​Pidato Kemenangan Biden: Buang Retorika Kasar! Kita pun Perlu Kembalikan Jiwa Indonesia! | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

​Pidato Kemenangan Biden: Buang Retorika Kasar! Kita pun Perlu Kembalikan Jiwa Indonesia!

Editor: MMA
Minggu, 08 November 2020 16:47 WIB

M Mas'ud Adnan. Foto: bangsaonline.com

Oleh: M Mas’ud Adnan --- Setelah empat tahun dipimpin Presiden Donald Trump ala koboi, ugal-ugalan dan penuh narasi kasar, kini (AS) tampaknya akan memasuki lembaran baru. Presiden terpilih AS Joe Biden memulai dengan narasi empatik dan simpatik saat menyampaikan pidato kemenangan di Wilmington, Delaware, AS, Sabtu 7 Nopember 2020 waktu setempat. Rakyat AS yang kini mencapai 328,2 juta jiwa tampak mulai sejuk. Banyak yang terenyuh, tersentuh jiwanya.

Dari sekian isi pidato Biden yang paling menarik bagi saya, ketika ia menyatakan, “Ini waktunya membuang retorika kasar (keras)! Menurunkan temperatur, kembali melihat satu sama lain, mendengarkan satu sama lain!”

Pidato Biden kian berkelas, ketika ia menyatakan: “Stop memperlakukan lawan sebagai musuh!”

Sebagai praktisi media, saya mencermati Biden punya kemampuan komunikasi sangat cerdas. Pria berusia 77 tahun itu pandai memilih diksi, narasi, retorika, dan tentu saja substansi isi pidato yang harus disampaikan pada rakyatnya yang penuh gejolak dan ketidakpastian saat dipimpin Trump.

Biden bukan hanya piawai komunikasi, tapi juga memilki jiwa matang dalam kepemimpinan. Kita cermati salah satu potongan pidatonya: “Saya bersumpah untuk menjadi presiden yang berusaha mempersatukan, bukan memecah belah, yang tidak melihat red states (pendukung partai Republik-red), dan blue states (pendukung partai Demokrat-red), hanya melihat United States (rakyat Amerika-red). Untuk bekerja sepenuh hati, untuk mendapatkan kepercayaan dari kalian semua,” tegas Biden menyejukkan.

Retorika Biden ini - sekali lagi - sangat cerdas. Dan kita tahu, kecerdasan itu hanya lahir dari jiwa yang matang. Sulit mengharapkan komunikasi cerdas, apalagi empatik dan simpatik, dari figur grusa-grusu dan urakan seperti Trump.

Menyimak pidato Biden ini saya langsung ingat tanah airku. Tumpah darahku. ! Yang sedang penuh sesak narasi kasar! Retorika keras! Penuh kebencian!

Ironisnya, retorika kasar itu justru diproduksi para elit politik dan agama. Temasuk yang berjubah sekalipun. Bahkan para elit pemerintah yang seharusnya menjadi penengah dan penyejuk, justru agresif menyerang dan memproduksi narasi tercela dan tak santun. Sampai Presiden Joko Widodo merasakan bahwa komunikasi pemerinah sangat buruk.

Celakanya, para elit itu juga memelihara buzzer dan influencer. Yang tugasnya menyerang dan menghina! Sehingga memancing kemarahan orang lain! Sekali lagi: memancing kemarahan orang lain. Bahkan kemarahan publik! Dengan status provokatif, mereka menghina, meledek, dan merendahkan siapa pun yang tak sealiran. 

Para buzzer dan influencer itu ibarat mata kuda. Kehilangan akal  sehat. Menyerang sesuai titah junjugan! Bahkan, menurut laporan Tempo, sesuai titah yang bayar!

Dalam situasi komunikasi dan informasi kacau seperti ini - lagi-lagi - saya terkesan pidato Biden. “Saya berjuang mendapatkan jabatan ini untuk mengembalikan jiwa Amerika! Untuk membangun tulang punggung bangsa ini, kelas menengah! dan untuk membuat Amerika dihormati lagi di seluruh dunia, dan untuk menyatukan kita semua di dalam negeri,” kata Biden penuh heroik. Pidato Biden ini sekaligus mengkonter kebijakan Trump yang selama ini berorientasi pada kelas atas, mengabaikan kelas menengah, dan kelas bawah.

Namun terlepas dari semua itu, narasi “berjuang mendapatkan jabatan untuk mengembalikan jiwa Amerika” itu sangat menarik bagi saya. Diksi “berjuang mendapatkan atau mengincar jabatan” itu retorika vulgar, terus terang, apa adanya! tapi punya tujuan mulia: mengembalikan jiwa Amerika!

Biden - bahkan rakyat Amerika - sadar bahwa jiwa Amerika selama ini sudah tidak on the track! Melenceng. Karena itu jiwa Amerika perlu dikembalikan! Tugas berat tapi sangat mulia!

Jika kita jujur, sejatinya bukan hanya Amerika yang mengalami degradasi jiwa. juga mengalami perubahan, bahkan kerusakan jiwa! Bukankah jiwa   terkenal ramah, santun, dan saling menghagai sesuai jiwai Pancasila yang berbasis nilai agama? Faktanya sekarang kita tiap hari saling caci, saling hujat dan saling hina secara terbuka di ruang publik! Jiwa seolah sudah tergerus bahkan hilang. Nah, tidakkah kita perlu mengembalikan jiwa ?

Retorika Biden itu sebenarnya setara dengan retorika “revolusi mental” yang pernah dilontarkan Presiden Joko Widodo saat kampanye pilpres pertama. Sayang, retorika revolusi mental itu – baik secara langsung maupun tidak langsung - telah dibasmi para buzzer dan influencer serta para elit politik yang selalu beretorika barbar tanpa sopan santun.

Saya memakai diksi “dibasmi” karena narasi-narasi yang diproduksi para buzzer dan influencer tidak pernah menyejukkan, apalagi membangun keharmonisan sosial. Sebaliknya, mereka justru terus-menerus nyinyir, menciptakan kegaduhan sosial dan memancing kemarahan publik. Celakanya, kenyinyiran dan saling hina itu tidak hanya terjadi pada ruang publik dan politik, tapi juga antar pemeluk agama.

Dalam konteks inilah, narasi para buzzer dan influencer serta elit politik dan agama yang selalu bernarasi kasar dan tak beradab  itu terasa sekali sangat merusak kohesi sosial dan jiwa . Para buzzer dan influencer serta elit politik  – meminjam narasi para politisi Republik kepada Trump – tiap hari menyiramkan bensin sehingga masyarakat terus berbakar! Konsekuensinya, revolusi mental yang menjadi program mulia Presiden Jokowi, berubah menjadi perusakan mental, akibat ulah para buzzer dan influencer.

Karena itu - sekali lagi - kita perlu dan harus mengembalikan jiwa ! Wallahu'lam bisshawab

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video