
SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Para aktivis yang mengatasnamakan Aliansi Santri untuk Muktamar Bersih (ASUMSI) mengingatkan panitia Muktamar NU agar melepas kepentingannya dalam menjalankan tugas.
Kordinator Asumsi, M Yunus Zainal mengungkapkan bahwa munculnya pro-kontra sekarang ini tak lepas dari tarik-menarik kepentingan. Ia mencontohkan serangan ideologi dan politis untuk kepentingan parpol yang ingin menguasai NU.
NU, kata dia, organisasi terbesar di dunia, pasti selalu menjadi incaran pihak-pihak yang berkepentingan. Mulai soal ekonomi berupa money politik dan pemiskinan serta pemerosotan moral perjuangan. "Ideologi NU Ahlussunnah wal jama'ah an-nahdliyah dan penyelamatan politis, serta ekonomi dalam tata kelolah organisasi NU yang sehat mutlak diperlukan," tandasnya.
Yunus juga menyinggung soal pemilihan Rais Aam dalam Muktamar NU ke 33 mendatang. Menurut dia, Rais Am diperlukan figur atau pemimpin yang kuat, mulai jam terbang tinggi di dunia internasional dan memiliki basis pengalaman yang matang dalam hal managerial organisasi NU.
"Saya kira Rais Aam nanti nanti wajib memahami geo-ideologi, geo-politik, geo-ekonomi, berikut jaringan-jaringan pemeran utamanya. Jadi bukan hanya petapa, yang dihormati dan disegani karena keilmuannya," kata dia.
Menurut dia, Rais Aam butuh legitimasi yang kuat dari struktur NU dibawahnya, mulai cabang dan wilayah. Semua harus mengapresiasi sikap sebagian besar pengurus cabang dan wilayah di seluruh Indonesia, yang secara rasional ingin memilih pemimpinnya, baik Rais Am maupun Ketua Umum Tanfidz secara langsung. "Itu semua perwujudan dari penguatan institusi organisasi secara utuh," kata mahasiswa S2 Unair itu.
Yunus berharap, dalam Munas yang akan digelar pada tanggal 14-15 Juni nanti di Jakarta, tidak lagi dijadikan sebagai momentum murahan yang lagi-lagi memaksakan sistem Ahlul Halli wal Aqdi (AHWA), mengingat sebagian besar cabang dan wilayah sudah menolaknya.
"Jika tetap diterapkan sistem AHWA untuk Rais Aam, akan menimbulkan pertanyaan maksud dan tujuan PBNU. Nah, apakah PBNU dengan kepanitiaan SC yang dipimpin Slamet Efendi Yusuf akan melakukan hal seperti itu?," katanya.
Ia menjabarkan, para pengurus wilayah dan cabang harus diingatkan, bahwa tugas SC dalam sebuah kepanitiaan adalah bertanggungjawab di bidang konseptual.
"Segala konsepsi, digodok melalui forum SC. Jangan sampai ada manuver dengan memaksakan kehendaknya mempraktekkan AHWA, daripada mendengarkan kehendak pengurus cabang dan wilayah," katanya.
Seperti diberitakan BANGSAONLINE.com sebelumnya, Sekretaris Jenderal PBNU H Marsudi Syuhud menyatakan bahwa PBNU akan menggelar Musyawarah Nasional (Munas) untuk yang ke-3. Kegiatan tersebut akan berlangsung pada 14–15 Juni 2015 mendatang. Agenda tersebut bertujuan mematangkan materi-materi Muktamar ke-33 yang akan berlangsung di Jombang 1-5 Agustus mendatang.
"Pembukaan nanti tanggal 14 Juni di Istora Senayan oleh Presiden Jokowi dan pelaksanaan Munas di gedung PBNU," ujarnya, Jumat (29/5).
Keterangan Marsudi Syuhud ini berbeda dengan penjelasan Imam Aziz, Ketua Panitia Muktamar NU ke-33. Seperti dilansir nu.or.id, website resmi PBNU, Imam Aziz menyatakana bahwa Munas ke-3 akan digelar pada 7 – 8 Juni 2015. “Kita sudah siapkan lokasi Munas NU di Sentul, Bogor,” kata Imam Aziz di hadapan peserta rapat pengurus harian Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU di Jakarta, Rabu (27/5) sore. Menurut dia, Munas NU bakal digelar pada Ahad-Senin, 7-8 Juni 2015.
“Munas ketiga kalinya dalam kepengurusan PBNU periode ini berbarengan dengan Rakornas dan peringatan Harlah PP GP Ansor. Munas tanpa Konbes NU ini sudah diatur dalam AD/ART NU,” kata Imam.
Ternyata Marsudi menyampaikan tanggal dan tempat yang berbeda. Bagi PBNU perubahan pelaksanaan Munas ini bukan kali pertama. Sewaktu Munas ke-2 juga berubah berkali-kali. Semula Munas dan Konbes disepakati dilaksanakan di Pesantren Mahasiswa Al Hikam Depok Jawa Barat. Namun tiba-tiba dibatalkan. Padahal KHA Hasyim Muzadi sebagai pengasuh pesantren Al-Hikam saat sudah menyiapkan akomodasi. Setelah berkali-kali berubah akhirnya Munas ke-2 dilangsungkan di kantor PBNU. (tim)