KEDIRI, BANGSAONLINE.com - DPW LDII Jawa Timur menggelar diklat dai angkatan VIII di Ponpes Wali Barokah, Kediri, Selasa (14/3/2023). Diklat tersebut merupakan program dari biro pendidikan keagamaan dan dakwah (PKD) untuk mencetak juru dakwah LDII yang handal di tengah masyarakat.
Ketua DPW LDII Jawa Timur KH Moch Amrodji Konawi, mengatakan peserta yang dikirim adalah yang sudah terbiasa tampil dan berdakwah di masyarakat.
Baca Juga: Usai Mediasi Antara Warga Satak Kediri dan LMDH Budi Daya, Hak Garap Lahan Perhutani Dibagi Rata
Menurutnya, diklat ini bertujuan mempertajam kemampuan dan ilmu agama para dai untuk bisa lebih mengena di hati masyarakat.
"Sebab, DPW LDII Jawa Timur berkewajiban untuk mencetak para juru dakwah yang handal," ujar Moch Amrodji dalam keterangan pers yang diterima BANGSAONLINE.com, Rabu (15/3/2023).
Menurutnya, para dai dalam diklat tersebut akan mempelajari pola dakwah yang dapat diterima oleh masyarakat melalui teknik serta cara penyampaian yang baik dan santun.
Baca Juga: Pimpinan Gereja Ortodok Rusia, Apresiasi Pembangunan Pesantren Jatidiri Bangsa di Kediri
“Kita tahu kebenaran Al Quran dan As Sunnah Rasulullah SAW adalah mutlak hukumnya. Akan tetapi, ketika cara mendialektikan dan cara dakwahnya tidak sesuai dengan yang dikehendaki oleh masyarakat, maka kebenaran itu akan ditolak oleh masyarakat. Oleh karenanya, butuh teknik yang bisa dan sesuai dengan budaya masyarakat,” imbuhnya.
Ia menegaskan, Islam adalah agama Rahmatan Lil Alamin, agama yang mengajarkan kasih sayang terhadap sesama manusia dan alam semesta. Maka, toleransi terus dibangun. Moch Amrodji juga menolak keras paham radikalisme yang dapat merusak rumah kebangsaan Indonesia.
“Harapan kami semuanya, umat Islam terhindar dari paham-paham radikal yang dikaitkan dengan Islam. Justru bukan mengangkat Islam, namun malah merusak nama besar Islam. Kita tahu di Indonesia adalah multi suku, multi bahasa, multi etnis, multi budaya, dan multi agama,” tegasnya.
Baca Juga: Ini Hasil Pertemuan Warga yang Tuntut Garap Lahan Perhutani dengan LMDH Budi Daya Satak Kediri
Sementara itu, Habib Ubaidillah Al Hasany selaku pengasuh Ponpes Al Ubaidah Kertosono, Nganjuk, yang juga narasumber diklat, mengatakan muballigh-muballighah atau juru dakwah harus pintar menguasai materi yang disampaikan dan mengikuti selera audiens saat berdakwah.
“Setinggi apa pun penguasaan materinya, tetapi kalau cara penyajiannya tidak sesuai dengan selera dari audiens, maka tidak menarik materi itu. Nilainya mungkin tidak seperti keagungan ilmu yang dimilikinya,” ujarnya.
Habib Ubaid juga berharap keilmuan para muballigh-muballighah dapat tersampaikan pada masyarakat tidak hanya di telinga, tapi juga di hati dan mampu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi jariyah mereka. Maka yang ditekankan dalam diklat dai ini adalah menyangkut teknik, etika, seni.
Baca Juga: Yayat Cadarajat Dikukuhkan sebagai Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kediri yang Baru
“Ibarat ketika pesawat ketika take off dan landing harus smooth dan landai, tidak langsung menukik. Dengan demikian akan bisa dinikmati oleh penumpangnya,” terangnya.
Habib Ubaid berpesan para muballigh-muballighah agar tak memiliki niatan bersaing dengan juru dakwah lain. Ia menegaskan urusan agama diniati dalam mencari pahala dan jariyah, agar memperoleh suatu kebahagiaan di akhirat yaitu surga.
“Jangan sekali-kali merasa terkalahkan oleh yang lain, karena agama tidak ada persaingan, di dalam agama tidak ada kontes, tidak ada musabaqah, tapi yang ada adalah bersama-sama Ballighu Anni Walau Ayah, melaksanakan perintah Allah dan Rasulullah SAW untuk menyampaikan pesan-pesan agama ini kepada umat,” tutup Habib Ubaid. (uji/git)
Baca Juga: Pernah Obesitas, Andrian Kini Terapkan Pola Hidup Sehat dan Manfaatkan Layanan JKN
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News