​Bantu Pekerja-Pengusaha, Ketua BPJS Watch Jatim Apresiasi PP No 49-2020, Tapi Kritik Pasal 13 | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

​Bantu Pekerja-Pengusaha, Ketua BPJS Watch Jatim Apresiasi PP No 49-2020, Tapi Kritik Pasal 13

Editor: MMA
Wartawan: Nanang Fachrurrozi
Kamis, 10 September 2020 11:13 WIB

Arief Supriyono. foto: ist/ bangsaonline.com

"Saya mengapresiasi kehadiran PP No. 49 Tahun 2020, sebagai upaya Pemerintah untuk membantu pekerja dan dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini. PP No. 49 ini sudah lama ditunggu kalangan , yang memang PP ini diharapkan dapat membantu cash flow perusahaan dalam menggerakkan roda produksi mereka," ujar Arief.

Kalangan usaha berharap penyesuaian iuran ini berlaku sejak Juli 2020 hingga Desember 2020, namun dalam Pasal 26 PP No. 49 ini disebutkan penyesuaian iuran ini berlaku sejak Agustus 2020 hingga Januari 2021.

Persoalan substansial PP No. 49 ini ada di Pasal 13. Bagi pemberi kerja dan PBPU yang mendaftar sebelum Agustus 2020, pemberian keringanan iuran JKK dan JKm di PP No. 49 ini mensyaratkan pemberi kerja dan PBPU tersebut harus melunasi tunggakan iuran hingga Bulan Juli 2020, bila memiliki tunggakan iuran. Tentunya sejak Covid-19 hadir hingga saat ini sudah banyak perusahaan yang terdampak dan mengalami kesulitan cash flow sehingga menunggak iuran"

"Saya menilai persyaratan yang ada di Pasal 13 PP No. 49 tersebut tidak tepat. Bukankah perusahaan yang sudah mengalami kesulitan cash flow karena pandemi ini justru yang seharusnya dibantu sehingga perusahaan tetap eksis dan pekerja tetap bisa mendapatkan manfaat JKK dan JKM. Bila perusahaan yang mengalami kesulitan cash flow tidak mampu membayar tunggakan iuran sampai Juli 2020 maka perusahaan tersebut tidak dapat keringanan iuran JKK dan JKm sebesar 99%. Sudah sulit malah tidak mendapatkan keringanan iuran. Ini kan tidak adil," tegasnya.

Dengan adanya persyaratan tersebut berarti sebenarnya keringanan iuran JKK dan JKM hanya untuk membantu perusahaan yang memang mampu, bukan untuk membantu perusahaan yang tidak mampu karena pandemi ini. Saya kira ini tidak sesuai dengan tujuan yang ada di Pasal 2 PP No. 49 ini yaitu untuk memberikan perlindungan bagi peserta dan kelangsungan usaha.

Mengenai kesinambungan penyelenggaraan program jaminan sosial ketenagakerjaan, dengan dana kelolaan JKK sebesar Rp. 34,92 Triliun dan JKm sebesar Rp. 12,86 Triliun (data per 31 Maret 2020) dengan rasio klaim JKK sekitar 26% dan rasio klaim JKm sekitar 30%, maka pengenaan keringanan iuran JKK dan JKm untuk seluruh perusahaan tidak akan mengganggu kesinambungan penyelenggaraan program JKK dan JKm di BPJS Ketenagakerjaan. Pasal 13 tersebut tidak adil bagi perusahaan yang memang sedang mengalami masalah di saat pandemi ini.

"Saya setuju tunggakan iuran sampai Juli 2020 harus diselesaikan, tetapi bagaimana kalau perusahaan masih belum mampu membayarnya sehingga keringanan pembayaran iuran JKK dan JKm tidak didapat. Saya usul, seharusnya syarat pembayaran tunggakan iuran hingga Juli 2020 bisa dicicil sehingga perusahaan yang menunggak tersebut tetap mendapat keringanan pembayaran iuran JKK dan JKm. Dan ini pun diperlakukan juga untuk PBPU yang menunggak iuran," pungkas Arief.

Arief berharap, Pemerintah berkenan meninjau kembali pasal 13 sehingga tujuan PP No. 49 ini yang diamanatkan Pasal 2 yaitu memberikan perlindungan bagi peserta dan kelangsungan usaha selama bencana nonalam penyebaran Covid-19 benar-benar bisa membantu seluruh perusahaan dan pekerja di masa pandemi ini. (nf)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video