JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Rakyat Indonesia berharap Polri kembali ke khitah. Fokus pada penegakan hukum dan keadilan. Tak ada oknum polisi yang terlibat politik praktis. Juga tak terlibat perjudian dan narkoba. Apalagi pembunuhan seperti yang dilakukan Ferdy Sambo.
Bisakah? Dari mana akan dimulai? Bukankah sudah seperti benang kusut yang sulit diurai?
Baca Juga: Polsek Prajurit Kulon Ikuti Peluncuran Gugus Tugas Polri Mendukung Program Ketahanan Pangan
Nah, silakan baca tulisan wartawan kawakan, Dahlan Iskan, di HARIAN BANGSA pagi ini, Selasa, 7 Maret 2023. Atau di BANGSAONLINE di bawah ini. Selamat membaca:
"POLISI sudah banyak sekali berubah". Yang mengatakan itu adalah orang yang menamakan dirinya pejuang dari dalam. "Kini tidak ada lagi jalur ekstra struktural," katanya.
Selama ini ia banyak ''tersisih''. Zaman Ferdy Sambo ia melihat ada jalur-jalur khusus. Juga ada pemupukan sumber dana. Keduanya berkait dan berkelindan.
Baca Juga: Kapolri dan Panglima TNI Luncurkan Gugus Tugas Polri Mendukung Program Ketahanan Pangan di Sidoarjo
Ia mengatakan, berjuang dari dalam bukan untuk kepentingannya sendiri. Bukan untuk cari jabatan. "Saya berjuang demi institusi Polri," katanya.
Salah satu perjuangan dari dalam itu adalah mengusahakan agar skenario Sambo berantakan. Misalnya yang dilewatkan Bharada Eliezer itu. Menurut skenario itu, Eliezer-lah pembunuh Joshua. Tapi akhirnya bisa diusahakan agar Eliezer mengaku apa adanya: bahwa ia disuruh Sambo. Ditekan. Tujuan utamanya bukan untuk mencelakakan Sambo, tapi untuk membersihkan Polri dari kekuatan ekstra struktural.
Karena itu setelah perubahan ini pun ia tetap menempatkan diri sebagai pejuang. Ia tidak mendapatkan keuntungan finansial maupun struktural. Ia masih menjadi dirinya yang lama.
Baca Juga: Instruksi Kapolri, Kapolres Mojokerto Kota Periksa HP Anggota
Masyarakat tentu tidak merasakan perubahan itu. Tapi orang dalam kepolisian sangat merasakannya.
Dalam sidang pengadilan mantan Kapolda Jatim Irjen Pol Teddy Minahasa juga terungkap sedikit.
Sewaktu dirinya mulai dikaitkan dengan perdagangan narkoba yang diungkap Polda Metro Jaya, Teddy segera menghadap Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Ia akan menyampaikan klarifikasi langsung kepada orang nomor 1 di Polri.
Baca Juga: Pemohon SIM Wajib Miliki BPJS, Kasubdit Regident Ditlantas Polda Jatim Bilang Begini
"Apa kata Kapolri?" tanya hakim pada Teddy Minahasa.
"Pak Kapolri tidak mau menerima laporan yang tidak benar. Saya disuruh menjelaskannya ke Propam," ujar Teddy. "Pak Kapolri tidak mau kejadian Sambo terulang," tambahnya. "Mas Teddy ke Propam dulu saja," ujar kapolri seperti ditirukan Teddy di sidang pengadilan.
Teddy pun lantas ke Propam. Setelah diperiksa, malam itu juga Teddy dinyatakan sebagai tersangka perdagangan narkoba. Langsung pula ditahan. Kini Anda sudah tahu: sidangnya sudah mendekati masa akhir.
Baca Juga: Peringati HUT ke-73 Humas Polri, Polres Bangkalan Gelar Donor Darah
Dalam hal Sambo, kapolri menerima laporan seperti yang ada di skenario awal. Setelah Joshua tewas tertembak Sambo memang bergegas ke kapolri. Melapor. Belakangan kapolri seperti kena petir. Ternyata kejadian sebenarnya tidak seperti yang dilaporkan Sambo.
Teddy kini berusaha kuat untuk lepas dari jeratan hukum. Tapi ada beberapa bukti yang ia sangat berat untuk mengelak. Salah satunya soal perintah penggantian barang bukti sabu-sabu dengan tawas. Kita pun baru tahu bahwa benda yang paling mirip sabu-sabu ternyata tawas. Bukan tepung ayam goreng geprek.
Teddy di sini menggunakan logikanya sendiri: perintah itu, katanya, semacam satire. Perintahnya mengganti, maksudnya jangan mengganti.
Baca Juga: Jelang Pilkada 2024, Bawaslu Ngawi Gelar Sosialisasi Netralitas ASN, TNI dan Polri
Memang ada beberapa kata yang bermakna sebaliknya. Tapi itu tergantung dari konteks dan nada bicara. Kata "pergi sana!" dari seorang yang marah bisa saja diartikan sebagai ''jangan pergi''.
Tapi konteks seperti itu sulit ditemukan. Pun ahli bahasa yang dihadirkan ke pengadilan. Sebagai saksi ahli.
Perintah penggantian barang bukti dengan tawas itu tidak menimbulkan banyak tafsir. Tidak ambigu. Tapi Teddy ngotot bahwa perintah tersebut bermakna sebaliknya.
Baca Juga: Tekankan Netralitras di Pilkada 2024, Kapolres Batu Minta Anggotanya Tak Terlibat Politik Praktis
Hakimlah nanti yang memutuskan.
Dari Sambo melahirkan perubahan besar: tidak ada lagi lembaga nonstruktural. Dari Teddy Minahasa kita bisa tahu bahwa sabu bisa diganti tawas. Polri juga mempraktikkan penjebakan dalam menangkap tersangka. Kita juga tahu bahwa perjuangan untuk naik pangkat dan jabatan ternyata begitu berisikonya.
Demikian juga beda antara pedagang sabu dan informan sabu ternyata begitu tipisnya. Seperti peran yang dimainkan Linda, alias Anita Cepu. Demikian juga sabu sebagai benda yang harus dilenyapkan dan sabu sebagai sumber bonus dan biaya operasional begitu berimpitan.
Baca Juga: Panwascam Manyar Sosialisasi Netralitas ASN, TNI, Polri dan Kades di Pilkada Gresik 2024
Yang masyarakat merasakan langsung perubahan di Polri itu adalah di jalan raya: tidak ada lagi tilang. (Dahlan Iskan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News