjadi di lembaga pendidikan formal. Sering kali kita jumpai berita di berbagai media, orang tua melaporkan guru sekolah ke polisi karena menghukum si anak yang melakukan kesalahan atau pelanggaran tata tertib sekolah. Meski, hukuman yang diberikan si guru tergolong sepele, contohnya hanya sekadar menjewer telinga si anak (siswa). Bahkan, belakangan marak siswa melakukan kekerasan atau penganiayaan terhadap gurunya sendiri. Bahkan, dalam sejumlah kasus, si guru sampai meninggal dunia akibat dianiaya muridnya sendiri. Hal ini juga hampir tidak ditemui atau tidak pernah terjadi di pondok pesantren.

Penghargaan dan hukuman memang diperlukan dalam dunia pendidikan. Hal tersebut sebagai evaluasi terhadap proses pembelajaran. Peserta didik yang menaati peraturan berhak mendapatkan penghargaan. Dan peserta didik yang melanggar peraturan berhak mendapatkan hukuman, di mana hukuman tersebut bersifat mendidik, membuat efek jera, dan tetap dalam batasnya.

*Penulis adalah mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video