JEMBER, BANGSAONLINE.com - Ribuan massa dari kalangan petani yang digalang oleh Serikat Tani Independen (Sekti) Jember dan beberapa kelompok tani lainnya, memadati sepanjang ruas jalan di depan Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember, Selasa (27/09/2022).
Mereka bersama-sama memperingati Hari Tani Nasional yang ke-62 dengan tasyakuran dan doa bersama. Mereka juga mengundang Bupati Jember beserta Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), dan juga beberapa pihak terkait yakni Kepala Badan Pertanahan (BPN) dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.
Baca Juga: Dukung Swasembada Pangan, Polsek Karangjati Ngawi Gelar Methil Bareng Petani
Selain itu, mereka juga menambahkan varian aksi dalam peringatan tersebut dengan memampang sejumlah poster aspirasi dan juga orasi oleh Sekti maupun petani.
Jumain selaku Ketua Sekti Jember menyampaikan beberapa poin penting dalam kesempatan tersebut. Di hadapan sejumlah pejabat yang hadir dan ribuan massa, khususnya dari kalangan petani, ia kembali menegaskan bahwa peringatan Hari Tani Nasional itu merujuk pada upaya-upaya rakyat dan negara dalam reforma agraria.
“Tanggal 24 September, perlu diketahui adalah hari lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun ‘60. Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun ‘60 adalah Reforma Agraria. Reforma Agraria adalah, ini saya garis bawahi, menata ulang ketimpangan kepemilikan, penguasaan, dan pemanfaatan hak atas tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia,” terangnya.
Baca Juga: Hadir di Kampanye Akbar, Irwan Setiawan Ajak Menangkan Khofifah-Emil
Jumain menilai bahwa sejauh pengamatannya tentang pelaksanaan reforma agraria yang ada di Jember, ia mengatakan bahwa sampai detik ini masih saja terdapat ketimpangan hak atas tanah.
“Saya melihat masih ada ketimpangan. Ini tugas Pak Bupati sama Pak Kepala BPN nanti untuk menjalankan reforma Agraria yang ada di Kabupaten Jember,” tegasnya.
Selanjutnya pada kesempatan tersebut, Jumain juga menyampaikan bahwa dalam rangka reforma agraria, terdapat landasan hukum yang jelas.
Baca Juga: Puluhan Peternak dan Petani di Lumajang Pindah Haluan Dukungan dari Thoriq ke Bunda Indah
“Dasar hukum dari reforma agraria adalah selain Undang-Undang Pokok Agraria, ada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 tahun 2018.” ungkapnya.
Dengan landasan hukum tersebut, ia menjelaskan bahwa dalam pelaksanaannya, Presiden Republik Indonesia (RI) memiliki beberapa skema konsep. Sehingga, hasil akhirnya ialah tentang penguasaan hak atas tanah yang dilimpahkan kepada masyarakat.
“Skema yang akan diterapkan oleh Pak Jokowi ada 2. (yang pertama) ada 12,7 juta hektare akan diserahkan dalam bentuk perhutanan sosial. Skema yang kedua, akan diserahkan oleh beliau seluas 9 juta hektar: empat setengahnya adalah pelepasan kawasan hutan dan penyelesaian Hak Guna Usaha (HGU), baik yang habis masa berlakunya, HGU yang diterlantarkan, maupun Hak Guna Usaha yang yang bermasalah; empat setengahnya adalah legalisasi aset, baik itu PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) maupun wilayah transmigrasi di luar Jawa,” terangnya.
Baca Juga: Seribu Massa SSC di Jember Nyatakan Dukung Khofifah-Emil
Lebih lanjut ia menegaskan bahwa dengan adanya Perpres No. 86 Tahun 2018, penting untuk membentuk dan menjalankan Gugus Tugas Reforma Agraria.
“Soal kelembagaan, Perpres 86 mengisyaratkan pembentukan Gugus Tugas Reforma Agraria, baik yang dibentuk di tingkat pusat, daerah, maupun kabupaten/ kota,” ujar Jumain.
Selain itu, pun juga diatur dalam perpres tersebut mengenai peran fungsi masyarakat. Ia menekankan bahwa masyarakat memang memiliki hak di dalamnya.
Baca Juga: DPPTK Ngawi Boyong Perwakilan Pekerja Perusahaan Rokok untuk Ikuti Bimtek di Jember
“Peran masyarakat dalam Perpres 86 juga diatur. Masyarakat berhak melakukan identifikasi objek dan subjek. Rakyat bisa objek dan subjek tanah Agraria. Ini diatur dalam peraturan presiden, kami tidak membuat-buat,” tukasnya.
Kepala BPN Jember Akhyar Tarfi yang ikut hadir dalam peringatan Hari Tani Nasional tersebut menyampaikan bahwa pada prinsipnya, reforma agraria yang terus disuarakan oleh masyarakat Jember memang sepatutnya ada. Sebab menurutrnya, dalam pelaksanaan reforma agraria di Jember, kerap terjadi masalah atau sengketa yang memiliki skala cukup besar.
“Jember memiliki konflik yang luar biasa isunya itu bukan hanya lokal tetapi tingkat nasional.” ujarnya.
Baca Juga: 5 Kendaraan Terlibat Kecelakaan Beruntun di Jember
Ia juga menyatakan bahwa reforma agraria merupakan sebuah konsep yang memang bertujuan akhir untuk memakmurkan rakyat.
“Reforma agraria ini merupakan sebuah konsepsi sebuah strategi dan juga regulasi dalam rangka kita memajukan bangsa ini. Mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Substansinya arahnya ke sana. Terkait Perpres 86 tahun 2018 tentang reforma Agraria sasaran akhir adalah bagaimana kita mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat,” tuturnya.
Akhyar juga mengungkapkan bahwa dalam hal tersebut, butuh sinergitas antara pemerintah dengan masyarakat. Ia juga menekankan agar persoalan apapun yang berujung pada konflik agraria, masyarakat perlu waspada dengan provokasi pihak-pihak yang akan merugikan.
Baca Juga: Wanita di Jember Tewas Terlindas Truk Akibat Jatuh dari Boncengan Motor Ayahnya
“Intinya untuk melaksanakan reforma agraria itu tidak bisa hanya diselesaikan oleh pemerintah, tapi juga harus ada dukungan dari seluruh kalangan. Insya Allah tidak ada masalah sengketa konflik yang tidak selesai. Intinya kita harus bersatu. Harus bersama-sama di dalam satu wadah namanya Gugus Tugas Reforma Agraria," jelasnya.
"Ketika ada persoalan pertanahan, dikomunikasikan. Jangan sampai masyarakat kita terprovokasi oleh orang-orang yang sebenarnya bukan orang Jember. Ini daerah kita, ini wilayah kita, kita tahu apa persoalannya, jangan sampai orang lain yang menyelesaikan persoalan kita, tapi kita sendiri.” pungkasnya. (yud/bil/ari)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News