PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Polemik sewa Plaza Bangil yang belum tertagih oleh Pemkab Pasuruan sebesar Rp32 miliar membuat Komisi II DPRD Kabupaten Pasuruan bingung. Wakil rakyat mulai mencurigai ada persoalan serius yang belum bisa diselesaikan oleh Pemkab Pasuruan untuk tunggakan yang merupakan PAD tersebut.
Untuk mengetahui secara pasti persoalan tersebut, para wakil rakyat memanggil dua OPD terkait, yakni Disperindag dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kabupaten Pasuruan.
Baca Juga: DPRD Kabupaten Pasuruan Mendadak Rombak AKD, Muchlis: Catatan Buruk Sepanjang Sejarah
Menurut Ketua Komisi II, Fauzi, pemanggilan tersebut bertujuan meminta penjelasan sejauh mana upaya penagihan yang dilakukan Pemkab Pasuruan. Sebab, akibat tidak tertagihnya piutang itu, setiap tahun muncul catatan BPK dalam laporan keuangan.
"Pemanggilan dua OPD tersebut untuk mengetahui persoalan yang sebenarnya, serta apa upaya yang sudah dilakukan,” jelas Politikus Gerindra ini.
Terpisah, Kepala Disperindag Kabupaten Pasuruan, Diano VF Santoso mengungkapkan piutang sewa bangunan ruko milik pemerintah daerah tercatat mencapai Rp37 miliar. Jumlah tersebut terhitung dari beberapa tempat. Selain Plaza Bangil, juga dari Terminal Pandaan dan ruko di wilayah Pasar Puwosari.
Baca Juga: Ketua DPRD Pasuruan Support Penuh Persekabpas untuk Terus Menang di Liga Nusantara
Namun, piutang paling besar memang ada di Plaza Lama dan Baru Bangil. Mencapai Rp 32 miliar yang belum tertagih. Persoalan ini muncul, setelah pihak pedagang enggan membayar sewa sejak 2012 lalu.
Persoalan ini (piutang) muncul setelah kerja sama atau konsesi oleh pihak ketiga berakhir. Sehingga, aset bangunan tersebut harusnya dikembalikan ke pemerintah daerah.
“Tapi kenyataannya, ada pedagang yang merasa kalau memiliki. Bahkan, mereka punya hak milik. Ini yang akhirnya memunculkan masalah tersebut,” ungkap dia.
Baca Juga: Peringatan Harkodia di Pasuruan, Pj Gubernur Jatim Tekankan Pilar Utama Pencegahan Korupsi
Ia mengaku sudah melakukan berbagai upaya. Bukan hanya sosialisasi, tetapi juga penagihan. Bahkan, sejak 2017 lalu, pemerintah daerah akhirnya menggandeng kejaksaan untuk melakukan penagihan. “Karena upaya kami tidak mempan. Sebagian besar pedagang enggan untuk membayar,” tukasnya.
Kepala BPKPD Kabupaten Pasuruan, Khasani, mengakui piutang tersebut memang membebani daerah. Karena dalam neraca keuangan masuk pendapatan. Padahal, uangnya tidak ada. “Selama menjadi piutang, tetap akan menjadi beban,” jelasnya. (bib/par/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News